Jumat, 18 Maret 2022

Review Buku : Aroma Karsa, Dee Lestari




Berjuluk si Hidung Tikus, Jati Wesi adalah pemuda sederhana yang digembleng oleh kerasnya kehidupan TPA Bantar Gebang. Ia bekerja 7 hari seminggu dengan 4 profesi : tukang kebun, pegawai pabrik kompos, pegawai Nurdin Suroso di lapak tanaman hias, dan pegawai Khalil Batarfi di toko parfum Attarwalla. Seluruh gajinya ia serahkan pada Nurdin yang sering ia sebut sebagai 'Mbah' dan konon harus diajeni seumur hidup karena memungutnya dalam kondisi bayi merah yatim piatu. Meski sosok tambun tua itu tak lebih dari parasit yang memperkerjakannya bak sapi perah tapi Jati tetap santun padanya, mungkin sebagai kompensasi atas tempat tinggal yang boleh ditumpanginya selama ini. Toh ia masih punya sosok lain yang bisa dianggap sebagai 'bapak' meski tidak ada hubungan darah sama sekali. Adalah Khalil Batarfi, guru kimianya saat SMA, yang kemudian merekrutnya sebagai peracik parfum di toko parfum refill murahnya yang punya kans besar di mata pelanggan. Memang, di rumah Khalil ini, Jati selalu dianggap sebagai anak lanang olehnya dan juga istrinya Lasti yang memang tak memiliki anak. Siang hari sepulang sekolah, tujuan Jati adalah makan siang di sana. Biar kata cuma pakai lauk ikan asin dan kuah bening, tapi itu sudah membuat ia bahagia.



Judul Buku : Aroma Karsa
Penulis : Dee Lestari
Penyunting : Dhewiberta
Penerbit : Bentang Pustaka
Terbit : Agustus 2021, cetakan kedelapan
Tebal : xiv + 710 hlm.
ISBN : 9786022914631


Sampai suatu ketika, Khalil dan Jati ditangkap polisi karena aduan dari Kemara, perusahaan parfum mentereng di Jakarta yang menduga Attarwalla mereplika salah satu parfumnya yang bertajuk Puspa Ananta. Penangkapan itu diakhiri dengan kongkalikong antara kepolisian, Jati, Khalil, juga sang empunya Kemara yaitu Raras Prayagung. Sebabnya adalah setelah menelusuri siapa itu Jati Wesi, maka perempuan ningrat itu seperti menemukan kunci agar Jati bisa membawanya pada cita-cita terluhurnya selama ini : Pencarian Puspa Karsa. Bunga yang menjadi dongeng tidurnya semasa kecil. Bunga yang digadang-gadang Janirah, Eyang Putrinya (sang Pelopor Kemara) sebagai sesuatu yang bisa mempengaruhi. Kata Janirah sebelum menghembuskan nafas terakhir : "Puspa Karsa bukan dongeng. Sebelum 'dimana', kamu harus temukan 'siapa'. Ke hidung orang yang tepat, Puspa Karsa akan menampakkan diri." (hlm 3-4)

Singkat cerita, Jati dikontrak bekerja seumur hidup untuk Raras Prayagung (walaupun pekerjaannya sendiri masih penuh dengan misteri). Ia pun segera berkemas untuk pamit ke orang-orang terdekatnya di TPA, Khalil dan istri, juga Pak Tua bernama Anung yang menurut gosip adalah ayahnya. Jati sebenarnya baru tahu Anung setelah dewasa. Ia memang sengaja diasuh Nurdin karena waktu itu Anung ditangkap polisi setelah kedapatan menyembelih istrinya untuk dikeringkan darahnya dan dilarutkan ke aliran sungai. Sejak saat itulah Anung dipenjara. Ia juga mengalami demensia. sehingga sering berkata aneh, tapi meski begitu Jati tetap hormat padanya. Bahkan Sarip, petugas sipir yang juga sudah Jati anggap sebagai Abang sering geleng-geleng kepala karena Anung yang kerap menyebut dirinya sebagai Raden Mas. Belum lagi kalau dijenguk Jati ia sering menyebutnya sebagai Randu (bukannya Jati). Randu harus menjaga Malini. Siapa Malini? Mana Ambrik (nama istrinya), Kamu sangat mirip dengan rainamu (ibumu), Empu Smarakandi murka, Desa Dwarapala, dsb. Semua Jati catat di bukunya meski ia tak paham maksudnya apa. Walau akhirnya kata-kata ini mengantarkannya pada satu takdir baru yang tak pernah ia sangka-sangka, suatu takdir yang begitu tipis antara dongeng dan nyata.





Okey, lanjut lagi ceritanya 😉😁

Saat Raras menelusuri buku catatan Jati dan di sana ada sepenggal kalimat di luar komposisi penggambaran campuran bibit parfum yang biasa diramunya, wanita itu merasa tersentak  bukan kepalang. Sebab ada kata-kata Jati yang persis sama seperti yang diucapkan oleh si pecinta anggrek Alm Prof. Djatmiko yang 26 tahun silam melakukan pencarian Puspa Karsa yang pertama. "Apa gerangan yang baru saja terjadi?" Jika bunga-bunga di dunia bisa bicara, mereka akan menyatakan kecemburuannya pada bangsa anggrek. Tidak ada bunga lain yang dapat membuat manusia lebih tergila-gila (hlm 57) Jadilah Raras semakin yakin Jati bisa membawanya ke arah sana.

Setelah pamitan massal pada orang-orang di TPA, dan beberapa rumah yang ia kerjakan tamannya, Jati pun dibawa ke kediaman Prayagung yang megah. Belum ada ngobrol-ngobrol masalah job desknya sih karena mereka akan makan siang bersama. Juga pengumuman bahwa Jati akan tinggal di paviliun rumah itu. Karena baru saja mendengarnya, tentu saja Jati shocked. Ia pikir hanya diikat dengan pekerjaan. Bukan tempat tinggal. Bahkan ia sendiri masih meraba-raba kontrak seperti apa yang akan ia jalani bersama Keluarga Prayagung. 

Sampai suatu ketika, baru juga makan siang akan dibuka, tiba-tiba dari lantai atas timbul keributan yakni suara orang muntah-muntah. Seisi rumah pun gempar. Jati hanya bisa melongo karena kata Mbok Wijah kepala pelayan yang sudah mengabdi puluhan tahun di situ : "Mbak Suma....apa namanya ya...Semacam alergi Mas." (hlm 127). 

Penciuman Suma (wanita muda dan cantik yang Jati lihat di pigura foto dan mengenakan baju merah bersandingkan dengan Raras Prayagung) punya kesamaan dengan Jati. Penciumannya peka. Tapi susah dikendalikan. Makanya ia muntah-muntah jika ada sesuatu yang asing masuk dalam rumah. 

Ternyata keberadaan Jati yang terlihat dianakemaskan oleh Raras Prayagung membuat Suma sebal. Ia khawatir Jati akan menggantikan posisinya di mata sang ibu yang ternyata adalah ibu angkat. Usia Suma dan Jati sama. Sama-sama 26 tahun. Sama-sama punya indra penciuman yang tajam. Sama-sama berkarakter. Sayangnya hal tersebut malah membuat mereka bagaikan Tom and Jerry. Bertengkar melulu sepanjang hari. Padahal Suma ditugaskan Raras untuk memperkenalkan Kemara dan core businessnya itu. Sebenarnya yang defensif itu Suma. Jatinya santai saja. Karena sudah bawaan orok kali ya jadi orangnya santai. Cuma karena setiap berhadapan dengan wanita cantik berpipi merah jambu itu tegang, jadi yang ada adalah sebal-sebalan. Mungkin mirip-mirip admin pas lagi PMS kali ya 😂🤣😳😱, makanya Sumanya galak segalak harimau benggala. Tapi meski demikian, lama-lama ya Jati ini membuat penasaran juga. Hingga akhirnya Suma berubah menjadi anak kucing manja yang suka mendusel pada induknya yang dalam hal ini adalah Jati (sosok yang jauh lebih dewasa darinya, menenangkan, dan pintar ngemong) 

Setelah disulap menjadi calon profesional (bahkan sampai ditraining ke Greese Perancis), Jati pun dipersiapkan untuk tujuan Raras yang sesungguhnya. Ekspedisi pencarian Puspa Karsa di Gunung Lawu yang menyimpan seribu misteri. Begitu pula dengan orang-orang yang menyertainya. 

Apakah Puspa Karsa itu benar-benar ada dan bukan hanya sekedar dongeng? Apa yang terjadi dengan ekspedisi pencarian Puspa Karsa 26 tahun silam hingga membuat Raras Prayagung bisa menjadi pribadi seberpengaruh ini walau seumur hidupnya harus duduk di atas kursi roda? Berhasilkah ekspedisi kedua kali ini meskipun sebelumnya ditentang keras oleh sang juru kunci yang mengatakan bahwa mereka tidak mendapatkan restu untuk naik oleh Sang Gunung Lawu?

Review Pribadi Dariku

696 halaman itu tebalnya bukan main. Dan anehnya bisa aku lahap dalam 2 hari saja sampai terbit kesan-kesan di blog ini. Hmmm....Rekor!!!

Buku ini bikin senyum-senyum sendiri. 
Buku ini romantis, puitis, megah, dan menyengat dengan caranya. 

Kapasitas Dee dalam merangkai kata-kata memang juara. Diksinya lincah, renyah, indah diucap. Taburan merafora di mana-mana. Cenderung over. Tapi entah kenapa aku suka. Tak keberatan aku dibawanya mengurai detail demi detail aroma dari suatu benda, baik hidup maupun tak hidup. Seberapa manis ia digambarkan. Seberapa jadi penasaran orang ingin membaui. Jujur, aku adalah typical pembaca yang sangat menghormati puisi. Bahasa-bahasa kias. Bahasa-bahasa indah dan metaphore. Novel yang ditulis dengan memperhitungkan kata-kata yang indah, kelaziman pengucapan, makna, serta padanan kata yang kaya akan menaruh kans besar untuk kuberi atensi. 

Formula lapis pertama Kangga adalah racikan yang akan mengungkap kombinasi lima jenis mawar-mawar Damaskus, mawar Alba, mawar sentifolia, mawar teh, dan mawar kesturi. Lalu dijalin dengan manisnya aroma jambu, ceri hitam, kembang semak kupu-kupu, kembang tobira lantas disuntik kesegaran aras, basil, bergamot, daun melissa, daun spearmint, dan dihangatkan lada jambon, kayu masoi, karamel gula kelapa. Semua itu diikat akar 3 macam kesturi, akar orris, serta ambergris. Formula itu akan memancing desah siapapun yang membauinya karena merasa digoda oleh elusan selendang satin. Aroma Suma (hlm 396)

Perlahan Suma meraih bantal sofa, tempat aroma itu berkumpul paling pekat, lantas memeluknya erat-erat. Mata Suma memejam dan ia dapat melihat Jati, terbaring di sana meninggalkan jejak yang dibentuk oleh keringat, gesekan kulit, sapuan rambut. Aroma itu bagai pertemuan yang dilakukan diam-diam antara susu, garam, kecut jeruk, asap, kaldu, dan biji kapas. Samar dan rahasia, sekaligus khas dan memikat. Aroma Jati Wesi. (hlm 400)

Meski tidak semuanya puitis, karena banyak juga dialog-dialog yang natural seperti bahasa keseharian yang aku suka. Terutama saat para tokohnya sedang di setting tempat A, B, C yang ada di kehidupan nyata ya model ngomongnya memang seperti itu. Dialek-dialeknya khas. Jadi tuh melafalkan percakapannya kayak familier aja menurutku. Apalagi saat penggambaran keseharian Jati saat masih kere di sekitaran TPA, toko parfum murah, dan kitaran orang kecil lainnya. Pokoknya modelan dialognya kita banget deh. Sekali lagi natural. Dialog-dialog antara anak dan orang tua juga normalnya seperti itu. Baik antara Jati-Nurdin-Khalil-Anung atau Suma-Raras Prayagung. 

Di buku ini juga banyak bertabur penggambaran hidangan nusantara yang menerbitkan air liur. Modelan santapan warung yang kelihatan lezat (nasi uduk bertabur bawang goreng, orek tempe, dan jengkol) meski tak jauh dari gunungan sampah, atau hidangan mriyayeni di kediaman Prayagung.

"Aku perlu cium aroma tubuhmu. Semurni-murninya."

Suma tertegun mendengar permintaan Jati.

"Aku ingin merancang aroma DNA...yang...yang menyatukan semua Puspa Ananta. Kamu Pencipta Puspa Ananta. Aku...Aku ingin membuatnya berdasarkan aroma tubuhmu." terbata Jati, menjelaskan (hlm 389)

Aku sudah siap. Ketemu di kamarku? (hlm 391)

Lalu tadi aku bilang novel ini kental akan romansa. Ya, aku merasakannya begitu. Romansa cinta yang membuncah-buncah, menggelegak dan indah untuk direguk. Meski secara pribadi, aku harus belajar sabar karena pada awal-awal, aku tidak langsung jatuh cinta pada tokoh utama wanitanya yaitu Suma. Tokoh ini digambarkan dengan begitu menyebalkan, representasi dari cewek yang suka overthinking, egois, manja, judes/jutek/galak, cengeng, penakut, cemburuan, kekanak-kanakan dan insecure. Ia juga selalu membuatku sebal karena kok bisa-bisanya tokoh 'senyenenginable' kayak Jati digituin, Hahaha. Jati yang orangnya santai, selow kayak di pantai, kurus, tinggi, berkulit cokelat, pinter, pinter marketing juga #eh, teliti, detil, ngemong, santun, suka memendam tapi kelam, dan kalau sudah cinta ya cinta mati itu memang ga butuh waktu lama buat disukai pembaca. Ya, so typically to good to be true sih ya mungkin karena ini ada hubungannya dengan asal-usulnya yang sebenarnya adalah 'sesuatu' juga Suma yang juga 'sesuatu' (sesuatunya apa silakan dibaca sendiri 🤭😳). Memang harusnya diantara 1 tokoh utama harus ada yang benar-benar disukai hingga akhirnya bisa mengubah tokoh yang satunya lagi untuk bisa ikut disukai juga at the end of the day-nya, hehehe. Dan itu berhasil dibuat oleh Jati dan Suma. Ya, semuanya bermula karena beberapa moment yang membuat keduanya bagai Tom and Jerry akhirnya perlahan-lahan menjadi serba 'saling'. Saling bertanya, saling mengagumi, saling mencari tahu, dan saling-saling lainnya. Mungkin karena ada hubungannya dengan penciuman yang kuat, masa lalu yang diobrak-abrik, fase ngambek, lalu puncaknya berakhir jatuh cinta, hahahha. Klasik banget ya. Tapi itulah formula yang tepat~which is berhasil diramu menjadi dasar dari segala macam konflik cerita yang ingin diangkat penulis. Moment ketika Suma mulai berubah setelah diberi parfum aroma tubuhnya sendiri yang dalam hal ini dominan rasa jambu airlah yang paling aku suka. Di situ ceritanya mulai menjadi manis dan mendebarkan. Dee memang selalu tahu bagaimana cara mengambil hati pembacanya."Ia luput memperhatikan garis alis yang lebar dan serasi membingkai mata yang menyorot jernih. Ia terlewat memperhatikan belahan tipis di dagu Suma yang membulat, lekuk hidungnya yang mencuat dari lembah di kedua pipinya yang bersemu merah jambu. (hlm 406)


Terutama setelah setting di Kopitiam Terang Bulan, dibikinin parfum khusus, menyadari feromon Jati, dan kejadian di ekspedisi yang memperlihatkan segalanya jadi lebih terang benderang. Meskipun endingnya masih menyisakan tanda tanya besar, tapi aku yakin buku ini sudah dirampungkan dengan segala kapasitasnya. 

Terakhir, aku rekomendasikan buku ini buat kalian penyuka genre roman-misteri-adventure karena memang serapi itu susunan ceritanya, senatural itu dialog-dialognya, dan semendebarkan itu kisah romansanya. Aku ga komplain dengan penokohannya karena biarpun di awal terasa menyebalkan tapi berkat tokoh yang satunya lagi sanggup memberi dan melengkapi, maka yang ada adalah menjadi manis pada akhirnya. Ketegangannya pun berasa dari awal hingga separo menuju akhir. Semua kepingan bila perlu jangan sampai terlewat karena bisa jadi itu ada keterkaitannya.

Akhir kata, selamat membaca! 

Selamat membaui Jati si Kumbang dan Suma sang Kembang!