Minggu, 23 Agustus 2020

Gulai Melung Bu Hadi, Purbalingga




Heluw heluw heluuuuuw...

Masih edisi Purbalingga dimana Beby Mbul akan menceritakan kembali perjalanan kuliner yang udah pernah aku tuliskan di tahun 2017 tapi masih satu rangkaian dengan banyak tempat. Jadi khusus untuk kali ini (dan kemaren), mau aku bikin satu tempat-satu tempat aja biar bisa puas ngejembrengin fotonya gitu. Karena tulisan yang dulu fotonya masih kubikin grid-grid jadi kurang kentara itu gambar piring isi kuah gulainya.




Kelar check out dari hotel yang kami inapi pasca takziah dari tempat Bulek Banjar, kami pun segera melenggang kangkung ke jalanan tapi ga langsung balik Tangerang via Pemalang. Pasalnya kami masih mau isi bensin dulu alias sarapan. Memang sih udah breakfast dikit di hotelnya. Tapi belom puas, karena menunya ala kadar khas hotel melati, jadi mending dibaleni sekalian sarapannya. Ya kalik udah jauh-jauh nyampe Purbalingga masa ga nyobain makanan khasnya, kan siapa tahu nemu makanan enak di jalanan. Jadilah, kami luruuuuuus terus ke arah utara, malah kayak arah-arah mau ke Gunung Slamet. Karena tiba-tiba udara berubah menjadi sejuk, dan kabut mulai naik tipis-tipis. Bisa dikatakan aspal yang kami lewati udah mulai nampak bergelombang-bergelombang atawa naik turun bagaikan perosotan. Asyik sih, terlebih di kiri kanan jalan juga berbaris rapi pohon-pohon rungkut, yang persis kayak ada di hutan Virginia Utara dimana terdapat keberadaan manusia Wrong Turn dengan tawanya yang khas ... "jengkikikikiiikkk !!!!"

"Mas nek tau-tau ketemu Wrong Turn piye?"
"Sodorin Ubul lah yang lebih bergajih, nyooooooh !!!"
"Iiiiih kamu teh hahad..."
"Hedew kakehan nonton film sih kamu Mbul ! Lagian enek-enek ae pikirane !"





Lah gimana ndak berimajinasi yang tidak-tidak, wong sudah berulang kali kendaraan kami mblusuk-mblusuk hutan yang kelihatannya masih alami. Jadi rasanya kayak ada di film Wrong Turn. Mana pas area hutannya kejebak di jalanan panjang yang tiada berujung lagi #eaaa kayak lirik lagu. Sampai bulak-balik kami tanya GPSnya, tapi malah diputer-puterin segala. Aslinya sih kami yang belom tau mau makan dimana #jyaaah tabok. Masih ragu antara mau makan di warung A atau B. Tadinya mau ke soto klamud segala yang dimakannya langsung dari batok kelapanya, tapi itu ga merangkum keinginan semua. Alias cuma si Mas doang yang pengen karena emang dimanapun ditemukan lebih sukanya makan soto-sotoan. Sedangkan aku ? Aku ga suka soto, gimana dong... Hambok sekali-kali jangan soto-sotoan gitu, yang lain kek...kan soto itu kurang lebih sama yes rasanya....Beda di kuah doang. Ya maksudnya aku lagi bosen ama soto, pengennya makan yang lain. Lalu dia kalah suara. Akhirnya, setelah rembug gini-gini-gini, maka diputuskanlah kalau kami mau jalan ke Gulai Melung Bu Hadi yang sudah tersohor itu. Soalnya kata Mbah Google, dia salah satu yang menjadi jujukan kuliner di Purbalingga. Karena kami anak yang manis, ya akhirnya manut aja. Tapi, memang untuk mencapai ke sana, kami musti melalui serangkaian acara disasar-sasarkan dulu sama GPS. Makanya kayak ga nyampe-nyampe. Padahal kami budal check out jam 07.30 WIB dan baru sampai tekapeh sekitar jam 09.00 WIB.






Berlokasi persis di Dusun Melung (Melung Timur), Larangan, Pengadegan, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Gulai Melung Bu Hadi tampaknya baru saja buka pada pagi itu dimana seorang wanita paruh baya yang kuprediksikan masih ada kerabat dekat dengan Bu Hadi sedang menakar porsi daging matang berwarna kecokelatan yang mengepulkan asap. Potongan daging tersebut diletakkan di atas timbangan supaya mendapatkan takaran yang pas untuk satu kali piring saji. Jadi ga kebanyakan sekaligus ga kesedikitan. Dagingnya sendiri berasal dari daging kambing muda--sesuai dengan taglinenya warung ini yang khusus menyediakan aneka menu, mulai dari gulai, dengkil atau kaki kambing yang masih berselimut lemak-lemak dan ditata menggunung dalam baskom seng berwarna putih dengan pinggiran merah, balungan, serta sumsum (yang cara makannya bisa disedot-sedot). Tampaknya kesemua menu tadi baru saja dimasak dari pawon atau yang biasa disebut sebagai dapur. Pawonnya masih beralaskan tanah, khasnya dapur orang jawa jaman dulu yang mana proses masaknya pun masih menggunakan tungku dan kayu bakar. Dari sinilah aroma lezatnya si gulai dan dedagingan lainnya bisa menguar tajam memenuhi seisi ruangan. Karena pawon tadi memang masih satu area dengan meja makan yang disekat dinding triplek. Ada beberapa pilihan meja makan sebenarnya, yaitu yang lesehan (letaknya di area teras rumah--bukan di warung makannya) juga meja kursi biasa yang dibagi lagi menjadi beberapa bagian. Ada yang 1 meja dengan 4 kursi biasa dan bisa dimasukkan ke dalam kolong. Ada pula meja dengan kursi panjang yang identik dengan style jawa klasik. Masing-masing sudah dilengkapi dengan menu tambahan kalau-kalau pelanggan masih ingin ngemil kerupuk, emping, atau kacang bawang. Ada pula peranti lain seperti garam, kecap, acar timun mixed wortel dan sambal yang tersedia dalam bentuk wadah-wadah kecil. Juga tusuk gigi yang berguna untuk membersihkan sisa-sisa daging yang terselip. Oh ya, dan jangan lupakan pula oleh-oleh yang sudah tertata rapi di etalase dekat kasir, yang dimaksudkan agar gampang terlihat dengan jelas pada saat akan membayar, siapa tahu ada pelanggan yang tergerak hatinya untuk membeli. Oleh-oleh ini ada yang bikinan sendiri, ada pula yang dipul dari supplier. Ada rempeyek kacang tanah, rempeyek kedele hitam, kopi lokal, juga madu yang diklaim asli hasil ternak tawon sendiri. 









Kami beruntung bisa jadi pelanggan pertama pada hari itu sehingga ga susah-susah lagi menge-tag bangku yang sekiranya pewe untuk kami duduki. Kalau udah agak siangan dikit, ngalamat bisa ramai bahkan penuh atau pun waiting list. Kebanyakan memilih untuk makan di tempat, meskipun ga memungkiri ada pula yang dibawa pulang. Wong begitu kami datang, langsung ada rombongan bapak-bapak dan juga mas-mas yang makan di tempat sembari ngudud-ngudud. Akhirnya kami pilih meja kursi panjang aja yang berada di tengah-tengah #jadi Trumbul bisa puas berfuta-futu ria mengabadikan segala moment kontheeeend yang ada #ckckck. Sebenarnya ada banyak pemandangan menarik sih yang ada di warung makan ini. Mulai dari langit-langitnya yang masih meninggalkan kesan jadoel karena beratapkan genteng langsung tanpa plafond. Juga dindingnya yang sebagian dari triplek dan dihiasi beraneka foto dan piagam yang menunjukkan betapa masyurnya warung makan ini. Banyak sekali media nasional yang sudah meliputnya. Ada pula foto sang pengelola warung makan dengan para pesohor maupun artis. Kuperhatikan tempat tinggal sang empunya rumah alias Bu Hadi sendiri juga tak jauh dari situ. Beliau dan keluarga ada rumah satu lagi di samping warung makannya. Lebih tepatnya rumah dulu baru dimultifungsikan bangunan sebelahnya menjadi warung makan. Dan...bangunan berdinding hijau dan berlantai oranye ini tampak begitu bersahaja namun berhasil mengingatkanku akan kehangatan rumah nenek. Halamanya asri karena dihiasi bunga-bunga dalam pot selain juga terdapat kolam ikan di sekitarnya.












Pesennya apa saja ? Sesaat setelah masuk warung, memang sudah langsung bilang tulung dihidangkan 2 porsi gulai yang kuahnya memang dipisah dari daging kambing mudanya. Karbohidratnya kami pesan ketupat atau biasa disebut kupat yang walaupun per piringnya diiriskan satu-satu tapi ternyata porsinya menggunung juga #wareg Coy, haha. Sengaja libur makan nasi karena takutnya ga habis. Namun sebelum gulai sakseis mendarat di atas meja, Tamas ijin bentar ke toilet yang awalnya kubisikkan sesuatu yakni suruh motretin dan ngliput bentar area dapurnya. Ya tanya-tanyao dikit ama yang masak prosesnya bagaimana. Hahaha #kok prentah. Sayangnya karena cintakuw Beliau ini orangnya ga sememanfaatkan moment yang ada kayak si Trumbulwatie, makanya yang ada adalah habis beser doi malah cuma info oleh-oleh cerita doang TANPA DOKUMENTASI DAPUR, HUUUFT HAHA...#ngambeg deh gw. Ya gimana ga getun coba, lah wong yang diceritakan kayaknya menarik banget, kayak proses pemasakan si kambing dari awal sampai akhir. Proses pengolahan dengkilnya yang mana sampai dijajar segala lalu dipotongin 'mak-del-del-del' dengan menggunakan pisau super tajam menyerupai golok atau pedang, lalu perebusan kuah gulai dalam panci-panci gedenya, pengeringan segala macam bumbon yang diperlukan mulai dari daun salam, serai, jahe, lengkuas, merica, cabai, bawang merah, bawang putih, kunyit, ketumbar, dll.

"Wuih pokoknya apik banget deh Mbul, coba kalau kamu tadi ikut ngeliat terus motret step-stepnya ! Dijami kerennnn !" , Tamas makin mengomporiku tapinyah dia ga motretin buatku gitu loh, kan ble eeee tenan #tjipok juga nih, haha...

Yah, demi meredamkan emosi Beby Mbul, akhirnya kami melupakan sejenak eyel-eyelan ini dan kembali fokus pada makanan yang ternyata sudah terhidang di atas meja. Dua piring gulai dengan kuah terpisah. Sedap ! Kuahnya sepiring ceper berisi potongan tomat segar dan daun bawang. Teksturnya kental, warnanya kuning kunyit. Kesegarannya akan terasa saat diblaurkan dengan racikan acar timun mixed wortel juga sepercik sambal tergantung selera. Daging kambingnya sendiri dipotong dadu tapi dengan ketebalan yang lumayan. Ada kali seukuran ruas ibu jari. Warnanya yang kecokelatan terasa manis kecap dan campuran bumbu-bumbu pendukungnya. Perpotong daging disendok dengan kupat sambil dibecekin kuahnya, rasanya nikmat sampai ke ubun-ubun #ya karena efek ngelih juga sih hahahahha.... Nyatanya walaupun porsinya terbilang big size, tapi abis juga itu gulai dengan kupatnya.



















Belum puas dengan 1 menu, Tamas masih pengen nambah lagi bagian dengkil atau kaki kambing yang masih ada bagian kenyil-kenyilnya. Tadinya malah dia mau nambah balungan atau sumsum juga, tapi kuwarning dengan kode plerak-plerok yang mengisyaratkan : "Kira-kira yang udah ada aja bisa abis apa ga?" Jangan sampai mubajir dong ah, hahahha #bilang aja takut mahal Mbuuuulll. Hahahhaha... Tapi ya bener kan kalau kebanyakan kambing ngalamat bisa kliyengan. Jadi mending secukupnya aja. Meskipun demikian memang pas kucobain dikit ((( hasil disuruh ga usah malu-malu buat ngicip ama Tamas ))), ya ternyata enak juga. Teksturnya kenyil-kenyil tapi padat. Bumbunya pun meresap ga kalah sama dagingnya. Dari segi harga, juga lumayan murceu...All in sudah dengan dua botol freshtea hanya Rp 58.000,- sadja. Sebuah harga yang cukup mursidah bukan untuk kategori daging kambing muda tebal-tebal yang jarang kujumpai saat kulineran menu kambing di area jabodetabek.

"Gulai Melung Bu Hadi"
Dusun Melung, Larangan, Pengadegan, Melung Timur, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah 53393
Jam buka : Senin-Minggu (08.00-19.00 WIB)

40 komentar:

  1. terkenal di makanan, teman-teman sering status whatsapp gulai melung ini

    BalasHapus
  2. Wah, kalo lihat mejanya kok aku jadi ingat sama meja tamu di rumah kakek saya mbak mbul. Soalnya modelnya sama persis, bangkunya juga sama. Kesannya jadi jadul tapi unik dan antik menurutku. Sayangnya sekarang meja dan kursinya udah tak ada, mungkin sudah dijual sejak kakek meninggal.

    Kalo soal gulai kambing aku nyerah deh, soalnya punya darah tinggi. Jangankan kambt, makan daging sapi atau jeroan sapi juga kepala langsung nyut-nyutan, padahal gulai dulu makanan favorit saya sebelum kena darah tinggi.πŸ˜‚

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah kan, memang meja kursi kayak gini tuh ciri khasnya rumahe wong jowo kan ^_______^

      Wakaka, uda apal sih aku, kan dirimu pernah crita kalau ada darah tinggi. Pas ngebaksoin 3 mangkok ama anak n istri mendadak puyeng karena ternyata baksonya bakso urat wuahaha....#mau ngekek takut dosa, maapkan mas πŸ˜‚

      Tapi emang sebaiknya kalau darah tinggi ga makan kambing sih mas, berarti kudu stok jus seledri, mengkudu atau semacamnya πŸ˜‚πŸ˜‚

      Hapus
    2. Masa seledri sama mengkudu, pahit terus dong mbak. Hidup ini udah pahit masa minumnya juga ikutan pahit. Mendingan minum nutri sari saja kali ya yang ada sari jeruknya.πŸ˜‚

      Punya darah tinggi memang ngga enak. Apalagi kalo ngadepin orang yang makan gorengan lima ngakunya dua.πŸ˜‚

      Akhirnya berobat ke klinik satria. Alhamdulillah tekanan darah tinggi saya hilang karena diganti tekanan batin karena duitnya abis.πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

      Hapus
    3. hahhaha, ya kan biasanya yang manjur yang pahit
      kalau nutrisari mah untuk obat haus aja 🀣 buat counter attack sop ayam rasa royco hahhahahah

      #oooopss

      ya begitulah gorengan emang godaan berat
      tekanan batin karena dipalak raja sue yak wakakkakak

      #kaboorr


      Hapus
    4. Si Agus Darting bukan karena gulai mbul tapi kebanyakan baca stensil Eny Arrow...🀣🀣🀣

      Hapus
    5. Makanya spaneng yak kang satria karena bacaannya enny arrow
      #ka...ka..kabooooooorrrr

      πŸ˜‚πŸ˜‚

      Hapus
    6. Hmmm, baca komentarnya kang satria saja udah naik darahnya nih.πŸ˜‚

      Untung ada obat darah tinggi yang manjur nih yaitu uang merah berlembar-lembar dapat dana BLT.πŸ˜„

      Hapus
    7. wakakaaak, langsung buru2 kasi jus mengkudu 🀣
      wah mangstap yang bentar lagi BLTnya cair πŸ€‘πŸ€‘

      Hapus
  3. Haiiissshhhh Kitaaa, ya ampuuun ngebayangin si kambing kinyis2 dan menul, lgs lapeeeeer :D.

    Semua olahan kambing, aku dan suami suka bangettttt. Tp memang udh tau diri berdua, kalo makan ini ga berani terlalu banyak :D. Secukupnya laah. Tp kambing itu memang enaaaak bangettt. Aku ga pernah masalah Ama bau prengus nya, justru kalo ga prengus, kayak ga makan kambing hahahahah.

    Gulai kambing gini paling mantep. Blm prnh coba yg khas Purbalingga sih. Selama ini aku terbiasa makan gulai kambing yg khas Aceh, ato Sumatra. Itu rempah2nya banyak banget. Kalo khas Jawa lebih light biasanya yaa :)?

    BalasHapus
    Balasan
    1. toast mba fanny >_________<

      akupun kayaknya baru diajarin suka kambing setelah ketemu pak su, sebelumnya aku ga begitu doyan kambing, tiap ada tawaran kambing atau ayam aku choose ayam..

      tapi begitu nikah, tiap kulineran pasti diajaknya ke menu-menuan kambing, walhasil lama-lama aku ketagihan, hihi, dan semenjak itu aku lebih suka kambing ketimbang sapi, kalau sapi masaknya kebanyakan aku agak mblenger
      kalau kambing kok ga ya, aku mau mau aja hihihi

      gulai yang ini kuahnya pekat alias kentel mba fan, ga bikin enek sama sekali, kerasanya itu seger...apalagi kalau di atasnya ditaburin bawang goreng banyak banget, hauceuk >_____<

      Hapus
    2. Denger kata kentel + bawang goreng banyaaak, langsung sukaaaaaaak :D. Kenapa ya bawang goreng itu memang bikin enak semua masakan apapun. Tp hrs digoreng, kalo dimakan mentah , aku emoooh hahahaha. Makanya kalo kambing pake sambel kecap, aku selalu bilang di awal, JANGAN PAKE BAWANG MENTAH :D.

      Pertengahan Agustus aku mau ke solo dan beberapa kota Jawa tengah. Di sana kayaknya kambing2an banyak kan yaaa. Mau puas2in dikit :D. Tapi ga tau deh apa suami mau mampir ke Purbalingga. Rutenya ga searah huahahaha. Dia suka ngomel kalo muternya jauh banget gitu. Pasti bilangnya, "itu mah bukan muter, sengaja didatangin :p"

      Hapus
    3. bener banget mba fan, bawang goreng yang asli ngiris ndiri terutama yang aku suka hihi

      waktu itu aku diajarin cara goreng bawang yang kemriuk renyah ma bukmer, trus iseng kucemilin ternyata aku ketagihan >__________<
      wuiiiih mangstab mba fan, kutungguh oleh oleh cerita kulineranmu
      iya memang gule melung ini agak jauh hihihi


      hahaa aku ngakak endingnya 😝😝😜

      Hapus
  4. Foto-fotonya selalu mengundang selera, andaikan itu dagingnya daging sapi pasti sudah saya sikat habis tapi sayangnya dagingnya daging kambing jadi saya nyerah separuh..

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah berarti ga bisa makan daging kambing ya mas kal el
      padahal enak xixiix

      kalau sapi enakan direndang kali ya ketimbang digulai kayak gini

      nah kalau kambing lah baru endeus kalau digulai kalau ga tongseng :D

      Hapus
    2. Bukan ngga bisa makan daging kambing cuma ngga bisa makan banyak-banyak dan bukan karena darah tinggi malah saya darah rendah mungkin karena baunya itu jadi ngga begitu suka makan daging kambing.

      Makanya jarang makan gulai karena jarang yang bikin gulai dari daging sapi umumnya gulai dari daging kambing, apalagi tongseng belum pernah makan sama sekali takut mulut luka..hihihi

      Hapus
    3. Ow ingaaat aku ingaaat, mas kal el pernah komen di postnya mba heni yang kliyengan ada bilang klo punya darah rendah xixixi


      Ehhh tapi tergantung mas, kalau masaknya pinter, bau prengusnya itu samar
      πŸ˜ŠπŸ˜€

      Lhaaa, kok dipikirnya tong ditambah seng apa yak, wakkakakak

      Hapus
    4. Oh mas Herman punya darah rendah ya. Kalo darah rendah mah obatnya gampang, pakai air liur saja nanti darahnya bisa naik.😊

      Hapus
    5. Kemudian sang admin pun agak-agak loading mencerna kalimatnya πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

      Hapus
    6. Samar tapi tetap aja masih ada dan tetap ngga bisa makan banyak-banyak paling hanya sebatas nyicipin aja

      Kalau bukan tongseng mungkin gentong kali, ya kalau itu sering makan..hihihi

      Kalau air liur udah ngga mempan, mas Agus. Mungkin udah terlalu sering jadi udah ngga ada efeknya..hihihi

      Hapus
    7. Wah sayang banget, berarti hari raya mas kal el bakal banyak menelan ludah , padahal bakal banyak olahan kambing yummy=>‎​Ζͺ(˘Ϊ‘˘)Κƒ

      Geggegegeggkkkkk


      Oh empal gentong khas cirebon kali yak ? \(´▽`)/ \(´▽`)/ \(´▽`)/

      Hapus
    8. Air liurnya bukan ditelan tapi kena muka mas Herman, pasti langsung naik tuh darahnya.πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

      Kaboorrrr πŸƒπŸƒπŸƒ

      Hapus
    9. owalaaah baru mudeng sayaaaaah πŸ˜†πŸ€£πŸ€£πŸ€£πŸ€£πŸ€£πŸ€£πŸ€£πŸ€£πŸ€£

      Hapus
  5. wi mek 58 ewu ya murah
    aku langsung ngiler apa maneh iki mendekati kurban
    sayang ndek sini jek engga ada gule melung kaya ngene
    eh mbak tapi iku rempeyek e yo gede gede
    dienggo cemilan ya enak

    biasae bapakku ya ngolah degil lek kurban ngene
    tapi mek digae gule biasa
    dadi penasraan rasane hehe

    BalasHapus
  6. wah makanan lagi nih, kayaknya gw udah kenyang tiap kesini lihat foto-foto makanan yang menggoda hahaha, alhasil pelampiasan gw cuma mie instan saja, karna lebih murah meriah :D.. tapi sayang sih mbak mbul, kalo daging kambing gitu di buat gule gw kurang suka, malah gak doyang sebenernya, mau daging kambing atau sapi sama aja, tapi kalo di masak sate sih gw oke :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wakakkaka, ya ngapunten ya nif dah ngiming-ngimingi
      Ntar deh kapan-kapan gw review sate #eh kok gw rese ya malah mau tambah posting foto sate wakakak

      Hapus
    2. Tenang mas khanif, kan ada Indomie goreng sate, jadi bisa tetap makan sate.πŸ˜‚

      Hapus
    3. Lhobsek sek sek, memang ada yang varian sate ya, kok aku baru tahu πŸ˜±πŸ˜†πŸ˜‚

      Hapus
    4. Ada kok mbak, coba cek deh. Kalo di toko sembako sih jarang ada, tapi kalo di supermarket kadang ada yang jual.

      Kalo di toko sembako mungkin ngga boleh soalnya nanti saingan sama tukang sate.πŸ˜„

      Hapus
    5. bener juga ya πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

      Hapus
  7. Hai Nita, apa kabar? Masih tetep imut ya nggak ada berubahnya deh, alhamudlillah :)

    Ngomongin menu kambing, pas nih besok acara sembelihan qurban, berasa ada pilihan resep lain ya hehe. Aku kok tergiur sama menu dengkil atau kaki kambing yang masih ada kulitnya itu loh, sepertinya enak banget ada kenyil-kenyilnya. Itu masaknya dipresto dulu kali ya biar cepat empuk. Duhh, langsung ngiler membayangkan legitnya kulit yang tebal itu.

    Aku baru tahu ternyata ada juga ya proses penimbangan untuk membagi porsi daging biar sama banyak. Ide bagus tuh, jadi nggak saling lirik membandingkan punyaku lebih banyak apa nggak dibanding punya sebelahku, hehe.

    Btw, Selamat Idul Adha 1441 H buat Nita dan keluarga yaa. Semoga setelah 'pengorbanan' ini, kondisi akan lebih baik untuk kita semua, aamiin :)

    BalasHapus
  8. Makan lagi mbul kali ini menunya gulai khas jawa tengah milik ibu Hadi..😊😊


    Kalau untuk urusan gulai gw suka sih tapi lihat gambar menu diatas agak asing dengan campuran gulainya..😊😊


    Yaa memang gw selama ke Jawa, Baik tengah dan timur belum pernah makan gulai atau kulineran dengan yang namanya menu gulai..Jadi ini mungkin agak sedikit aneh dari tampilannya.😊😊

    Terkecuali kalau ke Sumatra gulai, Rendang dan sejenisnya sudah pernah nyoba meski rasa dan aromanya tentunya berbeda juga kali yaa...

    Karena yang gw tahu makanan khas jawa lebih dominan manis, Ketimbang makanan khas Sumatra. Tapi emang sejujurnya gw belum pernah makan gulai khas jawa tengah asli, Penasaran sih cuma kalau nyari dijakarta sudah campurankan. Mending makan Rendang sekalian dah.🀣🀣

    Dan baru tahu juga ternyata ada yaa gulai khas jawa tengah tepatnya di Purbalingga.😊😊 yang dijual secara umum. Apa mungkin nggak banyak juga kali yaa mbul.😊

    BalasHapus
  9. Halo madam baby Mbul.
    Seneng deh ndelok akeh foto makanaan eunak-uenak dijembrengin disini.
    Plus ada adegan pose manjah si madam berbaju merah membara di depan makanan πŸ˜„

    Aku jarang banget makan daging kambing,cuma sesekali doang.
    Itupun sebatas dimasak tongseng dan sate.
    Tapi warung rumahan ini boleh juga kurekomredasikan ke familiku yang doyan ngambing, eh* makan daging kambing πŸ™‚

    BalasHapus
  10. Wogh, seumur-umur belum pernah mampir Purbalingga, padahal kalau ke tempat ipar di Banjarnegara kok kayaknya lewat yah. Btw pas bener ini momennya mau idul adha ngomongin gule kambing, bikin ngiler, favoritku pulak, apalagi kalau bagian ngemut2 sumsum :)

    BalasHapus
  11. Ha...ha.. Lucu banget mbk mbul sama suaminyaπŸ˜‚. Trus kalau dilihat fotonya mbk mbul ini masih kayak anak kecil ya...imoet.

    Bayangin ikutan makan aja saya jadi pengen mbk. Apalagi pas bagian kaki kambing itu, saya suka karena emang kenyil-kenyil apalagi kalau bumbunya pedes... Beh.. Nikmat banget pasti.

    BalasHapus
  12. Wih kalau uda kuliner nusantara bawaannya pingin coba nih, soalnya masih banyak kuliner kita yang bisa di eksplor. Plus-nya lagi tempatnya yang adem, jadi pingin berlama-lama deh

    BalasHapus
  13. Wah muanteppp tenan mbak Nit...
    Aku weruh potone sing bar makan jadi pengen makan lagi, cuma yang ada bau bau lontongnya gitu. Wkwkw..

    BalasHapus
  14. Mbul, ngilerrr, bayangin daging kambing muda yang enyak.
    Tapi bentar deh, kambing ini kan bikin darah tinggi dan segala macam penyakit kambuh ya, mengapa coba malah jadi makanan kebangsaan di Arab ya?

    Apa-apa makannya ama kambing, eh maksudnya makan kambing.

    kalau saya suka gulai kambing, meski nggak semua juga sih, tergantung masaknya gimana.
    Eh besok bakalan banyak yang qurban, penasaran dirimu mau bikin gulai gini juga enggak? :D

    Oh iya Mbul, itu masak pakai api tungku, nggak bau asap ya? mama saya punya tungku gitu di luar dapur, dan sering masak air minum di situ, kadang rasanya bau asap deh :D

    Biasanya kalau beliau nggak lagi sakit, malah masak nasi di tungku itu loh, kalau nasi memang enak dimasak pakai tungku, yang nggak enaknya cuci pancinya, ampuuunn, tangan jadi itam hahahaha.

    Betewe lagi, saya jadi ngiler ama nasgor kambing kayak Eno tulis itu ya, iya nasgor kambing enyak, apalagi makanan timur tengah dengan kambing.

    Jadi kambing-kambingan deh, mentang-mentang besok kambing pada di sembelih :D

    BalasHapus
  15. Untung baca postingan ini pass baru selesai maksi, jadi nggak laper-laper amat lah, meski teteuppp agak nelen ludah dikit liat kuah gulainya 😝

    Kebetulan aku nggak begitu makan kambing, Mba Nit. Biasa makan satu tusuk sate kambing udab cukup hahahaha jadi kayaknya aku kalo ke sini makan nasi thok sama kuah gulainya πŸ˜‚

    BalasHapus
  16. mbak mbak gps ini sukanya nyasarin ya :D
    hidangan yang kayak begini bakalan diserbu orang rumah, astagaa melimpah ruah dan bikin ngiler gitu, ga bisa berkata kata akutu hahahaha
    itu ada peyek juga segede gede, dijual segitu kan ya, bisa jadi camilan di rumah itu dan auto beli kalau keliatan ibukku hahaha

    BalasHapus