Jumat, 14 Februari 2020

Kue Keranjang dari Tetangga


Dikelilingi orang-orang baik itu termasuk rezeki. Karena rezeki ga sekedar uang atau melimpahnya harta benda. Tapi juga kesehatan dan lingkungan yang supportif. Keluarga yang care, bapak ibu yang perhatian, kakak adik yang walau jauh di mato tapi tetap dekat di hati, juga tetangga yang nyemedulur dengan ketulusan hati bukan kaleng-kaleng #tsaelah. 

Baca juga : "Perkara Kolak"

Beruntung memang aku dan Pak Suami berjodoh dengan lingkungan rumah yang orangnya ga aneh-aneh. Walaupun lingkungannya majemuk dan berasal dari berbagai ras, suku, serta agama, tapi kami hidup rukun berdampingan satu sama lain. Alhamdulilah buku PPKn jaman SD-SMP-SMA ga cuma apal di luar kepala, tapi  juga diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.



Samping-samping rumah, kebetulan emang ada keturunan Tiong Hoa. Jadi pas imlek kemarin kami kecipratan rejeki berupa 'ater-ater' kue keranjang. Kue keranjang yang dimaknai sebagai bentuk kerukunan dan kebulatan tekad dalam menghadapi tahun yang akan datang diantarkan pada sore hari di sela-sela kesibukan mengurus segala sesuatunya. Filosofi lainnya juga mengarah pada peningkatan rejeki dan kemakmuran yang tiada putus-putus yang digambarkan melalui caranya menyusun yaitu semakin ke atas semakin mengecil. Walaupun seharian ditemani oleh hujan rintik-rintik namun awet dan cenderung lama, tapi rasanya ikut senang aja melihat kegembiraan mereka. Perkara nanti kue keranjangnya mau aku makan langsung atau digoreng lagi, gampanglah mikirnya ntar belakangan :D.

Di tempatku, memang satu blok itu ga Muslim semua. Ada yang Nasrani, Kong Hucu, juga Budha. Tapi kami saling menghargai satu sama lain. Kalau ada kumpul-kumpul ya keluar semua. Guyub-guyub. Jadi ga pati-pati individualis seperti gambaran lingkungan perumahan pada umumnya. Makanya rasanya alhamdulilah juga hidup adem ayem dikelilingi orang-orang baik dan nggrapyak.

Oh ya, sebenarnya aku sering ketuker-tuker tuh antara istilah kue keranjang ama kue bulan. Aku pikir semacam sinonim, ga taunya bukan. Malah berbeda bentuk, bahan, maupun rasa. Kalau kue bulan kan yang agak-agak mirip bakpia, nah kalau kue keranjang yang kayak dodol atau kalau di jawa namanya jenang. 







Kue keranjang oke-oke aja tuh dimakan biasa. Maksudku ga diapa-apain juga udah enak. Soalnya kan dia rasanya manis ya. Tapi kadang terselip juga keinginan buat menggorengnya dengan balutan tepung campur telur. Pas aku praktekkan, ya ternyata enak juga, walaupun sedikit gosong tapi rasanya menurutku autentik.... Sayangnya kemaren lupa ga difotoin pas uda digorengnya.



8 komentar:

  1. Dulu waktu masih di Jakarta ada tetangga orang Tionghoa, enak banget, orangnya ramah dan juga suka kasih kue. Kalo Imlek dia juga ngasih kue keranjang kaya gitu mbak.😀

    BalasHapus
  2. Selama 3 thn di pontianak setiap imlek selalu kebagian kue ini. Karena yang ngasih banyak, gak sanggup diabisin di rumah saya bawa ke kantor buat teman2 sekalian :)

    BalasHapus
  3. indahnya keberagaman,,,saling meghargai itulah indonesah

    BalasHapus
  4. Lingkungan rumahnya kelihatan asyik dan guyub, ya. Di tempatku beda, huhuhu. Tetanggamu baik banget.

    Iya, kue keranjang enak ya. Aku paling suka digoreng tepung. Dimakan anget2 enak banget ya.

    BalasHapus
  5. wah saya blm pernah tuh mba makn kue itu hehe.

    BalasHapus
  6. Sudah lama banget aku ga makan kue keranjang, semenjak tetangga sebelah rumah pindah 3tahun lalu. Tapi tetangga depan rumah, sering masak masakan China favoritkudan bagi, sampai malu mau bagi apa soalnya aku ga pernah masak atau bikin makanan, hahahha.

    Di komplek perumahanku juga majemuk, Mbak Nit. Ada Muslim, Hindu, Nasrani. Dan kami juag sering tuker-tukeran kasih makanan.

    Kata Mama kalau lebaran semua tetangga datang makan lontong sayur dan opor ayam bikinan Mama. Aku ga tahu soalnya, aku lebaran di Malang, xiixixi.

    Indahnya kerukunan ya, Mbak...

    BalasHapus
  7. Oh, namanya kue keranjang. Saya dan beberapa kawan di sekitar menyebut itu dodol Cina. Hahaha. Atau seperti yang Mbak tulis, mirip jenang kayak di Jawa.

    Tetangga saya cuma satu kayaknya yang Cina. Terus rumahnya rada jauh. Jadi enggak pernah kecipratan. Seumur-umur, baru dua tahun lalu pertama kalinya saya ikut perayaan Imlek. Diundang sama bos di kantor. Masuk setengah hari, makan enak, dan dapat angpau. Setelahnya enggak ada lagi karena udah kagak kerja di sana. Wahaha.

    BalasHapus