Minggu, 14 Mei 2023

Semangka Merah dan Mangga di Cuaca yang Panas & Sore yang Beranjak Adem di Pedesaan



Hal yang paling aku sukai saat pulang kampung adalah pada saat hari-hari biasanya. Maksudnya sesudah rame-ramenya usai. Soalnya lebih tenang dan adem saja menurutku, hihihi. Apalagi akhir-akhir ini juga sudah mulai turun hujan sore-sore. Seketika suasana menjadi adem setelah seharian penuh disinari matahari.








Jalan-Jalan Pagi

Yap, itu semua karena aku masih menginap selama 1 minggu di desa masa kecilnya Tamas kemarin. Tapi sekarang sudah kembali ke perantauan sih. Desa yang membuatku teringat akan film kartun kesayanganku My Neighbour Totoro yang aku putar berulang-ulang sambil rebahan di kasur bersama Adik dan Kakak ๐Ÿ˜˜, soalnya filmnya bagus, gambarnya pun aku suka. Walaupun di sini enggak ada pohon champor ya. Adanya kata Tamas albasiah kalau ga ketepeng. Tempat biasa para bulung hantuw nangkring di antara dahan-dahan pohonnya yang ramping sambil berbunyi hug hug hug begitu, lutju sekali. Eh itu mah maksud aku burung celepuk atau kukukbeluk, wkwkwk. Bahkan kata Tamas sesekali ada garangan atau luwak melintas. Soalnya pohonnya banyak. Asal nda ada ular kobra saja karena penduduk desa masih banyak yang memiliki tempat penyimpanan kayu bakar di luar rumah, jadi dikhawatirkan bakal menjadi sarang binatang melata diantara tumpukan kayunya. Karena jujur saja aku paling takut sama binatang yang badannya panjang dan agak licin gitu -__________-" Walaupun kenyataannya ga pernah ketemu sih. Kalau binatang melata yang mematikan melintas itu jarang. Alhamdulilah... Masih seringnya binatang-binatang lutju yang naik turun pohon kelapa seperti tupai atau kalau di sini disebutnya bajing.











Tapi terlepas dari itu, aku menikmati setiap waktunya terasa indah saja bagiku. Bangun tidur, sambil membuka jendela, kudapati sinar matahari pagi mencumbu setiap jengkal dari kulitku dengan segala matjam kebaikan vitamin D yang dimiliki, lalu siang-siang paling enak adalah berjalan ke arah terbis menerobos setapakan yang beratapkan sulur-sulur daun markisa. Sebuah lorong  panjang yang berbatasan dengan rumpun bambu. Lorong tersebut tepat berada sebelum lapangan rumput yang biasa digunakan tetangga untuk mengangon kambing atau anak-anak SD atau MI berolahraga sepak bola. Tamas yang biasa mengajakku ke sini sekalian ngadem atau ngeliat enthungnya pohon pisang. Enthung yang berada di gulungan daun pisang paling ujung. Tapi aku tak berani memakan enthung pisang, walau kata orang jaman dulu rasanya enak, menul-menul begitu mungkin seperti wato kali ya. Atau hewan berprotein tinggi yang biasa terdapat dalam batang pohon sagu. Tapi aku takut sama wato, jadi secara otomatis aku juga takut sama enthung pohon pisang -_________-"

Menengok sebentar ke arah kebun sayur, kami akan menemukan pohon pokak (cepokat) yang rapat, tanaman terung, labu dan juga kecipir. Belum lagi suring dengan bunga-bunganya yang berwarna pink dengan kupu-kupu bersayap kuning yang terbang di atasnya. Juga kepik yang bersembunyi di antara daun-daunnya yang mungil. Pabila ingin menengok tanaman timun yang merambat, di pekarangan milik Om Toyolah tempatnya. Sekarang Beliau berprofesi sebagai tukang sayur yang ngetem di depan rumahnya sendiri, nanti speaker aktif akan dinyalakan untuk memanggil para kaum hawa berbelanja tanpa perlu capek-capek berkeliling desa, walaupun sebelumnya Beliau berprofesi sebagai tukang bakso gandum dengan mengendarai sepeda motor. Bakso gandum yang sering diendegin Tamas saat bunyi tulit-tulit (pencetan pada setangnya) berbunyi. Bakso yang sangat enak, karena aku pernah ditumbaske yang masih panas dengan kuah saos kental dan kecap yang banyak cuma Rp 5000 saja sudah dapat seplastik. Bakso yang sama enaknya ketika kami beli di pelataran sebuah tempat wisata. Nanti dimaem langsung dari ujung plastik yang digigit sedikit. Atau bisa juga ditaruh ke dalam mangkok. Hmmm.... rasanya enak. Panyas pedas manis...uhaaam. 

Tapi kini menjadi tukang sayur lebih menjanjikan bagi Om Toyo. Jadi profesi sebagai tukang bakso gandum Beliau tinggalkan agar lebih fokus pada sayuran. Suara speaker aktif kemudian dinyalakan mulai dari jam 8 sampai jam 10 pagi, dengan suara yang sama, begitu terus, sepanjang hari setiap hari, membuatku sampai hafal di luar kepala selama sepekan berlibur di desa. "Sayur-sayur....badhe ngersakke nopo...Mbako nggeh wonten. Monggo..." 
































Sepulang dari terbis, tahu-tahu sudah dibelahkan semangka merah. Suamiku suka sekali membelahkanku semangka merah. Duduk sambil bercengkrama memakan semangka merah bersisihan dengan kucing jantan yang melantai karena cuaca panas. Semangka merah hasil beli di pasar becek membuat tenggorokan basah di samping kami juga masih bisa menikmati satu cup tape yang dingin karena masih ada sisa tape dalam kulkas. Aku suka sekali mengabadikan moment dimana ibu membikin tape. Semuanya sudah aku ulas di blog, sampai teman-teman pada hapal dengan tape khas bikinan ibu kami ini. 

Sore baru segalanya berangsur adem. Semilir angin berhembus menimbulkan gesekan bambu yang terdengar merdu. Dari arah langit, burung-burung sawah tampak berarak menuju sarang. Bergerombol seperti bayangan gelap lalu perlahan pudar, menclok ke dahan masing-masing untuk beristirahat sejenak dari aktivitas panjang mencari ikan. Langit pun berubah dari yang semula senja oranye kini menjadi keunguan hingga lama-kelamaan menjadi biru dongker, merata di seluruh angkasa raya. Sebuah keindahan dari pergantian siang dan malam. Bunyi jangkrik bersahut-sahutan diantara rerumputan dan alang-alang...seiring dengan kemunculan rembulan yang bundar dengan sinarnya yang ayu diantara kerlipan jutaan bintang. Bunyi kodok menambah syahdu suasana, terlebih ketika gerimis kecil mulai turun sampai tiba saatnya hari berganti menurut kalender.










































Mengamati Bunga-Bunga di Pekarangan

Pagi hari kembali matahari menyapaku dengan sinarnya yang lembut diantara ceriap burung-burung kayu dan kokok ayam jantan yang bercengkrama di bawah pohon klandingan sambil menotoli sesuatu diantara gundukan tanah yang gembur. Entah apa yang ditotolinya yang jelas ketika rumput masih terasa basah, pagi di desa akan terasa lebih bersahaja ketika dimulai dengan segelas kecil belimbing berisi teh panas. Menghirup teh panas dengan gula pasir 1,5 sendok yang meninggalkan rasa manis samar-samar di dasar gelasnya sambil menunggu matahari pukul 7 kian meninggi, ditambah mengunyah rempeyek. Hmmm.... Aku suka sekali suasana seperti ini apalagi tak jauh dari situ juga terdapat hamparan sawah yang baru masuk masa tandur. Jadi padi sudah hijau di beberapa petakannya. Bebek berbaris rapi siap ciblon di kali yang dangkal. Dipimpin oleh seekor yang berbulu putih dengan kawanan lainnya yang berbulu coklat blirik-blirik. Kalau yang putih di perantauan malah biasanya ditumbas Tamas buat dijadikan rica-rica. Bebek Biyanti namanya, persilangan antara bebek dan entog. Tapi kalau disini diingu. Paruhnya yang oren tak henti-hentinya berdendang riang berbunyi wek wek wek...ramai sekali seperti sebuah orkestra. 

Pekarangan rumah tetangga juga dipenuhi bunga-bunga. Salah satunya adalah depan rumah Om Heri yang dipenuhi dengan bunga-bunga berwarna merah jambu muda, oren, serta merah bata yang diantaranya berupa bunga sepatu, bunga sepatu tumpuk, bunga kenikir serta wora-waribang. Rumahku yang di perantauan juga ada bunga sepatu. Lalu aku jadi teringat bahwa ibuku kemarin sempat ingin dibibitkan sepatu meski aku belum sempat membibitkannya karena kondisi kendaraan pulang mudik sudah dipenuhi dengan tas-tas. Apalagi sebelumnya kami juga sempat mampir ke Jogja dan karenanya aku jadi beli sepatu di salah satu bazar yang ada di sana. Ah bunga sepatu malah jadi bahas sepatu (yang dalam aryian sebenarnya atau makna denotatif bukan kiasan hahahhaha). Jadi Aku beli pantofel satu lagi meski pantofel terakhir kubeli waktu aku liburan ke Bogor tahun lalu. 














Oiya, karena lewat depan rumah Om Heri inilah, maka aku jadi teringat pada rumah Mbah Ijah, salah seorang tetangga di desanya Tamas. Beliau kini hidup seorang diri dengan griyanya yang asri berdekatan dengan rumah Om Heri. Hal tersebut cukup membuatku mengingatnya karena salah satu makanan yang tersaji di sana berupa piringan hongkwe. Mengingat aku lebih suka pacitan lebaran yang dalam bentuk piringan. Terutama yang jajan pasar. Kalau toplesan kan lebih umum ya. Jadi kerasanya ya memorable saja karena hongkwenya enak. Aku suka sekali hongkwe yang lembut apalagi di dalamnya terdapat sagu mutiara pink. Dulu ibu membuatnya yang berwarna hijau dan berbentuk kotak dengan irisan pisang bulat di tengahnya. Nanti pada saat dikukus dibungkus lagi dengan daun pisang. Mirip lemet. Bedanya ini pakai tepung hongkwe sedangkan lemet pakai singkong yang dihaluskan.

Usai bercakap sebentar dengan sang empunya rumah sambil melahap hongkwe, akhirnya kamipun pamit dan harus melewati halaman depan rumahnya. Ternyata di sana terdapat 1 tanaman bunga yang mengingatkanku pada moment masak-masak dulu yang ceritanya pernah kuceritakan di sini. Dulu itu aku menganggapnya sebagai stroberi-stroberian saat masak-masakan karena bentuknya yang agak panjang dan berwarna merah. Mirip dengan stroberi bukan? Itu khayalanku saat masih kecil dulu ๐Ÿ˜‚

Kristik Mawar dan Kenangan Masa Kecil

Ada satu moment lagi yang membuatku senang mengabadikannya di blog. Tak lain dan tak bukan adalah kenangan masa kecil tentang kristik buatan ibuku yang kemarin saat menginap di sana aku jadi mengingatnya lagi. Seperti yang sudah pernah aku ceritakan pada post-post sebelumnya bahwa inspirasiku membuat kristik adalah ibuku. Karena aku pernah mendapatkan pelajaran muatan lokal di SMP berupa pelajaran menjahit yang salah satu prakteknya adalah mengkristik. Nah, bedanya adalah jika ibuku membuat kristik dengan pola yang lebih rumit serta bidang yang lebih panjang, maka aku membuat yang lebih gampang dengan bidang yang lebih kecil. Kristikku itu bergambar seekor kucing putih yang sedang duduk di atas sepatu high heels merah. Kucingnya kecil atau cemeng. Tapi meski demikian aku selalu mengingatnya menjadi sesuatu hal yang istimewa. Apalagi saat membandingkannya dengan kristik bikinan ibuku yang jauh lebih feminim kesan polanya. Tentu ada moment indah tersendirinya karena paling tidak aku punya ciri khas tersendiri yang tentu berbeda dengan style ibuku.






Lukisan di Rumah Alm. Simbah

Selain kenangan masa kecil tentang kristik, aku juga ada kenangan satu lagi yang membuatku seperti terlempar ke masa lalu. Yaitu saat sowan ke rumah pokok simbah yang kini ditinggali oleh adik ibu paling bungsu yang ceritanya pernah aku tulis di sini. Nah, sekarang yang menempati rumah Alm Simbah adalah Beliau dengan anak-anak yang sudah bujang-bujang (sudah usia kerja dan juga SMA, kesemuanya adalah cowok). Yang usia kerja sudah dinas di Sulawesi Utara. Kemarin puasa baru saja pulang setelah 3 tahun belum pernah pulang. Oleh-olehnya ibuku dibawakan cakalang fufu.





Singkat cerita, saat aku dolan ke sana lagi dalam rangka silaturahmi lebaran, tetiba saat melintasi ruang tamu aku jadi teringat akan masa kecilku karena melihat lukisan yang dipigura. Ceritanya pernah aku tuliskan di sini

Jadi memang lukisan itu sudah ada sejak aku kecil dulu, dengan posisi yang masih sama-samanya ada di ruang tamu. Lukisan tersebut berupa lukisan pemandangan alam yang lebih ke arah gambar pepohonan (yang mungkin berada di tepi hutan) dan di pinggir sungai serta dari kejauhan terdapat gunung. Ada pula  lukisan sepasang burung dan bunga matahari. Semuanya sudah ada sejak aku masih balita dulu. Cuma yang lukisan pohon di dekat sungainya itu letaknya semula di atas akuarium ikan. Kini posisinya agak dipindah tepat di bawah lubang angin pintu kamar utama. Kamar dimana saat masih kecil dulu aku sering dikeloni Simbah Putri di situ. Tentunya sebelum simbah putri sedo. Duh, melihat lukisan itu aku jadi merasa kayak familier dengan pepohonan dan hutan yang ada dalam lukisannya. Lukisan yang begitu menyedot perhatianku dengan goresan kuas yang tampak hidup menerbangkan angan-anganku ke masa kecil. 

Sementara untuk lukisan sepasang burung bersayap butih dan bunga mataharinya juga seingatku masih seusia dengan lukisan yang gambar pemandangan tadi. Ya, ketiganya sudah ada sejak aku masih kecil dan sering dititipkan ibu saat beliau sedang dinas keluar kota. Kala itu rumah simbah masih bercat hijau dengan dinding luar sudah tembok dengan pola batu alam hitam putih. Lantainya juga masih lantai tegel hitam dengan undakan teras dikasih papan kayu panjang untuk bancikan motornya Mbah Kung. Ruang tamu dihiasi dengan mebel jadul berbantalkan kursi warna oren dan kursi karet warna-warni yang membuatku seperti terlempar ke masa itu. 





"Nduk, coba takon Fuad, biyen kan neng kamare Simbah sih bagian tengah ada fotomu pas iseh TK. Jajal difoto maneh." Celetuk ibuku yang ikut rombonganku saat muter silaturahmi kemarin dan berakhir ngendon di rumah pokok simbah. Jadi ibu memberitahuku bahwa di kamar belakang dulu sempat ada pigura fotoku pada saat awal masuk TK dan itu dicetak gede-gede. Fotoku saat masih unyu pake seragam olahraga warna merah jambu juga rambut dikuncir 2 pake pita warna merah di kanan kiri. Lalu pundakku terselip selempang wadah mimik berbentuk kotak warna biru dengan penutup kuning berikut tempat makannya. Aduh aku jadi ingat banget akan hal itu. Ternyata dipigura di tempat Alm Simbah. 

"Jajal ngono takokno Fuad, masih ada ga?" Fuad itu anak Tanteku yang sudah kerja di Sulawesi Utara tadi. Ah, sayangnya setelah kutanyakan hal itu, kata Fuad fotonya sudah ditumpuk entah dimana saat kamar belakang direnovasi.

Berburu Buah-Buahan 

Lalu tak ada yang lebih menyenangkan saat bepergian selain ujung-ujungnya ditutup dengan berburu buah-buahan. Walaupun judulnya kami sering berburu buah-buahan secara random, bahkan tanpa direncanakan sebelumnya, tapi rasanya antusias saja ketika mengabadikannya di blog. Paling sering kami membeli pisang, nangka, dan kadang pepaya yang manis dan berair. Apalagi kalau sedang musim mangga, durian, duku, serta rambutan. Itu tuh lebih antusias lagi karena ketiga buah itu paling kami nanti setiap musimnya. Kalau dari kampung halaman, biasanya Tamas yang paling semangat mengajakku beli buah dari tanah pertanian langsung. Jadi dapatnya banyak dengan harga terjangkau. Misalnya jambu kristal, jambu air, atau lainnya. Kalau mau lebih praktis lagi tinggal beli di Pasar Prembun yang jika sore terminalnya berubah menjadi pasar buah dan juga sayur.
































Menanti Bunga-Bunga Mekar

Menanti bunga-bunga mekar juga menjadi keasyikan tersendiri bagiku terutama setelah aku mengabadikannya di blog. Bunga mawar terutama yang paling aku suka karena walaupun dia take a time to blossom, tapi rasanya tuh kayak senang saja ketika aku melihatnya mekar. Jadi semacam refresing gitu setelah melakukan aktivitas harian meski bunga apa saja juga sebenarnya aku suka sih, misalnya krokot warna merah magenta yang ditanam di depan rumah dan kalau mekrok manis sekali.

























Ikan-Ikan Segar di Tepi Pantai

Mengabadikan ikan-ikan segar di tepi pantai juga merupakan pemandangan tersendiri bagiku. Meski yang ke sini waktu itu adalah Ayankhanda My love ๐Ÿ˜‚ saat Beliau sedang dinas PP ke Labuan Bajo beberapa tahun lalu bersama Pak Ridwan rekan kerjanya. Ya, melintasi pesisir pantai membuat mata dimanjakan oleh seafood yang berwarna warni. Apalagi ikannya juga segar-segar sekali. Ada kerapu merah, baronang, cumi, udang, kerang dan lainnya. Ah, sedap sekali meski memang harganya dalam bentuk kiloan ya. Tapi asal jeli memilih yang segar insyaAlloh dapat pengalaman menyantap seafood yang nikmat ^____^









Okay sementara kucukupkan dulu update-anku di sini. Semoga hari kalian menyenangkan ya Teman-Teman. Sampai jumpa...



24 komentar:

  1. Ada banyak makanan yang menggiurkan di postingan Mbak Nita ini, saya penasaran dengan beras berwarna hijau yang dimasukkan dalam wadah mbak, itu namanya apa? Belum pernah lihat saya.

    Postingan awalnya dimulai dengan mangga ranum yang sudah siap disantap, coba tangan ini bisa ikut nyomot, maka blogwalking kali ini pasti paling mengesankan hahaha. Mau mangganya.

    Suasana tempat Mbak Nita benar-benar bikin adem dan betah ya, ada sawah pulak.

    Selalu ditunggu postingannya Mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu tape ketan Om Cipu, biasanya Lebaran di tempat suami selalu bikin tape karena khasnya sini adalah tape ๐Ÿ˜Š

      Hapus
  2. Quรฉ entrada mรกs colorida, frutas, flores, peces y hasta patos entre los pastizales... y el precioso Orange Boy... Una maravilla para los ojos y para degustar..

    Abrazo hasta vos amiga Mbul...

    BalasHapus
  3. wow crabs and fish!! I want some. Is that green one made with pandan?

    BalasHapus
  4. ...I love the artwork and the roses!

    BalasHapus
  5. Beautiful flowers and lots of delicious foods.

    BalasHapus
  6. Boa tarde de quarta-feira e obrigado pela visita.
    Seu Blogger รฉ maravilhoso minha querida amiga.
    Luiz Gomes

    BalasHapus
  7. Boa tarde de quarta-feira e obrigado pela visita.

    Luiz Gomes

    BalasHapus
  8. Lots of photos to enjoy here!
    I especially love the geese.

    Happy Thursday!

    BalasHapus
  9. Sesudah riuh rendah keramaian lebaran, tetiba suasana kampung jadi adem lagi, trus sore-sore hujan tiipis-tipis, duh gusti,,, adem banget, ya. Bersyukur sekali kita masih dapat menikmati suasana perkampungan yang selalu bikin hati adem dengan suasana nya, ya. Apalagi sore-sore ngademnya sambil makan mangga mateng yang super segar manis asemnya, masyaAllah.. surga dunia rasanya

    BalasHapus
  10. bunga-bunganya bikin mata seger

    BalasHapus
  11. Rencana kenaikan liburan kenaikan kelas, pengen pulang kampung. Sudah berakhir dari ramai raminya lebaran, tiket mudik juga lebih murah
    saya punya cita-cita, suatau saat jika pulkan, ingin jadi penjual sayur plus jadi petani.
    buah mangga dan buah nangka, kesukaan saya banget

    BalasHapus
  12. Tengok crosstitch bunga teringat emak pun ada buat. Imbau kenangan kembali.

    BalasHapus
  13. ngeliat semangka sama mangganya astagahh pengen mbak, lama aku ga makan mangga juga ahaha
    ngebayangin manisnya tuh mangga, terus dinikmati pas siang-siang, haduhh ngiler

    BalasHapus
  14. Hai Mbul yang manis,
    seperti kebiasaannya memang Kak Amie suka berlama-lama apabila berkunjung ke sini. Tidak puas rasanya menatap gambar-gambar yang dikongsi. Kali ini Kak Amie terliur melihat hirisan mangga yang masak ranum itu, termasuk durian dan makan lainnya.
    Ikan-ikannya pula nampak segar, dan semua seafood yang ada itu bikin geleng-geleng kepala kerna saking geramnya!

    BalasHapus
  15. semangka atau buah tembikai memang enak dimakan semasa hari hujan begini

    BalasHapus
  16. cantik bunga2,,buah-buahan nya enak...seru banget..

    BalasHapus
  17. Duuuh semangkanya menggodaaaa. Aku kebayang makan itu pas dingiiin, maniiis ๐Ÿคค๐Ÿคค. Mana cuaca lagi hot bangettt ๐Ÿ˜”.

    Ngeliat tapenya, aku inget udah niat mau beli dari Tokped nit. Menurut temen ada yg rasanya enak. Dikirim pas masih dalam proses fermentasi. Jadi ntr setelah beberapa hari Mateng. Tapi ya itu, aku banyak galaunya, suka liat yg lain2 juga, baca semua testimoni, kalo ada yg jelek, langsung cari lain hahahaha. Ujung2nya ga jadi beli ๐Ÿคฃ๐Ÿคฃ๐Ÿคฃ. Padahal udah pengen banget tape dari awal puasa.

    Kristik itu 1-1 nya kerajinan tangan yg aku bisa. Mama punya banyak soalnya, dan gambarnya rata2 pemandangan. Kalo udah ngeliat itu, aku tuh suka ngayal sendiri nit, seandainya tinggal di desa kayak yg ada di lukisan kristik ๐Ÿ˜„๐Ÿ˜„. Kan cakep2 yaaa, kayak negeri dongeng aja

    BalasHapus
  18. Mbak.. Kata orang, kalo makan mangga pagi-pagi, belum makan nasi, gak baik, bener gak yaa.
    aku waktu itu makan mangga pagi-pagi, dan memang belum makan nasi. sorenya muntah-muntah. apakaah itu pengaruh mangga atau bukan ya hehehe

    BalasHapus
  19. wah banayak buah buahan nih , seger-seger semua...
    Penikmat bunga-bunganya lucu banget :)

    BalasHapus