Senin, 08 Februari 2021

Ibu Susu = Ibu Kucing ^_^



Aku merasa bahwa di kampung udaranya jauh lebih kering dibandingkan dengan di kota. Kalau sudah berangin alamak bisa bergemeletukan itu gigi geligi. Aku jadi sering minum air dari termos yang sudah kudinginkan sebelumnya. Lalu aku seduh teh tubruk dengan gula pasir sebanyak 2 sendok makan (bukannya sendok teh) dan kubawa gelas bergagang yang menampungnya ke teras yang halamannya sekarang sudah dipenuhi dengan bunga-bunga anggrek. Ya, aku suka sekali duduk di sana. Bengang-bengong saja sambil mengunyah jajanan pasar atau kalau pagi kugunakan untuk aktivitas menyuapi Kakak dan Mas Montogh sembari berjemur. Pak Suamiku tercinta juga ikutan berjemur hihihi

Baca juga : Kucing (Siluman)?



Tapi akhir-akhir ini ga ada matahari sih. Cuacanya cukup berawan. Hembusan angin kering sesekali menerbangkan daun-daun jati yang tumbuh di luar pagar. Di kolong-kolong kursi, kucing-kucing Bapak juga ikut mengeong mengusik-usik kaki, meminta jatah pindang yang sebenarnya sudah dijadwal sebanyak 3 kali. Kucing-kucing ini sudah beranak pinak sampai 5 generasi. Dua babon betinanya yang sudah beranak badannya memang montok. Pasangannya kucing liar entah punya siapa. Kucing Mbarong katanya hahahha..... 

Terus kalau dilihat dari foto di atas, 3 kucingnya jadi gemuk-gemuk banget kan ya. Padahal cuma ngempeng. 'Bensin' sebenarnya ya tetep pindang goreng bahkan kadang-kadang lele kukus. Jadilah seendut sekarang. Terutama yang item. Itu njebobrok banget, Ya Alloh. Dua saudaranya yang lain masih langsingan dikit sih daripada dia. Oh iya, untuk si Ibu Susu ini, dinamai Bapak dengan sebutan Telon. Ini karena warna bulunya yang 3 macam. Putih, item, juga oranye yang kalau dalam bahasa jawa disebutnya kembang telon.  Jadi bukan karena sering dipakaikan minyak telon seperti bayi loh ya, hahaha.
















Ngomongin di kampung, aku jadi ingat, beberapa hari sebelumnya, saat aku masih dalam kondisi otw, isi pesan WA ibu mengatakan bahwa beliau sangat gembira karena sudah setahun anak tengahnya ini ga pulang. Jadi Beliau ketik aku mau dimasakin apa. Aku bilang apa saja mau lah, kan semua masakan ibu aku suka (((emot aleman minta disayang))). Lalu ibu minta agar aku bilang yang lebih spesifik supaya bisa disiapkan sebelum aku tiba di rumah. Ya udah soto atau rica-rica aja aku maunya. Kemudian dibalas cepat oleh ibu dengan jawaban ya, biar Beliau tinggal memesan bahan-bahannya ke Mbak Nur si tukang sayur yang biasa ngiter pakai sepeda. Kalau rica-rica sih tinggal modal bawain entog ke konconya ibu yang pintar masak buat dibikinkan jadi rica-rica. Spesialis rica-rica dia jago kata ibu. Ealah Mamine, takirain dirimu yang masak, jebul tinggal dipasrahkan sama tetangga dan nanti tinggal bayar jasa masaknya saja, hahhaha...Tapi murah loh, 1 entog cewe yang badannya agak semok dibikin jadi 2 versi yaitu pedes dan juga manis, yang 2 sepanci cuma kena charge Rp 50 ribu #ya surga dunia banget kan rasanya hehehe....

Tapi lucu juga sih, pas awal aku sampai di rumah, ternyata Ibu bilang entognya belom diapa-apain sama tetangga. Setor kemaren, eh masih dianggurin juga tuh entog, jadilah rica-ricanya nunggu bisa diantarkan beberapa hari lagi. Sebagai gantinya ibu masakkan kami mie goreng jawa yang ada jamurnya terus atasnya dikasih taburan kucai hasil tanem sendiri. Lauknya tempe goreng tepung biasa sih, tapi entah kenapa rasanya jauh lebih enak dari yang di kota. Kenapa ya? 




Rica-rica yang ditukar tambah dengan 2 buah semangka besar hasil perburuan di pasar kemarin. Soalnya ada yang inisiatif membelikan itu sebagai buah tangan selain tentu saja perintilan sembako gula kopi dkk. Ya, sebelum sampai rumah  mampir dulu ke Indomaret karena susu habis. Kebetulan sebelahnya ada kios buah yang buahnya itu jejer-jejer ayu banget. Ada jeruk yang sedang diskon, anggur hitam, apel fuji, pear, belimbing demak, rambutan, dan juga duku Palembang. Dukuuuuuu? Aku mau itu. Belilah aku 2 kg. 

Semangka yang dibelikan Suamiku juga dikomentari ibu. Katanya kok besar banget. "Kebanyakan Nduk ngasihnya, siapa yang bakal menghabiskan wong cuma berdua thok di rumah." Kami semua tertawa, tau sendiri kan ada seseorang yang sifatnya royal banget dan kalau belikan sesuatu sukanya kebanyakan, siapa tuh ya, hihihi 🙄🤭. Ya Pak Suami sih. Tapi semangkanya pas difoto lupa dibelah, jadi ga kelihatan dramatis bagaimana merahnya. Padahal seger banget itu. Dibelahpun cuma satu dan sangat berair. Sepiring langsung raib ditelan massa, haha. Duku Palembangnya tapi masih disimpan di dalam kulkas. Bukannya makan duku dalam keadaan dingin terasa lebih nikmat.




Saat di kampung, aku banyak menjelajah lemari yang berisi buku-buku pelajaran waktu masih sekolah dulu. Kubuka-buka lagi catatan jaman itu dan alamak, ternyata aku pernah menulis dengan sangat rapi, quote in quote ketika sedang rajin ya. Buku biologi yang penuh dengan gambar-gambar organ dalam mahluk hidup kukerjakan semuanya dengan detail. Begitupula buku geografi yang penuh dengan peta dunia, atau fisika yang penuh dengan gambar pencerminan dan posisi gerhana baik bulan maupun matahari. Matematika pun sama, tapi khusus yang ini banyakan simbol integralnya sih hahaha... Bahkan aku ingat, saat SMP, Bu guru biologiku menugaskan kami para siswanya untuk menggambarkan kategori hewan vertebrata dan invertebrata. Tugasnya dibikin di atas sebidang kertas karton berukuran lebar untuk nantinya akan dipajang di depan kelas. Ada yang kebagian mamalia, amphibia, aves, reptilia, serta pisces. Aku kebagian aves atau bangsa burung. Gilaaak, entah karena darah seniku agak dominan atau gimana, akhirnya kugambarlah itu burung beserta jeroannya (maksudku organ dalamnya) dengan metode pewarnaan yang sangat tertata ckckck. Lalu teman-teman yang lain saat menengok ke arah gambarku langsung terkesima, katanya kok aku bisa gambar sedetail dan senyeni itu biar kata itu cuma tugas biologi ......bukannya tugas kesenian. Akupun tersenyum senang apalagi saat Bu Guru turut mengapresiasi dan bilang supaya yang lain mencontoh. Salah seorang teman yang jago gambar, namanya Broery (ga ada embel-embel Marantikanya sih), dia juga dapat pujian. Soalnya gambarnya bagus walaupun warnanya cokelat semua. Iyalah dia kebagian gambar cacing. Jadi agak merinding aku bayanginnya. Soalnya aku jadi ngeliat cacing berukuran besar. Serem. Aku kan takut binatang uget-uget, walaupun itu cuma gambar. Di buku paket yang ada ilustrasi cacingnya aja suka aku skip-skip karena geli, hahaha...

Tapi kadang tulisanku ada yang miring-miring juga. Aku jarang nulis latin sih. Tulisan biasa aja, cuma model  beberapa hurufnya jadi kelihatan agak kotak. Bahkan novel bodohku yang pernah kutulis jaman itu akhirnya ketemu juga, meski setelah kubaca-baca lagi isinya agak bikin aku pengen tutupan muka. Gila saat itu imajinasiku sudah sedemikian tingginya. Haha, bakat ngayal amat. Tapi aku ketawa-tawa aja karena akhirnya apa yang aku cari ketemu juga.  Ada 3 buku, semuanya masih menggantung. Ga ada yang selese. Keburu Ujian Nasional waktu itu. Jadi lebih fokus ke belajar.












Begitulah sekelumit cerita tentang rumah masa kecil, kucing, rica-rica entog, semangka, mie goreng jawa, juga buku catatan jaman sekolah....banyak ya ternyata yang kutulis. Tadinya mau nulis pendek aja, tapi akhirnya kebablasan. Biasa lah kalau judulnya cerita tentang masa kecil bawaannya pengen gaspol aja aku hehehe. Tapi aku tengok atap lemari, masih ada loh itu gambar burung jaman SMP...gambar aves beserta organ dalamnya maksudku. Body luarnya aku warnain pink, organ dalamnya aku bikin warna-warni. Tapi Bu Guru bilang bagus...lalu sempat mejeng di depan kelas mewakili aves diantara kategori hewan vertebrata yang lain. Sedangkan gambar si Broery mewakili salah satu kategori invertebrata kategori cacing. Urusan menggambar dulu kami memang saingan. Jaman SMP sih itu. 

Dan tanpa kusadari ternyata sudah panjang aja ya tulisanku. Terima kasih sudah membaca dan meluangkan sejenak kehadiranmu di laman ini...

Nita
Xoxoxo