Selasa, 22 Februari 2022

Review Buku : The Hen Who Dreamed She Could Fly, Hwang Sun Mi





Oleh : G Nita



"The Hen Who Dreamed She Could Fly"
Penulis : Hwang Sun Mi
Penerjemah : Dwita Rizky
Penerbit : BACA, PT Bentang Aksara Cahaya
Cetakan I : November 2020
ISBN : 978-602-6486-52-3



Dari balik jeruji besi sebuah kandang, seekor ayam petelur yang menamai dirinya Daun tengah asyik mengamati kehidupan di luar kandang. Baginya, keluarga halaman tampak begitu menyenangkan. Bunga putih bermekaran di pohon akasia, ayam jantan dan betina berjalan beriringan~mematuki biji-biji jagung diantara kaki-kaki mereka. Lalu yang lainnya mengerami telur di sarang yang hangat. Bebek-bebek berbaris rapi siap menuju bendungan. Anjing Tua berjaga-jaga walau sering ribut mengejar bokong bebek dan mengajak bercanda. Daun ingin sekali bergabung dengan mereka. Ia punya cita-cita bisa mengerami telur-telurnya sendiri dan menetaskannya menjadi anak-anak ayam. Bukan menggerutu tiap kali majikan laki-lakinya datang ~menyorongkan pakan pada saat jam makan tiba. "Makan yang banyak. Hasilkan telur besar yang banyak!" Begitu katanya. Juga kehilangan semangat tatkala majikan perempuannya mengambili telur-telur itu jika waktu bertelur sudah tiba. Ia merasa ini tidak adil, kenapa ia yang sudah bersusah-payah bertelur tapi telurnya selalu diambil, tidak pernah menetas menjadi anak ayam seperti yang ayam betina di halaman selalu dapatkan. Ia ingin keluar kandang. 

Suatu hari, Daun merasa tidak lagi berselera makan. Makin hari badannya makin kurus bahkan untuk menghasilkan telur saja ia lumayan kesusahan. Beberapa kali telurnya buruk. Bahkan yang terakhir berupa cangkang yang agak lembek hingga oleh majikan perempuan langsung dilemparkan begitu saja ke halaman dan membran putihnya langsung dilahap oleh si Anjing Tua. Daun sangat sesak melihatnya. Ia tampak patah hati karena sangat menginginkan bisa melihat anak-anak ayam dari telur-telurnya. 

Karena merasa sudah dekat dengan ajal, maka majikan laki-laki mengirimkan Daun ke lubang pembuangan bangkai ayam. Tak tahunya Daun masih hidup. Ia panik dan berhasil diselamatkan oleh Bebek Pengelana yang tampak bergabung dengan keluarga halaman baru-baru ini. Kata Bebek Pengelana, Daun harus jauh-jauh dari tempat itu karena setiap saat musang akan datang mengintai. Daun pun berterima kasih padanya karena sudah diselamatkan. Keduanya kini berteman. Meski saat sama-sama menuju ke halaman, yang lainnya langsung bersikap sinis pada mereka dan memberikan penolakan. Bebek liar yang bercorak hijau dan hitam itu jelas berbeda dengan bebek rumahan dari keluarga halaman. Apalagi Daun. Sudah jelas-jelas semua menunjukkan antipatinya pada Daun. Bahkan Daun tidak dianggap ada. Mau makan saja tidak ada yang mau berbagi. Ayam-ayam di halaman tampak begitu bossy dan arogan. Begitupula Anjing Tua yang tak ada ramah-ramahnya. Hidup di luar kandang ternyata sangat menyedihkan. 

Agar tidak kelaparan, Daun harus berjalan agak jauh sedikit ke pekarangan. Sampai menemukan sawi atau hewan-hewan kecil yang bisa dipatuki yang sekiranya tidak mengganggu makanan ayam-ayam lainnya yang pelit. Malamnya, ia terpaksa tidur di bawah pohon akasia karena Anjing Tua melarangnya menyentuh area halaman. Bahkan keesokan paginya, Ketua Ayam Jantan mengancamnya sudah harus angkat kaki dari situ dan jangan pernah dekat-dekat lagi. Katanya ayam petelur menurut peraturan tidak bisa bersanding dengan ayam biasa yang memang sudah biasa keliaran di halaman. 

Bebek Pengelana juga tampaknya sudah punya pacar sehingga kadang sibuk sendiri. Pacarnya adalah Bebek Putih Susu yang setiap pagi diajaknya ke bendungan dengan riang. Daun pun tiba-tiba merasa sendirian.

Di tengah rasa putus asanya itu, serta ketakutannya diincar musang, suatu hari ia mendengar suara 'kwek' aneh yang tertahan. Daun mencari sumber suara itu namun tak berhasil menemukan apa-apa. Ia juga akhir-akhir ini tak mendapati Bebek Pengelana dan pacarnya si Bebek Putih Susu berjalan di dekat situ. Apakah mereka berdua sudah pergi dari keluarga halaman? Kalaupun sudah pergi, mengapa tidak mengucap salam perpisahan. Daun merasa sedih. Daun kehilangan satu-satunya teman yang dipunyainya.

Suatu hari, ia menemukan sesuatu yang sangat berharga di semak-semak bunga mawar. Saat masuk ke dalam rimbunnya sarang, tampak sebutir telur berukuran besar dan berwarna biru bergulir di sana. Melihat hal itu, terang saja ia kegirangan. Dalam benaknya ia berkata, apakah ini yang disebut sebagai takdir, bahwa ia bisa mengerami telur dan menetaskannya. Lama ia menunggu apakah Ibu Telur akan kembali ke sarang dan mengerami telur tersebut. Ternyata yang ditunggunya tak muncul-muncul juga. Daun pun sangat gembira. Perlahan ia mulai menempatkan dadanya yang telanjang untuk menghangatkan telur itu. Ia mengeraminya dengan telaten dan kasih sayang, berharap suatu saat nanti akan mendapat panggilan merdu 'ibu'. 

Hari ini hatiku berasa diremas-remas oleh sebuah cerita sederhana yang manis tentang hubungan ibu dan anak, dalam hal ini Daun dan Jambul Hijau yang berbeda spesies. Satunya ayam, satunya lagi bebek. Keduanya memiliki kemistri yang sulit dipisahkan, saling memiliki satu sama lain, tanpa melihat perbedaan yang mencolok. Daun tetap mencintai Jambul Hijau sepenuh hati meski awalnya mereka dipandang sinis oleh keluarga halaman. Terutama Ketua Ayam Jantan yang menyebut hal ini sebagai sesuatu hal yang mencoreng martabat kaum unggas bermahkota. Karena kok bisa-bisanya ada ayam mengerami telur dan setelah menetas, telurnya adalah berisi anak bebek. Daun diolok-olok dan dipermalukan dengan sangat. Ia juga ditolak masuk ke suatu kelompok, dipandang remeh tidak sanggup mendidik anak bebeknya, dighibah, dan diincar kawanan pemangsa. Tapi semua itu tidak menyurutkan semangat Daun untuk cepat belajar. Biarpun dengan pontang-panting caranya, tapi ia sangat bertanggung jawab dalam hal melindungi dan membesarkan Jambul Hijau hingga anaknya tumbuh menjadi bebek dewasa yang kuat dan tangguh. Bisa terbang cantik di udara, membumbung tinggi di angkasa dan menjadi penjaga yang disegani diantara kawanan bebek liar lainnya pada saat migrasi tiba. Meski endingnya pilu, tapi dari sini kita bisa belajar dari Daun untuk bisa tulus memberi tanpa berharap meminta. Daun adalah ayam petelur yang punya impian. Biarpun impiannya terdengar mustahil, tapi ketika ia gigih mengusahakannya, niscaya semesta yang akan menjawabnya sendiri, bagaimana keinginan-keinginan Daun akhirnya bisa terkabul. Meskipun dengan cara yang tidak biasa. 

Daun merentangkan sayapnya untuk memeluk Jambul Hijau yang sudah dewasa. Ia memeluk Jambul Hijau untuk waktu yang sangat lama. Daun merasakan kelembutan bulu dan aroma tubuh Jambul Hijau. Diusapnya punggung Jambul Hijau (hlm 164)


"Mau pergi...."

Daun tahu kalau suatu saat hari seperti ini akan datang. Namun, ia tidak tahu bahwa mereka tidak akan sempat bertukar kata dan salam.

Jambul Hijau kembali membumbung. Kemudian ia mengepakkan sayap sekuat tenaga untuk mengejar kawanannya yang sudah jauh. Cerita-cerita yang selama ini disimpan untuk diceritakan suatu hari, langsung keluar secara bersamaan. Namun bukan melalui kata-kata, melainkan melalui tangis yang pecah (hlm 196)

Ah, buku ini tiba-tiba membuat mataku basah :* 






9 komentar:

  1. Oh jadi endingnya Daun si ayam petelur mati di mangsa musang ya, sedih juga sih, kirain dijadikan ayam geprek.😂

    Sebuah kisah fabel yang luar biasa ya mbul, ini dongeng yang tidak biasa. Biarpun dongeng tapi aku merasa kalo yang baca anak-anak belum bisa mengerti atau cukup berat dicerna kecuali harus didampingi orang tua.

    Ulasan buku yang bagus mbul.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baca review nya jadi ingat film Doraemon yang Nobita menemukan telor dinosaurus. Telor itu dierami dan akhirnya netas lalu Dino itu menganggap Nobita mamanya. Akhir cerita terpaksa Nobita melepaskan tuh Dino ke zamannya. Doraemon yang tidak tega melihat Nobita sedih terus akhirnya mengeluarkan alat dan jadilah truk Dino Dutro.🤣

      Aku yakin mbul sudah tahu bahkan mungkin nonton film nya ya. Agak mirip dengan Daun dan mbul ijo.😁

      Hapus
  2. bagus bukunya... dongeng tentang ayam...
    sangat menarik untuk dibaca.

    thank you for sharing

    BalasHapus
  3. review yang bagus
    ada ayam bernama Daun

    BalasHapus
  4. Habis baca ini aku kok jadi kasian sama ayam2 ku di rumah ya nit. Ada 6 ekor ayam kampung...jago + babon. Mereka tak taruh di kebun belakang. Dulunya di umbar, tapi lama kelamaan ga enak sama tetangga karena ayamku bisa main ke kebun sebelah (lompat tembok pembatas).

    Terus tak kandang, lumayan gede..mereka masih bisa lari2 bisa ceker2 di tanah.

    Tapi, swmenjak tak kandang...telurnya nggak pernah ditetesin...soalnya klo ga sigap segera diambil, dimakan ato diinjak sama jago.

    BalasHapus
  5. Revievnya bagus Mbak nit, dongeng bebek ada ,. Dongeng ayampun ada. Dan?? Berbicara akan ayam Tari juga pelihara ayam buat ramen - ramen rumah Mbak nit?? Sekalian buat hiburan saya Dan bunda.

    BalasHapus
  6. Cuma nambahin : aku ngreview en ngresensi buku dalam rangka ngisi artikel saja ya untuk mengisi blog....aku memang lebih suka ngresensi buku yang sifatnya fiksi...sebagai program dimana aku lagi rajin merajinkan kegiatan bacaku lagi ^^

    BalasHapus