Oleh : Gustyanita Pratiwi
Berjuluk si Hidung Tikus, Jati Wesi adalah pemuda sederhana yang digembleng oleh kerasnya kehidupan TPA Bantar Gebang. Ia bekerja 7 hari seminggu dengan 4 profesi : tukang kebun, pegawai pabrik kompos, pegawai Nurdin Suroso di lapak tanaman hias, dan pegawai Khalil Batarfi di toko parfum Attarwalla. Seluruh gajinya ia serahkan pada Nurdin yang sering ia sebut sebagai 'Mbah' dan konon harus diajeni seumur hidup karena memungutnya dalam kondisi bayi merah yatim piatu. Meski sosok tambun tua itu tak lebih dari parasit yang memperkerjakannya bak sapi perah tapi Jati tetap santun padanya, mungkin sebagai kompensasi atas tempat tinggal yang boleh ditumpanginya selama ini. Toh ia masih punya sosok lain yang bisa dianggap sebagai 'bapak' meski tidak ada hubungan darah sama sekali. Adalah Khalil Batarfi, guru kimianya saat SMA, yang kemudian merekrutnya sebagai peracik parfum di toko parfum refill murahnya yang punya kans besar di mata pelanggan. Memang, di rumah Khalil ini, Jati selalu dianggap sebagai anak lanang olehnya dan juga istrinya Lasti yang memang tak memiliki anak. Siang hari sepulang sekolah, tujuan Jati adalah makan siang di sana. Biar kata cuma pakai lauk ikan asin dan kuah bening, tapi itu sudah membuat ia bahagia.
