Senin, 24 Oktober 2022

Review My Neighbor Totoro



Setelah kepincut film besutan Ghibli, Spirited Away--yang jujur saja membuatku susah untuk berpaling, akhirnya kesampaian juga untuk menuntaskan filmnya yang satu lagi yakni My Neighbor Totoro. Cukup telat memang karena tahun produksinya saja sudah jelas beda dari tanggal review ini dibuat, bahkan kalo boleh jujur sebelum admin blog ini lahirpun, film ini sudah mengudara. Begitu hebatnya malah, sampai mampu melambungkan nama sang sutradara, Hayao Miyazaki, (yang konon katanya) setara dengan Walt Disney)




Film My Neighbor Totoro memang simpel. Tangan jenius Miyazaki bisa menciptakan sesuatu yang sifatnya mahakarya walau dalam bungkus yang sederhana. Bagi kita yang penonton awam, melihatnya mungkin tak ubahnya seperti menonton kartun pada umumnya. Gambar-gambar yang apik, karakter tokoh yang imut menggemaskan, serta cerita yang runtut dari awal hingga akhir. Tidak ada spekulasi-spekulasi apapun (meski tetap, di beberapa bagian selalu dilatarbelakangi oleh suara musik yang hening, cenderung seram). Artinya, cerita berjalan ceria-ceria saja, khas cerita anak-anak pada umumnya yang penuh dengan keajaiban. Namun hal tersebut berbeda, ketika kita sudah jeli dan tahu dimana letak-letak metafora Miyazaki bermuara. Ya, seperti biasa ruhnya film-film Miyazaki kan memang adanya di sana. Seperti halnya Spirited Away dan film-filmnya yang lain (menunggu antrian untuk direview). Mari kita tengok sejenak bagaimana jalan ceritanya.

Sinopsis My Neighbor Totoro

Dikisahkan, kakak-beradik Satsuki dan Mei yang merupakan putri dari Tatsuo Kusakabe, seorang profesor dari sebuah universitas--sedang melakukan perjalanan untuk hijrah ke rumah baru mereka di sebuah desa (di pinggir hutan) agar lebih dekat dengan rumah sakit tempat sang ibu dirawat. Sampai di sini, sudah agak kebayang ya betapa setting yang dibuat cukup mencekam dimana gambaran pedesaan yang dihadirkan cukup senyap, disertai gemerisik dedaunan dari pohon-pohon besar yang kerap tertiup angin. 

Untuk benar-benar mencapai rumah baru tersebut, mereka harus menyewa mobil pick up dan melintasi hamparan sawah yang menghijau dengan gemerick air yang begitu jernih penuh dengan berudu dan ikan-ikan.

Saat melewati sawah tadi, mobil mereka berhenti tatkala menjumpai seorang bocah berkepala pitak yang bernama Kanta (usianya sepantaran dengan Satsuki), dimana orang tuanya diserahi tugas untuk menjaga rumah baru mereka selama ini. Sang ayah keluar dan bertanya kepada Kanta dimana orang tuanya berada, lalu ditunjukkanlah posisi ibu dan neneknya yang sedang bercocok tanam di seberang sana. Sang Ayah kemudian menyapa mereka dari kejauhan sementara Satsuki dan Mei merasa Kanta terkejut ketika melihat mereka lalu akhirnya berbalik badan karena tersipu malu.

Sesampainya di rumah, Satsuki dan Mei merasa bahwa rumah yang akan mereka tempati sudah begitu tua dan beberapa tiangnya mau roboh. Mereka pun tertawa-tawa sambil berkata : "Rumahnya akan roboh.....rumahnya akan roboh!" (Entah kenapa di bagian ini aku ngerasa, 2 tokoh sentral film ini begitu polos dan layak dicintai,  segala gerak-geriknya terkesan alamiah dan 'anak-anak banget'). Kemudian mereka berlarian di depan pohon besar yang kata Ayahnya merupakan pohon champor

Setelah puas bercanda, sang ayah meminta mereka untuk mengecek setiap ruangan yang ada di rumah itu dan membersihkannya. Saat masuk ke dalam ruangan, tiba-tiba mata mereka tertumpu pada sebuah benda bulat kecil yang warnanya mengkilat. Ternyata itu adalah biji buah ek (donburi). Melihat hal ini sang ayah menyimpulkan bahwa pastilah ada tupai di langit-langit. Nah, mereka kembali ditugaskan untuk meninjau setiap sudut rumah dan membantu ayahnya beberes kembali.

Ketika masuk ke dalam kamar mandi, keduanya dikejutkan oleh mahluk hitam bulat seukuran bola pingpong yang sekilas punya mata dan berduri. Ketika tertangkap basah mahluk-mahluk tersebut langsung kabur ke dalam lubang yang ada di sela-sela dinding. Ayah ikut mengecek dan memastikan kalau itu bukanlah hantu seperti yang mereka takutkan, melainkan makurokurosuke. Jadi setelah mendengar penjelasan ayah, anak-anak langsung kompak menyanyi tentang Makurokurosuke. Lalu keduanya diperintahkan supaya mencari tangga untuk naik ke loteng dan membuka semua jendela supaya benda hitam tadi bisa keluar. 

Setelah mencari ke sana kemari dimana letak tangganya, akhirnya Satsuki menemukannya dan mengajak Mei untuk naik walaupun keadaan sangat gelap. Sesampainya di atas, mereka kompak berteriak, sehingga menyebabkan kumpulan makurokurosuke tadi kaget dan kembali bersembunyi. Satsuki langsung membuka jendela dan berkata pada ayahnya yang bekerja di bawah bahwa rumah yang mereka tempati benar-benar berhantu. Namun sang ayah tetap menjawab kalem. Malah Beliau berseloroh bahwa impiannya sejak dulu adalah ingin tinggal di rumah berhantu. Satsuki pun turun hingga meninggalkan Mei sendirian di atas loteng. Saat itulah mata Mei menangkap persembunyin makurokurosuke dan berhasil menepuknya satu untuk diperlihatkan kepada kakaknya. Begitu turun ke bawah, ia malah bertemu Oba-chan (nenek) yang menjaga rumah mereka selama ini. Mei kaget dan bersembunyi di belakang punggung kakaknya walau saat ingin memperlihatkan hasil tangkapannya malah berujung gagal. Di telapak tangannya tidak tersisa makurokurusoke yang dimaksud, melainkan hanya tinggal abu jelaga yang berwarna hitam. Oba-chan kemudian bilang bahwa itu merupakan susuwatari atau peri abu jelaga, dimana pada saat masih kecil beliau juga memiliki kemampuan untuk melihatnya. Sang ayah lalu bertanya, apakah bentuknya seperti hantu yang menyeramkan. Lalu Oba-chan menegaskan bahwa mereka tidak semenyeramkan yang dibayangkan. Jika kita tersenyum, mereka tentu akan segera berembug untuk pindah dari tempatnya semula.

Acara bersih-bersihpun dilanjut. Saat Satsuki sedang mencuci piring, Kanta datang membawakan kue beras dari ibunya. Namun baru saja disambut manis oleh Satsuki, Kanta jadi kikuk dan ngacir pergi dengan mengatakan bahwa rumah mereka berhantu sehingga akhirnya membuat Satsuki kesal meski kemudian ditertawakan seisi rumah. 

Malamnya, cuaca begitu dingin, angin bertiup sangat kencang. Saat Satsuki hendak mengambil kayu bakar, tiba-tiba angin menerbangkan kayu-kayunya ke arah pohon-pohon besar yang ada di pinggir hutan. Ia pun masuk dan ikut berendam bersama ayah dan adiknya sambil bercerita betapa menakutkannya keadaan di luar. Untuk meredam suasana, sang ayah tidak kehabisan akal, ia mengajak anak-anaknya untuk tertawa keras-keras supaya tidak takut lagi.

Keesokan harinya, mereka bertiga berencana menjenguk ibu yang dirawat di rumah sakit yang berada di dekat kota. Ketika bertemu ibu, anak-anak bercerita cukup antusias dengan kepindahan mereka. Lalu ibu bertanya, apakah mereka sudah betah di sana? Satsukipun berbisik bahwa sebenarnya rumah itu berhantu. Namun seperti tanggapan sang ayah, ibu malah tersenyum dan merasa tidak sabar ingin segera bertemu dengan hantu itu. Kata ibu, ibu sangat menyukai hantu. Beliau bertanya apa kedua putrinya suka hantu itu juga. Satsuki menjawab suka. Dan Mei menjawab tidak takut. Mereka pun tertawa gembira. Mereka optimis ibu akan segera pulang.

Sampai tiba saatnya Satsuki harus sekolah. Sebelumnya, karena sang ayah bangun kesiangan maka ia dan Mei berinisiatif membuatkan sarapan. Satsuki membuat sayur, sementara Mei membakar ikan walau hasilnya hangus. Satsuki juga sudah membuatkan bekal untuk semuanya, sampai akhirnya Micchan teman sekolah Satsuki datang menghampiri. 

Sementara kakaknya sekolah, Mei malah secara tak sengaja melihat mahluk berbentuk kelinci yang semi transparan keluar dari kolong rumahnya yang terbuat dari kayu. Karena kaget, kelinci itu menghilang namun kemudian muncul lagi dan dikejar oleh Mei. Karena  sudah keasyikan, Mei tak sadar sudah berjalan cukup jauh dan memasuki sebuah terowongan. Hanya topinya saja yang terjatuh di pintu masuk. Mei mengikuti kelinci itu sampai berada di sebuah pohon dengan akar yang meliuk-liuk. Kebetulan ada celah di bawahnya hingga membuatnya terperosok ke dalam dan jatuh ke badan seekor mahluk berbulu yang sangat imut menyerupai kelinci. Kali ini ukurannya jauh lebih besar. Siapakah dia? Mei bertanya : "Apakah kamu yang ada di buku gambarku?" Yup, mahluk bergigi besar dengan auman keras itu ia sebut sebagai Totoro, mahluk yang ada di sampul buku gambarnya. 

Mei merasa bahagia sampai-sampai kemudian ia terbangun oleh tepukan kakaknya yang menemukannya tergeletak di tengah hutan. Mei mencoba menceritakan pengalamannya tadi pada sang kakak. Namun Satsuki mengira Mei hanya bermimpi (walau sebenarnya ia dan ayahnya berpura-pura untuk mengiyakan saja supaya Mei tidak kecewa). Kata ayah : Bertemu dengan Totoro adalah suatu keberuntungan, karena tidak semua orang bisa bertemu dengannya. Ayah juga malah berkata bijak bahwa sebaiknya setelah ini mereka menuju kuil untuk berdoa. 

Keesokan harinya, sang ayah harus berangkat ke universitas dan pulang agak malam. Saat Satsuki sekolah, Mei dititipkan pada Obachan, meski akhirnya memaksa ikut kakaknya. Jadi terpaksalah Satsuki meminta ijin ibu guru agar membiarkan adiknya ikut belajar. Pulang sekolah kebetulah hujan turun dengan sangat deras. Sialnya, mereka tidak membawa payung. Di tengah jalan, kebetulan ada kuil kecil dimana akhirnya mereka memilih untuk berteduh. Satsuki meminta ijin kepada dewa penunggu kuil tersebut agar bisa menunggu setidaknya sampai hujan reda (di sini suasana terkesan magis). Sampai akhirnya Kanta lewat dan meminjami payung agar bisa pulang. Saat itulah Satsuki sadar bahwa sebenarnya Kanta adalah anak yang baik hati.

Ketika hari sudah malam, ayah ternyata belum juga pulang karena masih ada urusan yang harus diselesaikannya di universitas. Hal tersebut lantas membuat Satsuki dan Mei cemas. Dijemputnya sang ayah ke halte bus yang berada pinggir jalan (dekat hutan) meski Mei sudah ia bujuk untuk tinggal sebentar di tempat nenek. Namun Mei bersikeras ikut walaupun harus menahan kantuk dan akhirnya harus digendong oleh kakaknya. 

Di tengah hujan yang semakin deras, serta nyanyian katak yang bersahutan, Satsuki bolak-balik memastikan kapan bis ayahnya sampai di halte. Setiap bus yang lewat ia amati, namun sayang ayahnya tak juga keluar dari balik pintu bus. Kini ia hanya bisa berharap semoga bis terakhir membawa kepulangan ayahnya mengingat hari benar-benar sudah larut. 

Sampai di suatu titik (dengan setting tempat yang terlihat begitu hening dan mencekam), ada jejak kaki yang mendekat di samping Satsuki. Jejak tersebut terdengar berat, hingga saat Satsuki menoleh, terkejutlah ia bahwa mahluk yang ada di hadapannya kini adalah seperti yang ditemui adiknya kemarin. Totoro !!! That's why bagian ini merupakan adegan terbaik, karena penonton turut merasakan degup jantung Satsuki yang akhirnya percaya dengan apa yang diceritakan adiknya selama ini. 

Lucunya, si Totoro ini memakai selembar daun untuk menutupi badannya yang besar. Sudah barang tentu masih kebasahan bukan? Satsuki lalu mencoba meminjaminya payung, meski Totoro bingung bagaimana cara memakainya. "Kau harus memegangnya seperti ini," kata Satsuki mencontohkan. Setelah fasih memegang payung, Totoro pun menyadari bahwa tetesan embun jatuh membasahi payungnya sehingga membuatnya merasa senang. Ia lantas melakukan gerakan-gerakan yang sama, bahkan terakhir dengan mengerahkan seluruh tenaga supaya embun yang jatuh terdengar lebih keras lagi. Sungguh kocak dan membuat tertawa. Sampai akhirnya Satsuki yakin bahwa Totoro itu nyata, sembari dari kejauhan muncul sorot lampu bus yang ternyata merupakan bagian dari mahluk ajaib lainnya yakni Bus Kucing. Bus kucing ini berhenti tepat di hadapan mereka dan mempersilakan Totoro untuk naik. Sampai sebelum benar-benar menghilang dari hadapan, Totoro memberikan hadiah kepada Satsuki dan Mei (yang baru saja bangun) berupa biji pepohonan untuk mereka tanam.

Review My Neighbor Totoro

Sesederhana itu untuk merasakan pesan dari hati sebuah film. Penonton turut merasakan naik turunnya perasaan antar tokoh dengan sangat smooth. Sampai-sampai akupun merasa bahwa Mei yang polos ini begitu lekat dengan keseharian kita semasa kecil dulu. Tingkahnya yang suka meniru tokoh kakaknya juga akrab sekali bukan dengan sifat-sifat masa kecil kita? Juga beberapa kali melihat kelakuannya yang tanpa dibuat-buat seolah memang lucu dari sononya. Satsuki pun demikian, sangat sukses mendalami karakter kakak yang penyayang. Juga ayah dan ibu yang begitu lurusnya menerapkan pola pendidikan yang positif kepada putri-putrinya sehingga bisa kita pandang perlu sebagai alternatif cara mendidik anak. Bahwa parenting belief pun bisa membuat orang tua terasa seperti sahabat, selain juga melindungi dan mengayomi tentu saja. Juga kasih sayang Oba-Chan dan juga Kanta kepada keluarga Kusakabe yang secara adat ketimuran sangat kental walaupun hubungan mereka hanya sebatas tetangga.

Adapun metafora Miyazaki yang kumaksud di atas, kurang lebih tercecer diantara beberapa scene. Seperti apa itu mokurokurosuke dan Totoro (yang konon dikategorikan sebagai Susuwatari). Apakah mereka hanya mahluk imajinasi Satsuki dan Mei saja atau kah benar-benar ada? Mengapa yang hanya bisa melihat Totoro dan mahluk-mahluk ajaib itu hanya Satsuki dan Mei? Tapi terlepas dari itu, My Neighbor Totoro memang langsung membekas di hati....Laksana melihat karya dengan sapuan kuas dan cat air yang begitu indah, hasil karya tangan Miyazaki. Love it !! 

Source pict : My Neighbor Totoro's film, Hazao Miyazaki, Ghibli. IMDB

*abis menonton ini Mbul jadi merasa mirip dengan Mei yang jadi tokoh adiknya (dia yang pake baju pink dan rambutnya dikuncir 2 hihi... Sebab tingkahnya yang gembeng atau ciwek itu mirip Mbul saat masih kecil dulu. Biyungennya juga sama plek ketiplek tiplek. Atau maunya ikut kakak aja kemanapun kakak beraktivitas, termasuk sekolah, apalagi kalau sedang malas dititipin di tempat tetangga...akhirnya di kelas hanya bikin ngakak aja karena tingkahnya yang ikut-ikutan nganyuk. Lalu saat tak sengaja melihat Totoro si hewan ajaib mirip kelinci atau burung celepuk atau bahkan rakun ya~Mbul sendiri bingung....tapi yang jelas Totoro itu lucu dan baik hati karena gemar menolong dengan bantuan bus kucing juga~itu tuh ekspresifnya Mei mirip banget ama ekspresifnya Mbul tatkala masih kecil dulu. Ya tingkahnya yang polos semua-mua seakan mengingatkan Mbul pada masa kanak-kanak dulu. Ah begitu dreammynya masa-masa itu ^^

2 komentar:

  1. La veré. Gracias por tu recomendación, amiga Mbul.
    Felicidades en estas Fiestas de Año Nuevo y Siempre...
    Abrazo de corazón!!

    BalasHapus
  2. Thanks for the review! I am not familiar with this...but looks cute.

    BalasHapus

Panggil aja aku Mbul. Happy blogging ^___^ Tiada kesan yang lebih bermakna selain kehadiran Teman-Teman/Sahabat Blogger baik yang sengaja atau tak sengaja mampir. Semoga tulisanku bisa menghibur Teman-Teman semua. ฅ(^・ω・^ฅ)