Selasa, 08 Juni 2021

Komik Sisipan Bobo : Janji Irene


 

Irene adalah seorang gadis belia yang hidup berkecukupan dengan keluarganya. Ayahnya, Tuan Dalsum adalah seorang dokter, sedangkan ibunya adalah ibu rumah tangga. Ia memiliki seorang kakak laki-laki bernama Erik yang kini tengah kuliah di luar kota. Mereka tinggal di rumah yang besar dan mewah layaknya keluarga dokter pada umumnya.



Suatu kali, sepulang sekolah Irene mendapati rumahnya masih berantakan. Cucian menumpuk dan makanan belum disiapkan. Ia curiga ibunya sakit karena dari kemarin beliau batuk-batuk terus. Segera ia melihat ke kamar beliau dan mendapati beliau tampak kurang sehat, bahkan semakin kurus saja dari hari ke hari. Batuknya itu yang kelihatannya tidak mau berhenti seperti mengindikasikan suatu penyakit tertentu. Irene kemudian menyarankan ibunya agar pergi ke dokter. Tapi beliau malah berkilah bahwa ini hanya masuk angin biasa. Ia pun memilih beraktivitas seperti biasa meski kondisinya semakin ringkih saja.

Irene agak kesal karena ayahnya, dokter Dalsum seperti tidak memperhatikan kesehatan ibunya. Pergi berhari-hari, sibuk dengan penelitiannya. Sampai suatu kali saat ayahnya pulang tengah malam dan mendapati Irene sudah menunggunya di ruang depan, diceritakannya bahwa ibunya itu batuk terus. Ia sudah menyuruh ibunya ke dokter tapi tidak mau. Sepertinya untuk membuat beliau segar kembali, Irene mengusulkan agar mereka berlibur saja untuk beberapa hari di tempat yang tenang dan sejuk. Namun, hal tersebut tidak diindahkan oleh ayahnya dan bahkan beliau lebih mementingkan pekerjaannya di luar kota untuk beberapa hari ke depan. 

Keesokan harinya, saat Erik pulang ke rumah tiba-tiba Ibu mereka pingsan. Mereka pun membawa ibunya ke rumah sakit. Setelah diperiksa, ternyata ibunya menderita TBC. Bahkan sudah sangat parah karena paru-parunya terinfeksi. Setelah beberapa hari dirawat di RS, pihak RS menyarankan agar kedua kakak beradik itu pulang ke rumah agar bisa istirahat. Nanti jika ada apa-apa, mereka akan telepon. Irene dan Erik pun menyanggupi walau harus pulang dalam keadaan sedih. Irene terutama yang bolak-balik gelisah karena kepikiran terus dengan ibunya.  Begitu pula Erik. Saat ayah mereka pulang, Irene menceritakan bahwa Ibu mereka sedang kritis dan sekarang dirawat di IGD RS. Bak disambar petir, ayahnya pun kaget. Sebagai seorang dokter, kenapa ia sampai tidak tahu kondisi orang yang paling dekat di sisinya. Malah ia sibuk dengan penelitiannya. Rasanya ia menyesal sekali telah menelantarkan istrinya. 

Sampai suatu ketika, hari naas itu pun tiba, Nyonya Dalsum menghembuskan nafas terakhir karena dokter sudah angkat tangan tak bisa menyembuhkan. Sebelum benar-benar menutup mata untuk selama-lamanya, ia berpesan agar Irene merawat ayahnya sepeninggal dirinya. Irene pun berjanji padanya meskipun hatinya sedih luar biasa. Begitu pula sang kakak dan ayah mereka, dokter Dalsum.

Nyonya Dalsum kemudian dimakamkan di kampung halamannya, tak jauh dari kediaman Bibi Elsa, adiknya. Usai upacara pemakaman, mereka mampir ke rumah Bibi Elsa, namun wanita itu sangat marah pada suami mendiang kakaknya. Dikatakannya dokter Dalsum itu sangat abai dan menelantarkan kakaknya. Oleh sebab itu, ia bersikap ketus pada dokter Dalsum. Dan itu membuat dokter Dalsum semakin merasa bersalah. 

Suatu hari, dokter Dalsum mengunjungi bukit yang berada di dekat situ seorang diri. Sepertinya ia ingin mengenang Dini istrinya, yang sering ia sia-siakan selama ini. Sementara itu, Irene yang tak mendapati ayahnya ada di rumah sang Bibi, dikatakannya sedang pergi ke bukit. Maka, tak menunggu waktu lama baginya untuk menyusul ayahnya ke sana. Setelah sampai di bukit, tiba-tiba turun hujan dari langit. Segera Irene mengajak ayahnya untuk berteduh di mulut sebuah gua. Sambil menunggu hujan reda, dokter Dalsum curhat pada putrinya itu betapa menyesalnya ia telah menyia-nyiakan ibunya. Namun Irene segera membesarkan hati sang ayah bahwa semua itu sudah menjadi takdir. Tidak ada yang patut disesali dan ia meminta ayahnya untuk berhenti menyalahkan diri sendiri. Ia mengatakan mungkin ayahnya bisa membangun sesuatu di atas bukit untuk mengenang mendiang ibunya. Ayahnya pun tercetus ide bagaimana kalau ia membangun sanatorium saja yang bisa digunakan untuk merawat pasien TBC seperti yang pernah diderita istrinya. Irene pun gembira karena sang ayah menemukan kembali semangatnya yang sempat surut.

Beberapa bulan kemudian, pembangunan sanatorium pun dimulai. Pembangunan ini dibantu oleh pihak kontraktor milik Tuan Bill. Kadang saat ada waktu luang, bahkan Erik juga turut membantu. Maka, tak butuh waktu lama bagi sanatorium untuk segera resmi dibuka. Beberapa persiapan pun telah dilakukan, tinggal finishing saja. Hingga suatu malam saat hendak tidur, Irene mencium bau gosong. Ia penasaran bau apakah itu? Beranjak dari ranjangnya, ia berjalan keluar rumah. Betapa terkejutnya ia karena terjadi kebakaran di sanatorium yang ada di atas bukit. Api menjalar-jalar demikian hebatnya hingga rumah Bibi Elsa yang di bawah bukit pun ikut terasa panas. Dokter Dalsum sendiri terlihat berdiri memandang nanar pada bangunan impiannya itu. Ia merasa semangatnya yang tadinya bangkit kini telah surut kembali. Lalu tiba-tiba ia teringat foto mendiang istrinya yang masih tertinggal di sana. Tanpa ragu lagi ia berlari untuk menyelamatkan foto istrinya itu. Irene ingin mencegah, tapi keburu ditahan oleh 2 orang pemadam kebakaran. Sebabnya, nyala api semakin besar. Baru setelah keadaan memungkinkan, ia berhasil menemui ayahnya, meski kini beliau berada dalam kondisi yang kritis karena tertimpa reruntuhan bangunan. Sambil memeluk bingkai foto istrinya, akhirnya dokter Dalsum pun ikut memejamkan mata untuk selama-lamanya. Namun sebelumnya ia telah berpesan pada Irene agar mau membangun kembali sanatorium impian ayahnya. Dan Irene pun berjanji untuk memenuhinya, meski sambil berlinang air mata.

Irene dan Erik sangat terpukul. Keduanya kini menjadi yatim piatu setelah ditinggal ayah ibunya. Yang disisakan oleh orang tuanya hanya rumah tinggal mereka karena sanatorium yang terbakar lupa untuk diasuransikan. Padahal seandainya diasuransikan tinggal diklaim saja dan uangnya bisa digunakan untuk membangun kembali sanatorium itu sesuai pesan ayahnya. 

Tuan Bill, yang dulunya adalah pacar Dini, ibu mereka saat masih SMU, tiba-tiba memberikan tawaran menarik. Katanya Beliau mau membantu pembangunan sanatorium melalui usaha kontraktornya yang pembayarannya dapat dicicil. Jika mereka bersedia, maka pelunasan harus diselesaikan dalam kurun waktu satu tahun. Jika tidak, maka bangunan tersebut akan dijual menjadi pusat kebugaran atau hotel kepada rekan bisnisnya yang lain. Irene yang bersikeras ingin mewujudkan keinginan terakhir ayahnya tanpa pikir panjang langsung menyanggupi. Akhirnya notaris memberikan nasihat bahwa satu-satunya cara agar Irene dapat memenuhi janjinya adalah dengan cara menjual rumah mereka. Maka dengan berat hati mereka pun menjualnya. Meski rumah baru laku sekitar 250 juta dan sisa 75 juta lagi harus bisa dilunasi dalam kurun satu tahun.

Usai menjual rumah mereka yang ada di kawasan elit, Irene dan Erik terpaksa pindah ke rumah sewa di sekitar pemukiman kumuh karena biayanya lebih murah. Meski suasananya cenderung kurang nyaman, tapi mereka harus bisa beradaptasi supaya bisa mengumpulkan tabungan. Selain itu untuk menekan biaya pengeluaran, Irene juga memutuskan untuk berhenti sekolah dan mencari kerja di kantor ketenagakerjaan. Kebetulan Swalayan T sedang memerlukan penjaganya. Maka mendaftarlah ia ke sana. Dan tak lama kemudian ia diterima. Selain itu ia juga bekerja sebagai pelayan restoran di luar pekerjaan utamanya. Erik sendiri tak ia biarkan bekerja dan tetap meneruskan kuliah karena kakaknya itu pintar.

Karena bekerja di 2 tempat sekaligus, Irene pun merasa sangat kelelahan. Terkadang kepalanya pusing, bahkan badannya gemetaran. Namun karena semangat ingin segera mewujudkan keinginan alm ayahnya, maka ditahan-tahan juga rasa lelahnya itu. Suatu malam, sepulang dari tempat kerja, Irene menyesal kenapa ia tak mau ditemani oleh temannya. Terlebih di gang depan, seorang pria bertampang seram selalu memperhatikan langkahnya. Irene pun berdoa dalam hati supaya pria itu tak mendekatinya. Namun, harapannya itu tak menjadi kenyataan sebab si pria akhirnya mendekat dan merampas tasnya yang berisi kedua gajinya. Irene memberontak tapi kalah kekuatan dengan pria itu. sampai akhirnya ada sosok yang muncul dari kegelapan dan menubruk pria penodong tadi. Karena kebetulan ada polisi lewat maka si pria dengan cepat menyerahkannya pada polisi. Dan sang penyelamat itu rupanya adalah Erik. Irene pun gembira bertemu kembali dengan kakaknya Erik. Ia berpikir mungkin Erik sedang libur semester makanya bisa pulang ke rumah mereka.

Setibanya di rumah, saat akan membuka pintu, tangan Irene gemetaran. Ia juga sempoyongan dan hampir pingsan. Erik pun segera mengurus adiknya itu dengan membuatkan teh hangat juga membiarkan dirinya istirahat dulu sampai badannya sehat kembali. Paginya, saat sudah agak baikan, ia sudah tak mendapati Erik di tempat. Ia berpikir kakaknya pastilah sudah kembali ke tempat kuliah. Tapi ada satu hal yang tampak janggal yang menarik perhatiannya. Jas kuliah Erik tertinggal di kamarnya.

Hingga suatu ketika saat Irene sudah berangkat kerja lagi, saat ia akan membuang sampah di tempat sampah yang ada di belakang swalayan, ia mendapati tukang sampahnya bersiul-siul dengan gembira. Suaranya sangat ia kenal betul siapa pemiliknya. Dan benar saja, saat mendongakkan kepala, ternyata Eriklah yang menjadi tukang sampahnya. Irene kaget karena tak menyangka Erik bakal berhenti kuliah bahkan sampai bekerja seperti dirinya. Katanya, setahun ini ia akan libur kuliah dulu demi membantu Irene mengumpulkan uang yang akan digunakan untuk membangun sanatorium. Toh jika 2 orang yang bekerja, maka uang akan cepat terkumpul bukan? Akhirnya Irene dapat menerima alasan kakaknya itu. Mereka pun bahu-membahu mengumpulkan uang demi membayar cicilan sanatorium tiap beberapa bulan sekali kepada Tuan Bill. Meski kadang saat sudah mendekati jatuh tempo bayar, belum mendekati nominal yang ditentukan, tapi di detik-detik menjelang hari H selalu ada keajaiban. Seperti saat menemukan naskah novel Ayah Chris teman sekolah Erik di tumpukan sampah, mereka dapat hadiah cek senilai uang tunai yang agak banyakan. Lalu menjual jam tangan, tape recorder, penggalangan dana dari teman-teman sesama pelayan swalayan saat pesta malam, penggalangan dana lewat penyelenggaraan sepak bola putri,  sampai menemukan uang di saku baju yang ingin dicucikan saat Irene membuka usaha cuci baju walau akhirnya tak dapat berjalan lama karena tidak disetujui pemilik rumah sewa. Pokoknya hampir selalu ada keajaiban saat akan membayar cicilan, seolah ada saja rejekinya, meski Irene sempat operasi karena usus buntu juga.

Nah, di lain kesempatan, pemilik rumah sewa sudah tiba masanya untuk menagih uang sewa pada Irene dan Erik. Sayangnya saat itu uang tabungan mereka dicuri maling saat Irene dirawat di RS karena usus buntu. Pemilik rumah tidak mau tahu dan bahkan mengusir keduanya karena tak sanggup membayar saat itu juga. Di jalanan, dokter Glenn yang pernah merawat Irene sebelumnya melihat kejadian itu. Ia lantas menghardik pemilik sewa dan menyuruhnya memperbaiki fasilitasnya jika tidak ingin dilaporkan ke polisi. Setelahnya ia menawarkan Irene dan Erik untuk tinggal sementara di rumahnya. Ia hanya ingin menolong anak dari mendiang sejawatnya dulu dokter Dalsum karena sudah menganggapnya seperti keluarga sendiri. Sayangnya kebaikan dokter Glenn tidak sejalan dengan karakter istrinya. Saat dokter Glenn praktik, istrinya menyuruh Irene dan Erik menunggu di luar sampai suaminya pulang karena mereka bukan tamunya. Kedua kakak beradik itu tentu sangat sedih dan terhina. Mereka berdua tidak mau harga dirinya diinjak-injak. Oleh karenanya sambil berpamitan pada dokter Glenn, mereka memilih kembali ke rumah sewa. Namun sebelumnya dokter Glenn meninggalkan amplop berisi uang senilai Rp 5 juta kepada mereka yang langsung bisa untuk membayar cicilan biaya sanatorium.

Usai luka operasinya sembuh total, Irene dapat kembali bekerja di swalayan. Namun saat tiba di sana, ia mendapati seorang karyawan yang tampak murung dan selalu melihatnya. Ternyata ia adalah yang menggantikan Irene sementara ketika ia masih dirawat di RS tempo hari. Saat Irene bertanya kenapa wajahnya murung, ia pun menjawab bahwa keluarganya kurang mampu dan ia masih ada adik untuk disekolahkan, maka ia sangat membutuhkan pekerjaannya itu. Dengan berbesar hati, Irene akhirnya menghadap Bossnya Pak Richman untuk mengundurkan diri karena temannya lebih membutuhkan. Pak Richman tentu saja terkejut karena selama ini Irene adalah karyawan teladan dan sering mendongkrak penjualan, makanya ia mencoba bernegosiasi lagi agar Irene mau bertahan. Sayangnya, Irene tetap kekeuh pada pendiriannya. 

Suatu hari, Tuan Bill mengajak Irene dan Erik untuk meninjau proyek pembangunan sanatorium mereka di akhir minggu. Mereka pun menginap di rumah Bibi Elsa. Tapi ada yang aneh dengan Erik sebab dari kemarin ia batuk-batuk terus. Irene curiga batuknya seperti batuk ibunya dulu sebelum meninggal. Tapi ketika ia menanyakannya pada Erik, kakaknya itu hanya bilang bahwa ia hanya butuh istirahat saja, nanti juga sembuh sendiri. Irene pun sejenak melupakannya, walaupun kadang kepikiran juga.

Irene lalu iseng pergi ke bukit untuk melihat langsung proyek sanatoriumnya. Ternyata ia dikejutkan oleh seseorang yang muncul dari ruang bawah tanah. Pak Richman??? Beliau, Boss Irene di swalayan yang kini malah mengancam Irene supaya menyerah saja dalam hal pembayaran sanatorium sebab ia berencana akan membelinya untuk keperluan bisnis hotel. Irene tentu saja ketakutan. Tak disangka Bossnya itu berniat mengancam bahkan akan menjatuhkannya ke tangga. Kalau tidak karena Erik datang, tentu Irene sudah celaka. Pak Richman pun bersandiwara seperti tidak terjadi sesuatu dan hanya mengaku bahwa ia mengajak Irene mengobrol. Tentu saja Irene berniat menceritakan kejadian yang sebenarnya sepulangnya nanti ke rumah Bibi Elsa.

Sementara itu batuk Erik terdengar semakin parah. Tapi ia tetap saja tidak mau diperiksakan. Malah di suatu pagi ia menghilang dengan meninggalkan sepucuk surat pada Irene. Ia bilang terpaksa pergi karena tidak mau jadi beban Irene dan sanatorium. Irene pun menangis sesenggukan. Ia sangat mencintai kakaknya dan tak pernah menganggapnya sebagai beban. Mau melaporkan ke kantor polisi tapi tidak bisa sebab Erik pergi atas kemauannya sendiri bukannya diculik atau apa.

Maka sanggupkah Irene mengumpulkan uang cicilan sanatorium sampai akhir tahun tanpa Erik dan juga menemukan kakaknya itu? Sebenarnya ada apa dengan kondisi kesehatan Erik? Semua itu ada dalam Komik Sisipan Bobo : Janji Irene.  Sebagai kolektor majalah dan buku jadul meski saat tahun terbit buku dan majalah hasil koleksiku kebanyakan juga ketika aku belum lahir atau masih bayi, tapi menemukan kembali komik sisipan Bobo yang ini membuatku jadi berkilas balik dengan komik yang stylenya orang (lain dengan manga jepang, kayaknya ini lebih ke style komik Eropa deh, yang mirip-mirip Komik Nina), rambutnya merah panjang dengan kata kunci lain sanatorium, dokter Dalsum, dan Erik. Nah, itulah yang sedikit banyak masih teringat dalam ingatanku akan komik sisipan Bobo tahun 90-an ini.