Rabu, 22 Juli 2020

Pesona Pantai Tanjung Pasir di Tangerang




Mampir Sejenak ke Taman Buaya Tanjung Pasir

"Sayank Tubul, dolan yok. Kemana gitu. Mantai-mantai kek," ajak Si Mas suatu kali di Hari Minggu yang penuh matahari (pada tahun yang telah lampau) saat mendapati seorang Tubulwati sedang ugat-uget aja kayak tatung nangka. Heu...ga deng, bukan begitu cara manggilnya. Doi kan jarang manggil aku Yank, Honey, Bonney, Sweety, Beiby, atau nama-nama lain yang kedengarannya  totwiit..... hahaa... Jadi ajakan sebenernya adalah berbunyi : "Dek Nyiet, ayo ndang tangi, kita jalan-jalan ke pantai. Buruuuuu ganti baju, nek ora tak tinggal loh," terus gw ditabok vantadnya biar ga males-malesan aja karena tura-turu sepanjang hari, wakakak...#Sendiko dawuh Gusti.


Karena sudah diajakin begitu, terpaksalah (terpaksalah tapi mengatakannya dengan senang)--gw ikut juga. Lepas ganti baju, kendaraan distarter, dan kami menuju ke area pantai yang paling terkenal se-Tangerang raya, apalagi kalau bukan Tanjung Pasir. Tapi sebelum beneran capcus ke sana, kami mampir sejenak ke area wisata yang cukup esktrem dan searah dengannya yaitu Taman  Buaya Tanjung Pasir. Kenapa dikatakan ekstrem? Karena eh karena yang ada di sana adalah B-U-A-Y-A !!! Buaya beneran. Bukan buaya boongan apalagi buaya buntung atau siluman buaya putih.

Berlokasi di Jl. Raya Tanjung Pasir KM 29 Kabupaten Tangerang, Taman Buaya ini sebenernya cukup dekat dengan Bandara Soeta, sebelum pantai Tanjung Pasir yang masih berada di Kecamatan Teluk Naga. Penandanya, kalau dari sisi kanan jalan terdapat Patung Buaya Raksasa yang sedang mangap dan memperlihatkan gigi-giginya yang runcing. Untung saja, aku sempat mengabadikan moment di depannya, supaya kerasa lebih afdol aja gaes...kalau aku udah mampir di tempat ini.

Setelah melalui patung tersebut, barulah kami jalan ke arah penjualan tiket yang dibanderol Rp. 8.000,- untuk orang dewasa dan Rp 4.000,- untuk anak-anak. Masuk lagi ke dalam, baru deh kami sampai di kandang-kandang berteralis berisi buaya-buaya yang bertebaran di mana-mana. Ada pula yang berendam di kolam atau sekedar bengong, mangap, tidur, dll. Cukup sepi sih sebenernya pas kami sowan ke sana. Sebelumnya paling cuma ada keluarga kecil yang terdiri atas 3 orang yang beranjangsana dengan para bajul tapi abis itu langsung pulang (atau mau bablas ke pantainya, i don't know). Tapi lumayan lah, jadi ga terlalu crowded sehingga aku dan si Mas bisa mengulik banyak informasi tentang Taman Buaya ini kepada seorang bapak berbaju ungu yang sehari-hari bertugas menjadi pawangnya. Kata beliau, buaya di sini ada sekitar 500 ekor yang masing-masing dipelihara betul untuk dibiakkan.

"Ada buaya muara, buaya irian, buaya batik, dll, yang antar jenisnya dipisah-pisah, " Si Bapak membuka perbincangan dengan kami sembari menegaskan bahwa buaya-buaya asuhannya ini ada yang sudah mencapai 10 tahun, 15 tahun, sampai 50 tahun. Yang terakhir ini biasanya terjadi di kalangan spesies buaya muara asal Kaltim sana, meskipun umur maksimalnya malah bisa nyampai 70 tahun, walaupun jarang ada yang bisa sebertahan itu.

"OH MY GOD ! 50 tahun ada Pak?", sontak aku kaget disertai keinginan untuk koprol juga kayang karena ya berarti ni buaya uda dalam wujud bapak-bapak menuju kakek-kakek kalau dalam itungannya umur manusia.

"Iya, Mbak...Mas...ada...itu yang gede, di ujung sono noh kandangnya. Kalau yang di depan kita sekarang nih, jenisnya adalah buaya batik, ya pantaran usia 10 tahunan lah, " si Bapak kembali menjelaskan disertai kedua lawan bicaranya ini yang menyimak betul kata-katanya itu. Dalam hatiku sampe bilang, yang 10 tahun aja segede gaban begini, gimana yang bandotannya alias yang 50 tahun ntuh, wekeekkkkekk. 

"Cowok cewek dicampur atau dipisah Pak?", lagi-lagi kami bertanya.

"Campur.......tapi yang sespecies dan berdasarkan umurnya aja. Yang kecil tentu dipisah ama yang gede. Yang gede-gede itu biasanya yang jantannya. Kalau betinanya emang lebih kecil. Sekilas ga terlalu bisa dibedain sih antara yang jantan atau betina, kecuali pas masa bertelur ya. Nah, itu baru bisa bener-bener kelihatan jelas...tapi sebenernya kalau dari sisiknya juga agak susah juga dibedain jenis kelaminnya kalau dilihat cuma sekilas. Paling penengernya ya jantannya lebih gede dari betinanya. Umumnya kayak gitu, "ujar si Bapaknya lagi.

Siang yang sebenernya cukup terik itu nyatanya tak menyurutkan semangat kami dalam menggali ilmu seputar buaya, karena terus terang kami jadi tahu banyak hal termasuk tentang pakannya yang berupa ayam segar yang didapatkan dari pengepul di Bekasi. Untung saja di sisi-sisi kandangnya yang bernuansa hijau ini dilengkapi dengan atap peneduh dan beberapa bangku yang bisa diduduki di saat kaki terasa pegal.
















"Hari Rabu kami datangin banyakan ayam dari Bekasi, nanti ada proses ngempaninnya, biasanya pagi...ya kalau nggak kena macet sampai sini bisa jam-jam 9-10 pagi, " terang Bapaknya yang mengajak kami ikut berkunjung juga pada saat hari pembantaian ooops maksud ai pemberian pakan itu. Seru juga sih sebenernya, kapan-kapan deh mampir pas moment itu tiba, hihi...

Ga kerasa kami lumayan lama juga ngobrol-ngobrol dengan Bapaknya, sampai tahu-tahu jam menunjukkan pukul setengah 1 siang. Obrolan yang lumayan berfaedah karena kami jadi tahu beberapa hal terkait buaya yang salah satunya banyak dicari karena giginya. Tapi karena kami masih ada agenda selanjutnya yaitu main ke Pantai Tanjung Pasir, akhirnya kami cabut dari situ dan meneruskan perjalanan kembali.

"Taman Buaya Tanjung Pasir"
Jl. Raya Tanjung Pasir KM 29 Kabupaten Tangerang


Pantai Tanjung Pasir

Dulu aku ga tahu kalau Tangerang itu punya pantai. Ya soalnya kan kalau Jabodetabek aku taunya Ancol meleeee....jadi kalau di Tangerang malah ga ngeh ada pantai yang padahal aslinya terkenal banget yaitu Pantai Tanjung Pasir. Lokasinya di Kecamatan Teluk Naga, setelah Taman Buaya Tanjung Pasir. Ancer-ancernya kalau dari Bandara Soeta, kita bisa masuk dari arah pintu belakang bandara Jl. Swadarma (atau biasa disebut M1). Dari situ, ikuti jalan itu ke utara luruuuuuuuuus teruuuuuuuus menuju ke arah Kampung Melayu (tapi Kampung Melayu yang di Tangerang ya bukan Kampung Melayu yang di Jakarta). Nah, abis nyampe di Kampung Melayunya, kita bisa belok ke kanan yang mau ke Tanjung Pasir. Pokoknya ikuti aja Jl. Tanjung Pasirnya yang beberapa kali ada ketemu sungai (yang biasa buat MCK warga setempat dan banyak pula dihiasi enceng gondok, HAHAHA). Nanti kalau udah nyampe Teluk Naga, dia akan ngelewati keramaian pasar sampe ketemu pertigaan. Abis itu dia masuk ke area pertambakan yang di pinggir-pinggir jalannya ada tempat penjualan ikan atau hasil laut lainnya. Nanti dia juga ada masuk ke gang-gang dikit sih yang mana di satu spot ada patung menyerupai dewa neptunus. Nah, kalau udah nyampe situ, berarti uda deket ama pintu masuk yang menuju ke parkiran tempat wisata Pantai Tanjung Pasirnya.
















Untuk tiket masuknya, kena charge Rp 35 ribu per 2 orang dewasa dan kendaraan roda 4. 2 bayi ga keitung, hihihi.. Karena sudah pernah beberapa kali ke sana, termasuk pas masih berduaan aja waktu honeymonan belum ada baby dan naik motor ya kenanya lebih murah. 

"Eh perasaan pas dulu masih berdua n nitip motor di parkiran, kok masuk-masuk uda ada kapal-kapal yang mau ke Pulau Untung Jawa ya Mas. Kok sekarang ada parkirannya segala dan ketemu pasir yang luas banget ?", aku bertanya cukup heran karena sebelum-sebelumnya belum pernah masuk lewat sini.

"Ya dulu kan kita lewatnya pintu belakang Mbul, yang di parkiran itu. Kalau sekarang dari depan. Jadi kelihatan deh pantai pasirnya."

Ehm...ngono toh..

Begitu memasuki area parkiran, yang kulihat sih ada beberapa spot khusus yang disediakan pengelola Pantai Tanjung Pasir, diantaranya masjid yang berada ga jauh dari patung ikoniknya Tanjung Pasir, kamar mandi untuk membilas badan pengunjung yang sebelumnya main pasir atau berbasah-basah ria mandi air laut, juga warung-warung pinggir pantai entah sekedar menjual aneka makanan seperti seafood, pop mie dan minuman warung, pecel, gorengan, persewaan bangku untuk duduk-duduk, juga kios-kios cinderamata khas pantai seperti hiasan dari kerang, baju pantai, batik, daster, mainan, sendal, dll. Ada pula sewa permainan anak yang dibikin berupa perosotan rumah balon dan mandi bola. Juga odong-odong dan lainnya #duh bisa gawat kalau pas bawa anak, dan anakku nglirik permainan-permainan itu hahaha.... Ada juga persewaan tikar dan penjual layangan yang laris manis diserbu pembeli yang hobi menerbangkan layangan di pinggir pantai karena anginnya kenceng. 

Pantai Tanjung Pasir termasuk pantai yang memiliki pasir putih cukup luas. Kami sendiri begitu tiba di depan pantainya, ya akhirnya  nggewah-nggeweh aja berjalan di sepanjang pinggiran pantai. Dari ujung hingga ujung bulak-balik sampai capek, sambil itu pula kaki mainan pasir. Aku nyeker aja, lupa bawa sendal jepit. Lupa juga bawa kain pantai dong yang harusnya bisa buat duduk-duduk. Jadi terpaksalah nyewa bangku yang ada di pinggiran situ, sembari pesen indomie goreng ama minuman. Ya, kalau duduk doang kan ada yang kurang ya. Ya udah lah tambahi aja buat gayem-gayem indomie goreng meskipun aku yakin betul kalau di tempat ginian mah indomienya pasti digetok harga mahal, huehehe... Pokoknya 2 mangkuk indomie goreng pake telor, 1 buah air mineral, 1 larutan penyegar cap badak, 1 bangku buat duduk-duduk sepuasnya, itu totalnya hampir cepek (Rp 100 ribu red #meringis deh gw, tapi Pak Su mah biasa aja, haha). Mana rasanya pas udah dianterin indomienya kagak sesuai ekspektasi lagi soalnya dimasakinnya kurang mateng, jadi ada beberapa sisi yang mienya masih keras, dan telurnya juga mabyurrrr hahhaha...tapi ya sudah lah ya, gw makan juga. Gluk-gluk sambil itu tenggorokan gw guyur pake larutan penyegar, biar kerasa lebih enakeun...





























Oh ya, sebelumnya juga aku ngliat tukang cilung dan juga telur gulung. Penasaran sih pengen tahu rasanya kayak apa, akhirnya beli Rp 10 ribu. Yang telur gulung ternyata kocag dong, soalnya ga kayak telur gulung pada umumnya. Jadi telur gulung yang ini dalemnya telur rebus dipotong segi empat dan dicelupin ke kocokan telur dan digoreng sampe kriwil-kriwil. Walaupun rasanya enak, tapi sempet kaget aja karena beda ama telur gulung pada umumnya.

Nah, di pantainya ini kami ga lama-lama sih. Abis makan indomie goreng dan ngadem bentar (menikmati sejuknya angin), ya wes, balik pulang. Sebenarnya ada opsi lain yang lebih mendebarkan ketika berkunjung ke Pantai Tanjung Pasir, yaitu ketika memutuskan untuk ikut menyeberang ke pulau seberang. Pulau tersebut bernama Pulau Untung Jawa.

"Pantai Tanjung Pasir"
Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten


Sensasi Menyeberang ke Pulau Untung Jawa

Sebenernya yang agak bersihan lagi adalah pantainya Pulau Untung Jawa. Dia ada di seberangnya Tanjung Pasir dan kalau mau ke sana bisa naik kapal yang kurang lebih budgetnya Rp 50 ribu. Tapi sejak ada baby, jarang juga kami sampai nyeberang, seringnya dulu pas masih berduaan bareng bapake barulah nyeberang, hahaha...

Dan for your info, sensasi naik kapalnya itu loh yang bikin ga bisa lupa tiap kali inget kenangan jalan-jalan ke Untung Jawa yang cuma beberapa menit dari Tanjung Pasir. Eh beberapa menitnya juga hampir sejam deng. Kira-kira 40 menitan lah. Model kapal-kapal yang disewakan itu bangkunya selang-seling dan kalau mau naiknya lumayan Pe-er ya apalagi kalau yang cewek pake rok haha... Jadi kita tuh harus meniti bambu super tinggi dulu yang bawahnya udah ketemu air buat naik ke badan kapalnya. Uda gitu biarpun kapalnya masih ditambatkan pake tali, tapi ya, karena di atas air tetep goyang-goyang. Nanti, jalannya itu nunggu kapal udah agak penuh. Kira-kira sampai 50-100 orang lah baru mau jalan. Sebab kalau masih dikit ya abangnya tekor bensin dong.  Eh kok bensin ya, aku ga tau deng bahan bakar kapalnya pake apaan. Nanti, begitu bangkunya udah keisi semua, langsunglah mesinnya dinyalakan dan mengarunglah beramai-ramai dengan terpal yang layarnya berkibar-kibar terkena angin. Sensasinya itu lumayan bikin mabok juga sih sebenarnya. Sebab kadang ya goyangnya agak kenceng, hahaha.... Pernah kan ya, pas angin dan ombaknya saling ketemu, langsung itu aer pada masuk uda kayak adegan Titanic mau dinyanyiin lagunya Celine Dion. Seru dan mendebarkan, takut kapal tau-tau mbalik, hahahhahahha......  Terus kalau pas dapet moment bagus, ya bisa motret kawanan burung camar yang bisa baris rapi pas bertengger di pucuk-pucuk pancang yang ditanam di laut lepas. Serius cakep banget kalau pas dapat moment itu.






Nah, begitu sampai pulaunya nih........pemandangan yang disajikan di sana adalah pasirnya yang kelihatan lebih putih dan bersih ketimbang yang di Tanjung Pasirnya. Ada pula kuliner pantai seperti warung tenda yang menjual olahan ikan laut dan seafood lainnya, lotek, indomie, ciki-cikian, es limun, es kelapa muda, dll. Menuju ke dalam lagi akan ada hutan bakau, rumah warga desa yang dicat warna-warni, juga beragam penginapan atau guess house yang menawarkan banyak fasilitas dengan harga yang terjangkau. Nanti kalau udah menuju jam-jam pulang, bakal dihemput lagi pake kapal yang akan mengantarkan kita ke Tanjung Pasirnya. Bisa dengan kapal yang sebelumnya kita naiki, atau bisa pula beda nama. Tapi ratenya sih kurang lebih samaan, yaitu sekitar Rp 50 ribu.