Assalamualaikum wr wb...
Hai...hai...hai...jumpa lagi dengan Beby Mbul Shirahoshi di sini. Apa kabarnya Teman-Teman semua? Semoga selalu dalam keadaan baik ya. Kali ini Mbul akan menulis tentang tempat-tempat yang pernah Mbul sambangi dan cukup berkesan di hati Mbul. Mbul akan tuliskan kembali di sini sekedar untuk dibaca-baca ulang, menyimpan kenangannya di sini, untuk diri sendiri. Ga banyak memang, tapi tempat-tempat ini punya tempat tersendiri di hati Mbul.
Ada yang baru sekalinya Mbul kunjungi, ada pula yang udah sering Mbul inapi. Seperti halnya desa atau kampung halaman yang sering banget jadi bahan cerita dari blog ini. Karena kebetulan kok ya pas ngepasi ama banyak agenda pas sowan di desa tuw, salah satunya adalah kenduri/kenduren/slametan, jadi semacam kayak nguri-uri adat budaya jawa juga istilahnya. Mudah-mudahan tulisan Mbul di sini bisa sedikit memberikan gambaran tentang gimana sih adat kebiasaan kenduri di desa atau keindahan alam yang ada di desa, biarpun sederhana tapi justru di situlah letak keindahannya.
Nah itu tadi yang di desa. Yang lainnya, termasuknya adalah baru bagi Mbul, tapi begitu menginjakkan kaki ke kotanya, entah kenapa langsung suka. Lantas dimana aja tempatnya. Selengkapnya Mbul tuliskan di bawah ini ya.
Desa Masa Kecil
Nomor satunya tentu saja desa masa kecilku. Desa masa kecil kami. Karena nantinya juga akan ada sedikit cerita tentang desa masa kecil Tamas. Kuceritakan dulu tentang desaku karena ini memang bagian dari hidupku. Dimana aku dulunya adalah seorang gadis desa yang polos bin lugu, bisa dibilang kalem banget bahkan pemalu ฅ(^・ω・^ฅ)
Masa kecilku kuhabiskan di sebuah desa kecil di satu kecamatan yang kala itu masih cukup lengang belum serapat sekarang jarak antar rumahnya. Dulu, benar-benar yang kanan-kiri, depan-belakang masih pepohonan tinggi atau kebon ganyong tempat capung-capung pada beterbangan, lalu hinggap entah dimana. Sekeliling juga masih berupa kawanan pohon albasiah, sengon, randu, mahoni, kelapa, pokoknya segala pohon yang tinggi-tinggi tempat bertenggernya para burung baik burung pagi maupun malam. Hewan lain ada pula kumbang kayu, kepik lembing, kepik susu, belalang, jangkrik, dan lain sebagainya. Tupai ikut berloncatan kian kemari dari satu glugu ke glugu lainnya (glugu : batang pohon kelapa red). Menyemarakkan pagi, membuat riuh suasana.
Nah, saat masih kecil dulu, satu hal yang paling kusuka dari rumahku adalah bagian halamannya. Rumah yang tentu saja masih bangunan awal. Rumah jaman kami masih urip serba pas-pasan. Benar-benar bertahap dari yang lepohan batu-bata, lantai cor-coran semen (tegel), hingga tahun demi tahun terus berlanjut~dicat dan dikeramik dalam artian supaya lebih rapi dari sebelumnya, halaman depan pun mulai ditata bagian taman mungilnya. Nah, di situlah tempat yang paling kusuka. Banyak pohon buah-buahannya seperti pohon jambu apel, rambutan, mangga dan sirkaya. Keberadaan pohon buah-buahan inilah yang menjadi hiburan tersendiri bagiku yang kala itu masih bauk kencur, masih kanak-kanak yang kegemarannya bermain di alam bebas.
Pohon jambu apel yang lama betul berbuahnya, sekalinya berbuah sungguh sangat membuat gembira, biar kata rasa buahnya yang berwarna hijau pupus itu sedikit ada hacem-hacemnya, tapi ntah kenapa antusias saja rasanya selagi berbuah. Pada saat mulai berkembang, halaman rumah akan dipenuhi dengan kelopaknya yang berjatuhan. Harum basah kelopak yang berjatuhan, bersamaan dengan rerumputan yang tergenang, membuat suasana menjadi nyaman. Nanti beberapa hari kemudian akan muncul pentil atau bakal buahnya yang semakin lama semakin membesar dan pada akhirnya akan masak.
Sementara mangga dan rambutan musimnya hampir beriringan. Biasanya jatuh pada bulan-bulan menuju puasa sampai Lebaran. Mangga seringnya puasa, sedangkan rambutan lebarannya. Praktis tiap kali berbuka akan selalu diawali dengan acara mengupas mangga. Siapa yang kebagian mengupas mangga, maka dia yang akan kebagian peloknya. Ngemut pelok (biji mangga yang masih diselimuti sisa daging mangga) adalah sesuatu hal yang paling kutunggu). Makanya aku selalu antusias mengupas mangga biarpun tangan jadi jlabut lengket-lengket begitu. Sementara Lebaran, rambutan yang akan jadi primadona. Tak jarang di meja tamu rumah-rumah warga, akan selalu ada pemandangan piringan berisi rambutan yang masih lengkap dengan kulitnya baik merah maupun oranye.
Pohon sirkaya juga menjadi favorit. Karena sekalinya berbuah dapat sirkaya yang besar-besar dan juga manis. Kalau belum terlalu matang, biasanya kami imbuh dulu dalam tempayan, tempat untuk menyimpan beras, nanti beberapa hari sekali akan kami tengok apakah sudah matang atau belum. Kalau permukaannya sudah empuk (agak kenyut-kenyut), maka artinya sudah matang. Tapi kalau masih keras, perlu diimbuh lagi untuk menuju matang. Sirkaya yang matang rasanya legit, walaupun teksturnya agak berpasir. Dimakan begitu saja enak. Tidak usah diapa-apakan lagi. Orang sering salah mengira bahwa sirkaya adalah sirsak. Padahal perbedaannya sangat kentara. Sirkaya bentuknya agak bulat dan daging buahnya manis. Sedangkan sirsak bentuknya agak lonjong memanjang, juga njembluk, tapi rasanya kecut masam. Paling yang agak mirip bagian bijinya saja.
Di halaman depan juga ada tanaman mawar, kembang kertas, krokot, soka merah, dll. Kebanyakan ditanam langsung di dalam tanah, sementara yang tak ada kembangnya baru di dalam pot. Kembang soka sering betul kuisep-isep bagian ujung tangkainya. Terasa manis, selain tentu saja ada bagian bulet-buletnya yang mirip anggur. Kembangan lain, seperti mawar juga sampai membentuk kayu. Saking rimbunnya, jika sudah muncul kuncupnya satu-satu pasti tak sabar menunggu keesokan harinya saat mekar berbarengan. Kembang kertas, biasanya digunakan untuk main kuku-kukuan. Karena warnanya yang merah atau pink, jadi buat merekatkannya tinggal dijilat saja nanti nempel sendiri di atas kuku hahahaha...
Ada pula pohon cemara yang menjulang tinggi di dekat pagar yang sering jadi tempat nangkring shuttlecock tiap kali aku bermain badminton. Ya, karena saat kecil dulu aku suka sekali bermain badminton. Kaosan dan celana pendekan saja, maka dengan lincah aku akan mengayunkan raket menjemput bulu koknya biarpun si bulu sering nangkring di atas dahan cemara yang paling tinggi hehehe...Untuk meraihnya, bagian dahan yang paling bawah harus digoyang-goyangkan dulu, nanti koknya akan jatuh sendiri, dan aku bisa bermain badminton lagi.
Nah, itu tadi sedikit cerita di desa masa kecilku. Sekarang giliran desa masa kecil Tamas yang sekarang tiap kali liburan selalu menjadi basecamp utamanya. Desa masa kecil Tamas ini mengingatkanku akan film kartun My Neighbour Totoro yang sering aku putar berulang-ulang sambil rebahan di kasur bersama Adik dan Kakak A tersayang, soalnya filmnya bagus, gambarnya pun aku suka. Walaupun di sini enggak ada pohon champor ya. Adanya kata Tamas albasiah kalau ga ketepeng. Tempat biasa para burung celepuk nangkring di antara dahan-dahan pohonnya yang ramping sambil berbunyi hug hug hug kayak gitu, lutju sekali. Eh itu mah maksudnya burung celepuk atau kukukbeluk, wkwkwk. Bahkan kata Tamas sesekali ada garangan melintas. Soalnya pepohonannya banyak. Asal nda ada binatang melata saja karena penduduk desa masih banyak yang memiliki tempat penyimpanan kayu bakar di luar rumah, jadi dikhawatirkan bakal jadi tempat binatang melata bersarang di antara tumpukan kayunya. Karena jujur saja aku takut dengan binatang yang badannya panjang dan agak licin gitu....
-________-"
Tapi terlepas dari itu, aku menikmati setiap waktunya terasa indah saja bagiku. Bangun bobok, sambil membuka jendela, kudapati sinar matahari pagi mencumbu setiap jengkal dari kulitku dengan segala matjam kebaikan vitamin D yang dimiliki, lalu siang-siang paling enak adalah berjalan ke arah terbis menerobos setapakan yang beratapkan sulur-sulur markisa dan rumpun bambu. Sebuah lorong jalan samping kali, sebelum lapangan rumput, tempat tetangga biasa mengangon kambing. Tamas yang biasa mengajakku ke sini sekalian ngadem atau ngeliat enthungnya pohon pisang hahhaha. Enthung, ulat gemuk warna putih yang ada di gulungan daun pisang paling ujung. Tapi aku ga berani memakan enthung, walau kata orang jaman dulu enthung enak buat dibakar. Rasanya menul-menul...mungkin seperti wato kali ya. Atau hewan berprotein tinggi yang biasa terdapat dalam batang pohon sagu. Tapi aku takut sama wato, jadi secara otomatis aku juga takut sama enthung daun pisang
Menengok sebentar ke kebun sayuran, kami akan menemukan pohon pokak yang rapat, tanaman terung, labu dan juga kecipir. Belum lagi suring dengan bunga-bunganya yang berwarna pink tempat kepik bersembunyi di antara daun-daunnya yang mungil. Pabila ingin menengok tanaman timun yang merambat, di pekarangan tempat Lek Toyo lah solusinya. Sekarang Beliau berprofesi sebagai tukang sayur yang ngetem di depan rumahnya sendiri, nanti speaker aktif akan dinyalakan untuk memanggil para kaum hawa berbelanja tanpa perlu capek-capek berkeliling desa, walaupun sebelumnya Beliau berprofesi sebagai tukang cilok dengan mengendarai sepeda motor. Cilok yang sering diendegin Tamas saat bunyi tulit-tulit (pencetan pada pegangannya) berbunyi. Cilok yang sangat enak, karena aku pernah ditumbaske yang masih panas dengan kuah saos kental dan kecap yang banyak cuma Rp 5000 saja sudah dapat seplastik. Cilok yang sama enaknya ketika kami beli di pelataran sebuah tempat wisata. Nanti dimaem langsung dari ujung plastik yang digigit sedikit. Atau bisa juga ditaruh ke dalam mangkok. Hmmm.... rasanya enak. Panyas-panyas pedas manis...uhaaam.
Tapi kini menjadi tukang sayur lebih menjanjikan bagi Om Toyo. Jadi profesi sebagai tukang cilok Beliau tinggalkan agar lebih fokus pada sayuran. Suara speaker aktif kemudian dinyalakan mulai dari jam 8 sampai jam 10 pagi, dengan suara yang sama, begitu terus, sepanjang hari..... setiap hari, membuatku sampai hafal di luar kepala selama sepekan berlibur di desa. "Sayur-sayur....badhe ngersakke nopo...Mbako nggeh wonten. Monggo..." Kupikir tadinya mbako itu tembakau dong ya, tapi setelah dijelaskeun ama Tamas, ternyata itu sembako, hahahah..
Sepulang dari terbis, tahu-tahu sudah dibelahkan semangka merah. Duduk sambil bercengkrama memakan semangka merah bersisihan dengan kucing jantan yang melantai karena cuaca panas. Semangka merah hasil beli di pasar becek membuat tenggorokan basah di samping kami juga masih bisa menikmati satu cup tape yang dingin karena masih ada sisa tape dalam kulkas. Aku suka sekali mengabadikan moment dimana kami membikin tape.
Sore baru segalanya berangsur adem. Semilir angin berhembus menimbulkan gesekan bambu yang terdengar merdu. Dari arah langit, burung-burung sawah tampak berarak menuju sarang. Bergerombol membentuk bayangan gelap lalu memudar, menclok dari satu dahan ke dahan lainnya untuk kemudian beristirahat panjang setelah seharian lelah mencari nafkah (baca : mencari ikan red). Langit pun berubah dari yang semula oranye kini menjadi keunguan dan perlahan menjadi biru dongker, merata di seluruh angkasa raya. Sebuah keindahan dari pergantian siang dan malam.
Malam harinya, bunyi jangkrik bersahut-sahutan diantara rerumputan dan alang-alang...seiring dengan kemunculan rembulan yang bundar dengan sinarnya yang ayu diantara kerlipan jutaan bintang. Bunyi kodok menambah syahdu suasana, terlebih ketika gerimis kecil mulai turun sampai tiba saatnya hari berganti menurut kalender.
Pagi hari kembali matahari menyapaku dengan lembut diantara ceriap burung-burung kayu dan kokok ayam jantan yang bercengkrama di bawah pohon klandingan sambil menotoli sesuatu diantara gundukan tanah yang gembur. Entah apa yang ditotolinya yang jelas ketika rumput masih terasa basah, pagi di desa akan terasa lebih bersahaja ketika dimulai dengan segelas belimbing kecil teh hangat. Menghirup teh hangat dengan gula pasir 1,5 sendok meninggalkan rasa manis samar-samar pada bagian dasar gelasnya sambil menunggu matahari pukul 7 kian meninggi, tangan bersedekap, daster tipis seatas lutut masih melekat, ditambah pipi menggembung penuh dengan kunyahan rempeyek. Hmmm.... Aku suka sekali suasana seperti ini apalagi tak jauh dari situ juga terdapat hamparan sawah yang baru masuk masa tandur. Jadi padi sudah hijau di beberapa petakannya. Bebek berbaris rapi siap ciblon di kali yang dangkal. Dipimpin oleh seekor yang berbulu putih dengan kawanan lainnya yang berbulu coklat blirik-blirik. Kalau yang putih di perantauan malah biasanya ditumbas Tamas buat dijadikan rica-rica. Bebek Biyanti namanya, persilangan antara bebek dan entog. Tapi kalau disini diingu. Paruhnya yang oren tak henti-hentinya berdendang riang berbunyi wek wek wek...ramai sekali seperti sebuah orkestra.
Pekarangan rumah tetangga juga dipenuhi dengan kembangan. Salah satunya adalah depan rumah Om Tetangga yang dipenuhi dengan kembangan berwarna merah jambu, oren, serta merah bata yang diantaranya berupa kembang sepatu, kembang sepatu tumpuk, serta kembang kenikir. Rumahku yang di perantauan juga ada kembang sepatu. Lalu aku jadi teringat bahwa ibuku kemarin sempat ingin dibibitkan kembang sepatu meski aku belum sempat membibitkannya karena kondisi kendaraan pulang mudik sudah dipenuhi dengan tas-tas.
Oiya, karena lewat depan rumah Om tetangga inilah, maka aku jadi teringat pada rumah Pinisepuh, salah seorang tetangga di desanya Tamas. Beliau hidup di griyanya yang asri berdekatan dengan rumah Om Tetangga yang tadi. Hal tersebut cukup membuatku mengingatnya karena salah satu makanan yang tersaji di sana saat lebaran berupa piringan hongkwe. Mengingat aku lebih suka pacitan lebaran yang dalam bentuk piringan. Terutama yang jajan pasar. Kalau toplesan kan lebih umum ya. Jadi kerasanya memorable saja karena hongkwenya enak. Aku suka sekali hongkwe yang lembut apalagi di dalamnya terdapat sagu mutiara pink. Dulu ibuku membuatnya yang berwarna hijau dan berbentuk kotak dengan irisan pisang bulat di tengahnya. Nanti pada saat dikukus dibungkus lagi dengan daun pisang. Mirip lemet. Bedanya ini pakai tepung hongkwe sedangkan lemet pakai singkong yang dihaluskan.
Usai bercakap sebentar dengan sang empunya rumah sambil melahap hongkwe, akhirnya kamipun pamit dan harus melewati halaman depan rumahnya. Ternyata di sana terdapat 1 tanaman bunga yang mengingatkanku pada moment masak-masak dulu yang ceritanya pernah kuceritakan di sini. Dulu itu aku menganggapnya sebagai stroberi-stroberian saat masak-masakan karena bentuknya yang agak panjang dan berwarna merah. Mirip dengan stroberi bukan? Itu khayalanku saat masih kecil dulu 😂
Menariknya, tiap kali sowan di desa masa kecilnya Tamas ini, ndilalah pas aku bisa mengabadikan momen kendurinya Alm. Mbah Kung. Jadi tentu saja akan ada acara masak-masak dibantu dengan tetangga dan juga sedulur yang rumahnya berdekatan, masih satu RT. Gotong royong membuat lauk dan menu kenduri dari hasil tangan sendiri. Dari sini aku jadi tahu adat kebiasaan di desanya Tamas kadang ada yang sedikit berbeda dari yang di desaku. Tapi justru itulah menariknya karena aku jadi sinau tentang banyak hal lagi. Aku kadang jadi tahu bagaimana proses pembuatan beberapa menu untuk kendurinya, seperti mie goreng jawa, krecek rambak telor puyuh, jangan tempe lombok ijo, apem, ingkungan ayam jantan, dll. Sore, sebelum asyar, Tamas biasanya akan ke tempat Bapak Ibu dulu buat ater-ater kenduri. Tentu saja setelahnya kami jadi bisa makan enak. Kalau nyekar atau bersih makam Mbah Kung biasanya dilakukan setelah segala acara kelar. Tamas akan mengajakku ke makam Mbah Kung buat kirim doa, entah keesokan harinya atau seselownya kapan, pokoknya selalu disempatkan sebelum balik lagi ke kota.
Ubud dan Pasar Seninya
Jalan ke Ubud dalam rangka random aja. Berduaan ama Tamas naik Kura-Kura Bus yang tipe shuttle dan sesampainya di Musium Puri Lukisan malah bingung mau kemananya hahaha...Mau ke Antonio Blanco ga jadi, akhirnya jalan aja di pedestrian pasar seninya Ubud.
Ketep Pas dan Sayuran Cantik
Ketep Pas dekat Magelang juga sempat menjadi persinggahanku dan Tamas usai ada acara di daerah Monjali (dekat Monumen Jogja Kembali red). Awalnya kami berangkat bareng Arek-Arek lanang Konco Kantor Tamas, dan usai acara para garangan ini mencetuskan ide, agar bagaimana kalau kami semua sore-sore ngesyahdu dulu ke Magelang. Ya 3 kendaraan iring-iringan ke sana. Kan Magelang deket dengan Jogja tuw? Mbul pun langsung bertanya dalam hati : mang mau kemana? Katanya sih ke Ketep Pas aja, puncaknya Magelang. Karena kan kalau di Puncak Ciawi namanya Puncak Pas. Nah, di Magelang namanya itu Ketep Pas, deket sama Gunung Merapi Merbabu. Jadi nanti akan ada pemandangan yang menuju ke Gunung Merapinya. Yang pernah ke sana sih Paman kami, katanya dulu semasa beliau masih enom ya dolannya ke Ketep Pas ini. Di sana cuma ada saung-saung yang menghadap ke pemandangan Gunung Merapinya. Nanti paling duduk-duduk aja di situ. Ntah sambil nyusu, ngopi, maem jagung bakar atau pop mie. Ow begicuw. Ya udah deh Mbul ikut suara terbanyak.
Ga pake waktu lama, kendaraan Om Dar duluan yang mengawal di depan, belakangnya baru Pak Is, dan kami. Om Dar kan nyetirnya kenceng bener, Mbul dan Tamas pernah disetirin beliau dah rasa-rasa kayak digonceng pebalap F1 hahahha...Padahal Om Dar udah kepala 4 menuju kepala 5-an lah ya, tapi beliau nih kalau nyetir emang juwaraaaa wkwkkw. Cuma ya sayang, ternyata kendaraan yang dibawa Om Dar sempat ada trouble. Makanya setelah sampai gerbang loket Ketep Pas, Om Dar sibuk bongkar mesin mobingnya dan dandan di tempat, sementara arek-arek lain terutama para bujang-bujang dan bapak-bapaknya pada masuk tempat wisata dan ngopi-ngopi. Mbul karena capek, milih balik ke depan lagi setelah sibuk nemenin kakak main jungkat-jungkit. Ada juga perosotan, dan ayunan,....Karena di dalam ada arena bermain ya jadinya kakak langsung minta temenin Mbul main jungkat-jungkit. Wkwkkw...Mbul balik jadi anak Paud lagie dah kalau gini caranya. Sementara yang lain duduk di deket situ sambil senyum-senyum ngliatin kami main jungkat-jungkit kayak anak beiby.
Oh ya, karena sebelumnya di parkiran Mbul sempat ngeliat kedai sayuran yang seger-seger banget, akhirnya ku pend ditemenin Tamas ke depan. "Temanin Mbul beli sayur duuuunk, Tamas!" Dan Tamas pun langsung bisa membaca pikiran Beby Mbul hanya dari sorot mata Puss in Boots itu dan Mbul yang menggembungkan pipi.
"Huwww.., pasti bocah iki pend foto doang wkwkwk. Udah pasti itu."
"Ayok lah Tamas. Mbul malu kalau beli sendiri."
"Yowes ayo tah Dek....Siro sing tumbas ya..."
"Panjenengan lah Mas....wkwkkwk..."
"Owalah Dek....dek...."
Yo wes biar Mbulnya anteng, Mbul pun langsung diketeng Tamas menuju ke bakul sayurnya. Tapi Tamas yang tumbas. Soalnya beliau lebih pintar nawar ketimbang Mbul. Mbul payah lah soal tawar menawar....ga bisa nawar sama sekali, suka ga tegaan ama pedagang huft hahahah...
Akhirnya kami pun ke sana dan berhasil membeli sawi sebanyak 3 kg hanya dibanderol 10 ribu saja hahahah. Mantab banget ya Alloh, namanya juga daerah penghasil sayuran. Jadi pastinya murah tur bagus-bagus. Keliatan dari ukuran dan warnanya. Sebenernya Mbul pengen beli labu kuning yang kayak di pilm halloween itu loh, tapi takud ga kemakan, jadilah beli sawi aja. Padahal labunya cakep-cakep banget. Bahkan Tamas malah pengen nitip dibawain ke rumah yang paling gede. Tapi ga jadi sih. Terlalu sesek ntar kalau keisi labu di kendaraannya hahhaha. Abis bayar ke penjual sayur yang dah seumuran dengan ibuku, ga sengaja mata ini melihat ke arah samping kiri kedai dimana di situ ladang sayurnya berada. Wahhhhh.....ada tanaman labunya yang tumbuh subur banget, juga kubis, lombok, dan lainnya. Ga kerasa jalan hingga ujung aku motret pemandangan yang ada lalu balik lagi karena langit tiba-tiba mendung.
Abis itu ke parkiran lagi... ngecek Om Dar sudah sampai mana ndandanin mobingnya. Karena kacian, akhirnya kami belikan kopi dan mendoan 2 piring buat bapak-bapak ini agar kendaraan segera membaik walaupun tampilan depannya rada terlihat menyedihkan ya, huhuhu. Pak Dadang aja yang duduk paling belakang sampe terpental, huhu. Ya, yang penting masih paringi slamet dan sehat, hehehe.
Mampir ke Desa di Kaki Gunung, liat Kucing Persia Cantik
Menuju sore, Mbul dibisikin Tamas bahwa Om Konconya Tamas mau ngikut sampai Purworejo. Karena Pak Is yang rumahnya Jogja mau balik ke Jogja lagi. Jadi Om Konconya Tamas ini mau ikut rombongan kami. Wokeylah kalau begitu. Walau sebelumnya beliau dah dijemput Dulurnya bahwasannya kami suruh mampir rumahnya dulu karena ga jauh dari situ. Sebenernya kami pikir ini tadi basa-basi doang, tapi kayaknya kami dah diarep-arep banget suruh mampir akhirnya okey deh mampir, hihihi. Nglegakke yang dah pingin kami dolani rumahnya soalnya, hehehe.
Akhirnya, setelah semuanya kumpul di parkiran dan kendaraan Om Dar juga dah jadi, kami pun memutuskan untuk bye bye dulu ma Ketep Pas. Mbul ga eksplore ke bawah yang penting dah beli sayuran. Tadi juga cuma duduk ngeliatin para bapak-bapaknya dandan mobing, walaupun yang ini beda ma yang ditumpaind Mbul sih, hihihi. Kalau yang ditumpain Mbul lain. Mbul cuma numpang nglemesin pantad aja (alias duduk lesehan di lataran sambil menikmati mendoan, sementara Kakak A maem pop mie dan Adik bubuk).
Wokey, singkat cerita matahari pun semakin meredup dan hari beranjak petang. Belum sampai magrib sih tapi udah deket adzan. Ya kurang lebih sejam dari sekarang bakal terdengar bedug magrib. Untuk itulah kami segera kukutan dan menuju ke rumah Dulurnya si Om Konconya Tamas ini. Ga jauh dari situ, cuma berapa kilo aja. Cuma emang jalannya mbusuk-mblusuk lereng pegunungan. Nama Desanya Krogowanan. Sumpah nih desa cantik banget. Kiri kanan kebun sayur dan hutan. Ada taneman kubis, tomat, kacang panjang, dan lainnya. Rumah warga juga masih pada tradisional sehingga menjadikan suasana tampak adem. Aku jalan di setapakan sesudah gapura dan berasa kayak sedang ada di negeri dongeng, hihihi. Permai banget desa ini.
Sesampai lokasi kami disambut dengan ramah dan dijamu segala loh. 2 piring tahu goreng krispi dikeluarkan dan saat itu pula kucing persia lewat hingga menyebabkan Mbul ingin mendekepnya wkwkw. Kucing persianya cewek loh, hihihi...Cantik banget, Mbul elus-elus klulut dia. Panggilannya apa jal....ternyata sempat membuatku terkesima---terperangah--dan tak bisa berkata-kata, soalnya kucing ini panggilannya Mbul juga ahhaha... Kucingnya 3 warna atau kaliko. Nah, aku bilang kan nih kucing badannya dah njebobrog gini ya, tapi kata tuan rumah sih anaknya lebih gede lagi. Anak nih kucing jenis kelaminnya jantan cuma sayang ga ada di situ. Coba kalau 2 kucing ini jejer ya, pasti langsung Mbul sayang-sayang, muaaach, ahhahha.
Di tempat Dulurnya si Om Konconya Tamas juga tau-tau udah ngepasi magrib aja, jadilah sekalian numpang magriban, walau setelahnya malah kami disuruh makan besar wkwkkw...Makan nasi. Duh ya kami bilang nda usah repot-repot, tapi namanya di desa pasti tuan rumah akan lebih senang kalau tamunya pada makan kan?
Akhirnya kami pun makan juga sambil senyam senyum karena beneran diarep-arep banget supaya makan. Jamuannya itu ada rica-rica sapi yang pedes banget tapi enak dan juga nasi panas. Katanya sih daging sapi dum-duman waktu Hari Raya Idul Adha kemarin. Ya udah Mbul ambil nasinya dikit aja, tapi serius masakannya enak loh. Kira-kiranya jam 7 malam kami pun selesai makan, ngobrol sebentar dan pamit pulang.
Bogor dan Jus Jambu
Bogor, Kebun Raya. Itulah satu tempat paling manis yang akan selalu diingat karena pertama kalinya tangan ini digenggam erat oleh seseorang hihi. Diberi pernyataan cinta (pada perjumpaan pertama lagi), dan setelahnya gerimis kecil tiba-tiba menerpa. Dari jalan-jalan di dekat area kolam teratai, kami pun akhirnya memutuskan untuk keluar seiring dengan jam yang bergerak semakin sore. Namun karena kala itu kami ke sana naik angkot, maka supaya menunggu ga terlampau basah, akhirnya kami neduh sebentar di Warung Makan Padang, hahhaha. Aku engga makan (karena lagi diet), padahal udah dipaksa makan nasi. Aku dulu emang strict banget pengen punya body kuruuuuuuuus. Tapi sekarang udah ga sih. Sekarang mah aku udah montok aka demplon hahahha...Per Oktober 2024, berat badanku 48 kg. Hahahhaha...montokk ya. Cuma kalau inget waktu itu aku jadi pend ketawa sendiri. Ditawari makan, aku bilang minum jus jambu aja hahahha, padahal perut juga ngelih....tapi ditahan-tahan. Aku teguk jus jambunya pelan-pelan banget, soalnya ga percaya, baru sekalinya itu aku pacaran #katrok banget memang, hahhaha. Aku aja sampai bingung pacaran itu kegiatannya ngapain ya. Soalnya belom pernah sama sekali. Apa ngobrol-ngobrol gitu? Cupu banget pokoknya. Sangking polosnya. Mana aku anaknya kalem banget lagi. Aku dengan gaun kembang-kembangku, tas, payung dan kerudung warna merah jambu, hahhaa. Kata Tamas kala itu kok ya si Embul polosnya kek anak beiby, ditambah dandanan yang serba pink semua lagi, yawdahlah aku diledek kayak anak beiby mentok-mentoknya kaya anak Paud hahhahah, mana ingus sendlap sendlup dari hidung bujel ini lagi (baca : pilek beneran) jadi aku sangu kacu kemana-mana. Tapi moment itu aku berasa lucu.
Ya, habis itu Kebon Raya Bogor adalah selalu jadi tempat kami ketemu. Walaupun ketemuannya juga ga sering. Per 2 bulan sekali hahhaha. Soalnya Kangmase kerja. Kadang dijemput pake motor, kadang naik kendaraan umum...lengkap dah. Tapi seneng. Makanya apal betul aku ama spot-spotnya Kebon Raya Bogor. Dari Jalan Astrid, Danau Gunting, Jalan Kenari, Taman Kaktus, Taman Anggrek, dsb. Dan sekarang rasanya kangen aja pengen ke sana. Pengen makanin kijang pake wortel, atau bobok-bobok cantik di atas hamparan rumput sambil melihat langitnya yang berwarna biru.
Arah-Arah Pandeglang ternyata Cakep juga
Jujurnya aku jarang banget jalan sampai ke arah-arah sana. Tapi pernah satu kali aku dan Tamas ke tempat Pakdhe dan pulangnya lewat sana. Ternyata tempatnya cakep juga. Ada satu tempat yang viewnya itu pegunungan, walau aku belum ngeh pegunungannya namanya apa. Tapi yang jelas indah. Banyak pula sawah yang masih menghampar luas dengan mata air yang mengalir jernih. Pernah ya, satu waktu Tamas memperlihatkan padaku tempat buat pembibitan di arah-arah sana yang ikannya itu bisa sakdemplon-demplon banget kayak Beby Mbul Nita (waaaakkkk), tapi lupa namanya apa. Yang jelas pengairannya jernih dan bersih. Ikan-ikan yang dikembangbiakkan pun tampak sehat dan semlohai.
Ah, kali aja suatu saat nanti bisa ngeliat ke sana. Asyik kali ya. Kalau pas kemarenan itu baru liwat aja. Dan ga sengaja mandeg bentar beli buah-buahan di kedai oleh-oleh tapi ada buah-buahannya juga. Buahnya cakep-cakep. Ada sawo, durian, pisang, manggis, kecapi, nangka, dan juga pete.
11 komentar:
Beautiful post and photos. I wish you could include the translate link on your blog.
Take care, have a happy day and a great weekend.
...Mbul, thanks for taking along to see your green world with the gorgeous flowers. Let's do it again.
yummy
The food looks very tasty, the flowers are beautiful and the kitties are very cute. Have a wonderful weekend.
Thank you for sharing the colour and beauty of your world.
All is good to see. The food stalls are looking good and I see the bananas are over ripe.
The orchids are beautiful.
Beautiful series of photos.
The flowers are very pretty and the food looks delicious.
Greetings Irma
Good to see those beautiful flowers and I love those mangos...just like what I used to have at home.
Cantiknya foto bebek!
Fantastic fruits and beautiful flowers. Thanks for sharing.
Kisses
These produce look great. It's so interesting how produce vary in different places. have a great day!
Komentar baru tidak diizinkan.