Seperti yang sudah sering aku bilang di blog ini bahwa aku sangat menggemari Majalah Bobo. Saking terlampau gemarnya, aku bahkan masih ingat beberapa judul ceritanya, baik itu dongeng, cerbung, maupun cerpennya. Cergam singkatnya seperti Keluarga Bobo, Oki dan Nirmala, Dombi dan 3 Kurcaci, Kisah-Kisah Gogori si Anak Petani, Pocil, Paman Kikuk, Husin, dan Asta, Juwita dan Si Sirik, atau Bona dan Rong-Rong juga aku suka. Tapi itu ntar lah aku ulas kapan-kapan. Sekarang saatnya aku mau ngulas cerpen-cerpennya dulu, especially yang paling membekas di hatiku. Sebelumnya kan aku sudah pernah ngulas dongengnya ya. Nah, sekarang giliran cerpennya. Menurutku ya, selain cerita dari si cerpennya bagus, aku juga suka sama ilustrasinya. Terutama untuk Bobo yang tahun-tahun 90-an, antara 1990-1999. Paling sukanya sih di cerpen Bobo yang 1995, 1996, dan 1997. Ntah kenapa feelnya itu dapet banget (di aku).
Nah, lalu list cerpennya apa saja. Berikut aku sarikan dengan singkat-singkat saja ya. Siapa tahu ada yang ingat juga dan barangkali ada yang mau bernostalgia, hehe..
1. Antara Bayangan dan Kenyataan, Widya Suwarna, Majalah Bobo No. 41, 16 Januari 1997
Liburan Cawu 1 kali ini Anik berencana pergi ke Jakarta untuk menginap di tempat kakaknya Endah yang sedang kuliah di sana. Sebelumnya Anik membayangkan nanti ia akan mengunjungi kontrakan Kak Endah yang ia kira sangat megah seperti yang terlihat dalam foto. Soalnya di foto yang ia perlihatkan kepada sahabatnya Nuni dan Ida, di sana Kak Endah terlihat berpose dengan bermacam-macam gaya dengan background rumah mewah. Ada yang berpose di dekat kolam renang, ada yang di dapur dengan kitchen set cantik, dsb. Pokoknya ia tak sabar ingin segera sampai di tempat Kak Endah dan akan berfoto seperti itu.
Dengan ikut Mang Udin yang merupakan pedagang jeruk di kereta Jurusan Karawang-Jakarta, Anik dipesani ibu supaya nanti turun di stasiun Kemayoran. Sebelumnya ia dibawakan bekal berupa wajik dan dodol untuk dimakan sama-sama di tempat Kak Endah. Di kereta ia ditinggal sendiri karena Mang Udin harus menjajakan jeruknya. Tapi, sebelumnya ia dikasih 4 buah jeruk sebagai obat haus selama perjalanan.
Tak lama kemudian, sampailah ia di Stasiun Kemayoran. Namun, seolah tak mengenali sosok yang menjemputnya Anik melihat Kak Endah dengan penampilan tak biasa. Ya, Kak Endah ternyata berjualan jamu di sela-sela aktivitas kuliahnya. Lumayan bisa buat menambal biaya hidup dan kuliah sehingga ayah tak perlu lagi mengiriminya uang. Belum habis rasa herannya, Anik bertambah kaget lagi karena Kak Endah mengajaknya ke kontrakan yang sama sekali lain dari bayangannya. Ya, kontrakan Kak Endah letaknya di perkampungan padat penduduk dan masuknya harus melalui gang-gang kecil.
Ternyata yang ada di foto selama ini adalah rumah temannya yang pada waktu itu sedang mengadakan pesta ulang tahun. Jadi Kak Endah diminta datang untuk membantu masak-masak. Selain berjualan jamu, Kak Endah juga aktif membikinkan pesanan souvenir untuk nikahan orang. Wah, dalam hati Anik kagum juga pada kakaknya yang terampil dan pandai memanfaatkan peluang.
2. Mamaku Pengantar Koran, Widya Suwarna, Majalah Bobo No. 2, 18 April 1996
Tidak seperti biasanya Ami pulang cepat karena guru-guru ada rapat di sekolah. Karena lapar dan Mamanya tidak kelihatan makanya ia pingin mencari sesuatu yang sekiranya bisa dimakan (padahal biasanya kalau sedang pergi-pergi Mama akan menuliskan pesan di papan tulis yang digantung di dinding). Ah, mungkin Mamanya sedang pergi sebentar. Ia pun segera membuka tudung saji dan di sana cuma ada nasi, kering tempe, dan telur dadar. Jadi ia putuskan untuk beli kolak saja di tempat Mbak Ipah yang berjualan di depan rumahnya.
Di saat Mbak Ipah sedang membungkuskan kolaknya, tiba-tiba di ujung jalan Ami menjumpai sosok wanita yang berpenampilan layaknya ABG dengan mengayuh sepeda mini dan beberapa lembar koran di keranjangnya. Sosok itu tak asing baginya karena dia adalah Mamanya. Terkejut sang mama menjadi pengantar koran, Ami pun langsung tak selera memakan kolaknya. Di rumah ia ngambek dan protes kenapa mamanya menjadi pengantar koran. Ami terus terang malu akan hal itu. Tapi dengan sabar dan penuh keibuan Mama pun menceritakan alasannya. Bahwa ia baru saja merintis usaha agen koran. Memang awal-awal ia sendiri yang akan mengantarkan. Tapi nanti, jikakau sudah maju, mungkin ia akan memperkerjakan orang lain. Lagian jadi pengantar koran itu kan halal. Malah karena korannya berbahasa asing, Mama pikir ia akan ada andil untuk membiasakan orang dalam berlatih bahasa Inggris. Tidak ada yang salah dengan menjadi pengantar koran kan? Mendengar hal itu, Ami pun seolah tersadar dan membenarkan perkataan Mamanya.
3. Biskuit Ika, Widya Suwarna, Majalah Bobo No. 29, 24 Oktober 1996
Bercerita tentang seorang anak SD bernama Ika, dimana setelah pulang sekolah ia bertemu dengan tantenya yang bernama Tante Tutik di sebuah halte bus. Sang Tante yang kebetulan habis kursus dan berbelanja di supermarket akhirnya memberinya oleh-oleh berupa 2 biskuit (satu rasa stroberi dan satu rasa cokelat). Katanya, biskuit itu harus dibagi rata sama Eko, adiknya, walaupun kenyataaannya Ika sempat berbuat serakah dengan menyimpan 1 biskuit cokelat tanpa memberi tahu adiknya, dan membiarkan biskuit stroberinya dimakan berdua. Baru ketika secara tak sengaja ia mendapat tamparan keras tentang arti penting nilai berbagi dari 2 orang pemulung di halte bus usai iabelajar kelompok di tempat temannya, Ika pun tersadar akan sifatnya itu. Ia pun ingin segera membagi biskuitnya yang satu lagi agar bisa dimakan bersama adiknya begitu tiba di rumah dan berniat untuk tidak serakah lagi.
4. Catatan Belanja, Wahyu Noor S, Majalah Bobo No. 43, 1 Februari 1996
Bercerita tentang kekesalan Nila saat menemani temannya Asri belanja. Bagaimana tidak kesal, Asri anaknya sungguh pelupa. Apa yang mau dibeli tidak dicatat dulu dari rumah. Jadilah sesampai di pasar malah beli macam-macam yang sebenarnya tidak penting-penting amat. Ya beli vas bunga plastik lah, jepit rambut lah, juga jajan bakso tenis dan es degan manis sambil sekalian mentraktir Nila juga. Eh, ternyata ada sesuatu yang kelupaan yaitu kaos kaki putih yang harusnya dibeli supaya pada saat upacara bendera nanti dia tidak disetrap. Akhirnya besokannya dia musti balik lagi ke pasar, dan kebetulan bertemu dengan Nila lagi yang kali ini pergi bareng Adiknya Sita. Mereka kebetulan ada keperluan belanja peralatan menggambar untuk Sita. Berbeda dengan Asri, cara belanja Nila lebih terencana, yaitu dengan menuliskan catatan dulu sehingga pada saat sudah sampai di pasar tidak belanja yang aneh-aneh. Dari situ Asri pun berniat untuk mencontoh Nila.
5. Salahnya Inu, Majalah Bobo No. 15, 18 Juli 1996
Bercerita tentang Inu yang akan menghadapi ulangan setelah bel istirahat pertama. Celakanya, semalam ia malah ketiduran setelah menonton sinetron si Doel Anak Sekolahan yang ditayangkan di TV. Padahal ia sudah menenggak segelas kopi, nyatanya matanya tetap saja merem dan kebablasan sampai pagi. Jadilah ia blank dengan segala materi yang akan dijadikan ulangan. Dengan waktu yang demikian mepet, ia bermaksud menghapal secepat mungkin sebelum bel masuk berbunyi. Sayangnya, baru saja ia berusaha menghapal, Tia temannya datang membuyarkan konsentrasinya. Ia malah mengajak Inu jajan Pempek Palembang di kantin dan ngobrol ke sana kemari. Inu kesal. Ia menolak ajakan Tia dan ngeloyor begitu saja mencari tempat yang agak tenangan dikit untuk belajar. Sayangnya bel keburu berbunyi. Pupus sudah harapan Inu untuk bisa menjawab setiap soal ulangan dengan lancar. Iapun bener-bener ngambek dan menyalahkan Tia.
6. Bihun Goreng Spesial, Aat Danamihardja, Majalah Bobo No. 20, 1996
Bercerita tentang dua bersaudari bernama Dita dan Angga yang bertukar tugas dalam mengerjakan pekerjaan rumah yang diamanahkan oleh kedua orang tuanya. Dita yang semula bertugas memasak kini harus menggantikan tugas Angga membersihkan rumah. Begitupula sebaliknya, Angga yang biasa beberes kini kebagian memasak. Ini semua gara-gara celetukan Angga yang bilang memasak itu lebih gampang daripada menyapu, mengepel atau lainnya. Jadilah Dita kesal dan menantang Angga agar bertukar posisi supaya tahu bagaimana susahnya memasak. Ia ingin mengetes seberapa bisa kemampuan Angga yang kali ini dipesani Papa untuk membuat bihun goreng. Karena jarang turun ke dapur, maka Angga pun bingung memulainya darimana. Parahnya ia malah gengsi segala lagi tidak mau bertanya pada Dita. Jadilah bihun goreng bikinannya kacau balau, hahahaha...
7. Sainganku Sahabatku, Anita Ratnayanti, Majalah Bobo No. 30, 2 November 1995
Mei sering dimintai tolong ibunya untuk membantu Nenek setiap sore membersihkan ruman. Mulanya Mei kesal karena dengan pekerjaannya itu, ia jadi merasa kurang bermain. Tapi apa mau dikata, usia nenek sudah renta. Sehingga mengharuskannya bantu-bantu.
Suatu ketika Mei bolos membantu nenek. Jadilah nenek kelelahan dan sempat jatuh sehingga kesehatannya menurun. Maka suatu ketika Mama Mei meminta anak Art-nya untuk membantu Nenek menggantikan Mei. Tak disangka, Mei yang melihat anak tersebut akhirnya akrab dengan Nenek juga kadang dikasih ini itu oleh Mama menjadi sedikit agak cemburu. Suatu kali, saat si anak tersebut lewat dengan sepeda yang tadinya adalah sepedanya, segeralah Mei mengagetkannya. Anak itupun terjatuh dan kakinya terkilir. Semua orang panik termasuk Nenek. Mei pun merasa bersalah dan menyesali perbuatannya. Iapun membantu memanggilkan tukang urut agar kaki anak tersebut segera sembuh. Keduanya lalu menjalin persahabatan dengan indahnya dan tak ada lagi iri-iri-an di hati Mei.
8. Papang, Kemala P, Majalah Bobo No. 26, 5 Oktober 1995
Bercerita tentang Papang anak lelaki kelas 6 SD yang gemar membuat kesal teman-teman belajar kelompoknya. Sebut saja Pita, Oni, dan Sesa. Pasalnya, ia sering sekali datang terlambat dengan berbagai macam alasan, entah itu sedang mengisi bak mandi lah, ketiduran lah, dsb. Seperti sore kali ini, lagi-lagi Papang terlambat datang ke rumah Pita padahal hari sudah menuju magrib. Ujung-ujungnya yang lain lebih memilih mengerjakan PR duluan dan pulang karena yang ditunggu-tunggu tak muncul juga. Berbeda dengan Pita, Santi adiknya justru senang jika Papang datang. Soalnya ia sering dikasih permen sih. Sayangnya hari itu Papang belum muncul juga, sampai akhirnya Pita memutuskan untuk menulis laporan hasil belajar kelompok yang harusnya menjadi tugas Papang sebagai ketuanya. Papang bener-bener ngeselin. Pokoknya kalau ia beneran datang biar saja ia tidak akan menemuinya. Eh, tak lama kemudian Santi pun berteriak bahwa Papang datang, tapi dengan kondisi yang mengenaskan karena baru saja tabrakan dengan pohon, jadi lututnya berdarah-darah dan pipinya bengkak. Pita pun kasihan sebab kata Papang ia sengaja ngebut setelah sebelumnya menimba air terlebih dulu. Kali ini Pita pun memaafkan kesalahan Papang. Apalagi ditambah dengan ia membawa permen cokelat 2 biji, satu untuk Santi dan satu lagi untuk dirinya. Mereka pun kembali akur seperti sedia kala.
9. Tulisan Mbok Isah, Widya Suwarna, Majalah Bobo No. 37, 22 Desember 1994
Ririn kecapean setelah mencari kado untuk temanya Yanti seusai sekolah. Sesampai rumah, perutnya pun keroncongan. Ia bertanya kepada Mama hari ini memasak apa. Mama bilang di meja ada lontong, sate, sayur lodeh, kerupuk, dan sambal. Meski begitu dengan cueknya Ririn bilang kurang selera. Ia malah minta ijin pada Mama agar Mbok Isah membelikannya mie godog yang ada di ujung gang. Mama sih bilang terserah, tapi dalam hatinya pasti kecewa karena sudah masak banyak-banyak, eh ujung-ujungnya ga dimakan.
Saat menikmati mie godog pesanannya, Ririn penasaran dengan aktivitas Mbok Isah yang seperti sedang mencatat sesuatu. Maklum, Mbok Isah baru lulus kursus membaca dan menulis yang diselenggarakan ibu-ibu PKK, jadi mulai sekarang ia rajin menulis sesuatu. Iseng, Ririn kemudian bertanya apa yang sedang ditulisnya. Awalnya Mbok Isah menolak, tapi setelah dipaksa Ririn akhirnya diperlihatkannya tulisannya itu. Ternyata isinya daftar kegiatan memasak Mama hari ini. Dan jika diurutkan lumayan panjang juga prosesnya. Dari situ Ririn kemudian tersadar bahwa tindakannya tadi yang menolak mencicipi masakan Mama adalah kurang sopan. Akhirnya ia pun meminta maaf pada Mama dan berjanji sore itu akan mencoba masakan Mama.
10. Tamu, Sisilia Lilis S, Majalah Bobo No. 7, 25 Mei 1995
Rani akan kedatangan sepupunya Intan dari Jakarta yang merupakan anak orang kaya. Tantenya, yang merupakan adik Papanya memang seorang pengusaha sukses. Jadi sangat berbeda dengan keluarganya yang sederhana. Oleh karenanya, beberapa kali Mama mengingatkan agar Rani berlaku sopan pada Intan. Tapi apa yang dibayangkan Rani tentang Intan ternyata berbeda 180 derajat dengan kenyataannya. Ia pikir karena berasal dari kalangan berada, Intan anaknya sopan. Eh ternyata malah kebalikannya. Tapi meskipun begitu, ia akan tetap mengikuti didikan orang tuanya agar selalu bersikap sopan kepada siapapun, tidak memandang status maupun kelas sosial.
11. Panggilan untuk Ega, Wahyu Noor S, Majalah Bobo 50, 21 Maret 1996
Bercerita tentang kekesalan Ega yang diejek teman-temannya lantaran selalu dipanggil oleh neneknya dengan menggunakan kentongan. Padahal kebiasaannya itu sudah turun-temurun sejak lama. Baik itu ditujukan buat nenek waktu masih kecil ketika dipanggil oleh buyutnya Ega, atau buat ayahnya waktu masih kecil supaya segera pulang setelah seharian bermain. Tapi, kata teman-teman cara tersebut sungguh bikin malu. Jadilah ia protes agar neneknya tidak lagi membunyikan kentongan. Ga taunya, neneknya sedih dan akhirnya memenuhi permintaan cucunya itu. Beliau jadi berbicara seperlunya saja agar Ega merasa tidak dicereweti.
Suatu kali Ega merasa rindu juga setelah lama tidak mendengar bunyi kentongan yang merupakan bentuk perhatian nenek padanya. Sayangnya, beberapa hari terakhir kondisi kesehatan nenek menurun dan harus dibawa ke rumah sakit. Ega pun menyesal dan berjanji tidak bersikap kurang sopan lagi pada nenek yang telah merawatnya sejak kecil sepeninggal ibunya dulu.
12. Latihan Puasa Bagi Laila, Wahyu Noor S, Majalah Bobo No. 44, 8 Februari 1996
Bercerita tentang keinginan Laila untuk puasa sehari penuh namun nyatanya tidak bisa karena maagnya kumat. Maklum dirinya baru berusia 7 tahun dan masih dalam taraf latihan. Mamapun dengan bijaksana menasihati agar puteri kecilnya itu bisa berlatih sedikit demi sedikit dulu, tidak langsung puasa penuh. Beliau juga segera membuatkan Laila segelas susu hangat dan mie instan rebus agar puterinya tidak sakit perut. Nanang, kakak Laila yang melihat adiknya membatalkan puasa lantas meledek dan mengatainya bakalan jadi ulat segede bantal karena tidak jadi puasa. Tapi Mama menegur Nanang, karena memang segala sesuatu itu ada awalnya. Dan karena Laila masih kecil, maka puasanya setengah hari dulu juga tidak apa-apa.
13. Berani Mengeritik, Widya Swarna, Majalah Bobo No. 43, 1 Februari 1996
Bercerita tentang Fiona yang bergabung dengan geng teman cewek di sekolah barunya yang terdiri dari 3 orang. Mulanya Fiona sangat senang karena memiliki teman baru yang kompak, tapi setelah tahu kebiasaan ketiga temannya itu, ia malah jadi kurang sreg. Suatu hari ia memutuskan untuk berani mengkritiknya supaya temannya itu mau berubah. Misalnya supaya tidak terlalu boros saat jajan di kantin, mau naik kendaraan umum yang murah tidak melulu taxi atau bajaj, juga tidak menyalin jawaban PR tanpa berusaha mengerjakannya terlebih dahulu. Memang awalnya mendapat kritik seperti itu terasa menyebalkan. Kedengarannya Fiona kok sok tahu banget dan mengatur-ngatur hidup orang. Tapi setelah direnungkan lagi, ternyata ada benarnya juga kritikannya itu sehingga membuat ketiganya sadar dan mau berubah ke arah yang lebih baik.
14. Aku Sayang Kamu, Kemala P, Majalah Bobo No. 27, 10 Oktober 1996
Menceritakan kekesalan Keke terhadap Dede adiknya yang bandel luar biasa. Baru kemaren Dede diare akibat sembrono memungut jambu air untuk dimakan sebagai rujak bareng kawannya Awang, eh sekarang malah memecahkan jambangan bunga. Awalnya Keke seperti biasa ingin mengomeli adiknya itu. Tapi ketika tak sengaja ia menangkap pembicaraan sang adik dengan Awang, bahwa ia sangat sayang pada kakaknya dan selama ini berbuat begitu karena cari perhatian, perasaan Keke jadi meleleh. Ia pun berjanji agar ke depannya tidak terlalu bersikap galak pada Dede.
15. Ferina, Kemala P, Majalah Bobo No. 24, 19 September 1996
Bercerita tentang Ferina yang dikenal baik hati dan senang menolong teman-temannya, tapi kali ini ia harus dirawat di rumah sakit karena tangannya patah setelah jatuh dari pohon jambu di belakang rumahnya. Vivit sahabatnya, menyayangkan tindakan Ferina yang masih mau saja meladeni teman-temannya yang lain seperti Mira yang asal minta dibawakan jambu, padahal kemarin hujan deras sehingga batang pohonnya licin. Ferina juga selalu berbaik hati pada siapapun misalnya mau mengajari temannya yang selalu ijin pamit ke kamar mandi ketika pelajaran matematika, dll. Pokoknya Ferina itu tipe-tipe anak yang tidak bisa berkata tidak. Selalu saja ia menyanggupi apa yang diminta temannya walaupun kadang terdengar merepotkan. Vivit saja kalau memposisikan diri sebagai Ferina merasa malas. Jadi Vivit pikir, barangkali dengan kejadian ini Ferina bisa merenung agar tidak harus setiap permintaan temannya yang merepotkan itu dituruti. Tapi tak disangka, Ferina yang tangannya kini tengah digips itu tetap ceria. Malah ia kini menikmati buah kebaikannya seperti teman-teman yang bersedia membawakan catatan pelajaran selama ia dirawat agar ia tak ketinggalan pelajaran dan juga banyak yang membawakannya makanan loh.
16. Bisa Miskin, Bisa Tidak, Widya Suwarna, Majalah Bobo No. 26, 1 Oktober 1998
Bercerita tentang Airin yang sepulang sekolah merasa dihantui pertanyaan tentang perekonomian yang akhir-akhir ini terasa cukup sulit. Banyak orang di luaran sana yang tiba-tiba demi sebuah sembako sampai harus menjual barang-barang berharga. Ingin rasanya ia mengungkapkan keresahannya itu pada Mamanya. Tapi sayang, setiba di rumah Mama dan bibi ART-nya sedang menghadiri acara pemakaman seorang kerabat. Yang ada hanya si Empat, anak Bibi ART-nya yang berusia sebaya dengannya. Tak disangka, selain pintar masak (yang dalam cerita ini si Empat memasakkan nasi goreng ikan asin yang kelihatannya enak), Airin malah bisa belajar banyak hal. Terutama tentang filosofi kehidupan antara istilah kaya harta, kaya iman, miskin harta, dan miskin iman. Wah si Empat pintar juga ya ternyata.
17. Sudah Tertangkap, Basah Lagi, Majalah Bobo No. 26, 1 Oktober 1998
Bercerita tentang kenakalan Erwin dan Dani yang iseng menjadikan bak kamar mandi di asramanya sebagai tempat untuk berenang. Pantas saja akhir-akhir ini, bak mandi sering kotor. Alhasil, teman-temannya pun ingin menangkap basah mereka suatu kali supaya keduanya jera dan tidak lagi mengulangi perbuatannya.
18. Susu untuk Adik, Lena D, Majalah Bobo No. 31, 5 November 1998
Bercerita tentang Galang yang bersedia membuatkan Abeng temannya berbagai permaianan dari kulit jeruk bali namun dengan imbalan susu gratis. Rencananya ia akan memberikan segelas untuk adiknya karena memang akhir-akhir ini harga susu sedang mahal. Tak disangka, adiknya malah ingin membagi susu tersebut kepada temannya yang sedang sakit dan dirawat di rumah sakit. Dari situlah Galang malah jadi belajar dari ketulusan hati adiknya yang tidak pernah pelit untuk berbagi.
19. Suatu Sore, Benny Ramdani, Majalah Bobo No. 6, 21 Mei 1992
Bercerita tentang Irna yang mulanya kesal karena tidak dijemput Mamanya usai berlatih tari di gelanggang seni. Oleh karenanya ia harus menaiki metromini agar bisa sampai ke rumah tepat waktu. Tak di sangka, di halte ia malah diajak ngobrol oleh gadis yang berpenampilan kumal tapi sok akrab. Namanya Uket. Mulanya ia berusaha tak menghiraukan Uket, tapi lama-lama ia kasihan juga karena Uket merasa sedih ketika dicuekin Irna. Akhirnya keduanya pun ngobrol sampai tau-tau metromini sampai di pemberhentian mereka. Karena keduanya sama-sama turun, Irna pikir Uket ini pastilah tinggal di perkampungan yang ada di belakang komplek perumahannya. Tapi begitu Uket mengajak Irna singgah ke rumahnya yang ternyata sama sekali tidak ada di kampung, bahkan bangunannya sudah ada tepat di depan mata, Irnapun terpana. Ya bangunan rumah yang megah dan kelihatannya tidak matching dengan penampilan Uket. Siapa sebenarnya Uket ini. Ternyata Uket bukanlah seperti yang dibayangkannya selama ini. Ia adalah anak orang kaya yang aslinya bernama Sita dan kini tengah memerankan seorang gelandangan untuk sebuah pentas drama. Latihannya pun sama-sama di tempat Irna berlatih tari, yaitu di Gelanggang Seni. Nah, cerpen ini mengajarkan kita untuk tidak buru-buru mengecap orang dari segi penampilannya saja.
20. Selamat Jalan Opa, Pipiet Senja, Majalah Bobo No. 6, 21 Mei 1992
Bercerita tentang Ucok yang tak percaya akan kepergian Opanya untuk selama-lamanya. Opanya sendiri merupakan seorang veteran yang dulunya membantu merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Padahal tempo hari ia masih mengobrol dengan beliau dalam keadaan segar bugar. Bahkan, ia malah dijanjikan akan diajari jurus silat terbaru sambil bercanda ria karena Opanya baru sempat sekarang. Maklum, sebelumnuya beliau sibuk mendokumentasikan kisah perjuangannya dulu ke dalam bentuk buku. Jadi rasanya bagaikan mimpi di siang bolong ketika Tante Mie mengabarkan bahwa Opa telah tiada. Dipikirnya Tante Mie cuma bercanda. Tapi, setelah melihat sendiri sang Opa sudah betul-betul terbujur kaku dengan kain kafan yang menyelimuti seluruh tubuhnya, Ucok kembali tersadar. Tapi setelah itu ia jadi bangga akan sifat-sifat Opa dan ingin meneruskan impian Beliau dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang berguna untuk kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
21. Kenangan yang Tersisa, Mudjibah Utami, Majalah Bobo No. 47, 2 Maret 1995
Bercerita tentang lebaran Adel yang kali ini harus dilalui tanpa nenek. Sebab awal puasa lalu nenek jatuh dari kamar mandi dan akhirnya meninggal setelah 3 hari dirawat di rumah sakit. Saat hari raya tiba, Adel jadi teringat semua kenangannya akan Nenek. Sebab selama ini Nenek lah yang sudah mengasuhnya sejak kecil. Maklum Mama Adel memang anak bungsu. Jadi Nenek memintanya untuk tinggal bersamanya. Adel juga ingat bahwa Nenek pernah berjanji untuk membuatkannya mukena bila Adel berhasil puasa selama sebulan penuh. Sayang saat keinginan tersebut terpenuhi Nenek telah tiada. Tapi tetap saja, kenangan bersama Beliau sangat membekas di hati Adel, apalagi sebelumnya memang pernah ada kejadian lucu waktu Adel masih dalam tahap puasa.
22. Atun, Mala G. S, Majalah Bobo No. 47, 2 Maret 1995
Bercerita tentang gadis kecil bernama Atun yang kerap bolak-balik mengintip sebuah rumah tingkat yang letaknya tak jauh dari Toko Meriah, tempat ia biasa dimintai tolong ibunya untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Atun kecil yang manis, sering mengenakan baju dan pita merah saat melintas ke sana. Pulangnya, pasti ia akan mengamati keadaan di sekitar rumah yang tampak asri karena halamannya penuh dengan bunga-bunga ros. Ia juga sering melihat kursi roda yang digantungkan di bagian dinding dari rumah itu, tapi tidak tahu siapa yang memakainya.
Suatu kali, Atun dimintai tolong ibunya untuk beli beras di Toko Meriah. Nah, pulangnya ia mampir lagi buat melihat rumah tingkat itu. Tak disangka kursi roda yang biasa tergantung di dinding sudah ada yang mendudukinya. Dialah gadis manis yang usianya beberapa tahun lebih tua dari Atun. Gadis itu sedang membaca majalah Bobo kesukaan Atun yang biasanya ia pinjam dari perpustakaan. Oh ya, gadis di kursi roda itu tidak sendiri. Ia ditemani pengasuhnya yang bernama Yu Tin.
Karena keasyikan mengamati, akhirnya kresek tempat beras yang dipegang Atun tiba-tiba pecah. Atun teriak panik, dan Yu Tin diminta majikannya untuk menghampirinya. Ia juga bilang bahwa Non Ines ingin ketemu. Wah siapa pula itu Non Ines. Pasti gadis yang duduk di kusi roda itu.
23. Cuci Piring, Majalah Bobo No. 40, 12 Januari 1995
Bercerita tentang Tio yang rajin membantu ibunya mencuci piring setelah ada pembagian tugas dengan kakaknya. Tio kebagian siang hari sedangkan kakaknya malam hari. Alasannya adalah kalau malam, Tio ingin santai-santai saja saat nonton TV tanpa adanya gangguan mencuci piring.
Sayangnya akhir-akhir ini Tio merasa kesal karena kebiasaanya itu malah diolok-olok oleh teman sekolahnya. Masa ada yang bilang cuci piring identik dengan pekerjaan perempuan. Ya, Tio sebal banget, hanya karena cuci piring, ia malah dikatai banci.
Kejadian itu bermula pada suatu siang dimana Tio iseng sedang menyapa geng temannya yang kebetulan lewat dan kelihatan dari arah jendela dapur rumah Tio. Geng temannya itu pulang terlambat lantaran Nanang, salah satu ketuanya habis mentraktir nasi kuning kantin pada teman-temannya. Saat lewat itulah, Tio ditawari mampir warung pojok juga buat ditraktir nasi goreng karena sebelumnya belum sempat ditraktir nasi kuning. Tio sih setuju saja. Tapi paling ia tidak oesan nasi goreng. Ya cuma kolak boleh lah.
Nah, pas sorenya itu Tio ditanya kenapa tadi ia ada di dapur. Eh pas dijawab lagi cuci piring malah ditertawakan habis-habisan. Keesokannya, ia juga diejek oleh seisi kelas. Tapi kemudian Nanang tersadar, bahwa ia pun sebenarnya sering pula membantu ibu walaupun bukan dalam bentuk cuci piringnya. Misalnya membantu menggantikan baju adik bayi setelah mandi, membantu membelikan belanjaan ibu di pasar, membantu menjual ayam, dll, dan itu semua kan tidak ada kaitannya dengan pekerjaan laki-laki atau perempuan... Makanya, kelak kalau masih ada yang mengejek Tio, dia bakal membelanya di garda terdepan.
24. Oma Ami Pecinta Lingkungan, Widya Suwarna, Majalah Bobo No. 40, 12 Januari 1995
Bercerita tentang Oma Ami yang punya kebiasaan unik setiap pagi saat berkeliling kompleknya. Yaitu beliau akan berdandan rapi sambil menjinjing tas berbunga-bunga dan tangan satunya memegang tongkat berujung sekop. Di beberapa titik, ia akan berhenti sejenak sambil memungut sesuatu di jalanan yang kemudian dimasukkannya ke dalam tas bunganya.
Sayangnya suatu hari ada penjambret yang mengambil tas cantik Oma Ami yang malang. Padahal Oma Ami sudah bilang bahwa isinya adalah sesuatu yang tidak berguna. Tanpa mengindahkan perkataannya, penjambret itu pun tetap memaksa mengambil tasnya dan kabur entah kemana. Oma Ami pun ditolong warga sekitar sambil bercerita tentang isi tas cantiknya itu sebenarnya apa. Setelah warga tahu, mereka pun tertawa karena pasti penjambretnya akan bete sekali begitu melihat isinya, hahaha..
25. Yang Sudah Lama Dicari, Kemala P, Majalah Bobo No. 14, 11 Juli 1996
Bercerita tentang pikiran Irfan yang tiba-tiba melayang ke suatu masa tatkala ia sedang melamun di sebuah dahan pohon nangka sambil sayup-sayup dari arah dapur terdengar lantunan musik dangdut kesukaan Bibi ART-nya. Ya, musik dangdut itu mengingatkannya pada suatu kejadian di beberapa tahun silam saat ia dan keluarganya sedang dalam perjalanan ke rumah nenek yang ada di Jakarta. Waktu itu mereka pergi menggunakan bus umum dengan suasana di luar sana hujan deras. Adiknya Ina yang masih berusia 3 tahun berada dalam dekapan Mama karena tiba-tiba menggigil hebat akibat deman. Hal tersebut tentu saja membuat Mama panik karena Beliau lupa tidak membawa obat penurun panas. Di tengah kegamangannya itu tiba-tiba seorang bocah lelaki seumuran Irfan mendekati Mama dan memberikan bungkusan dalam plastik setelah di luaran sana berlari menembus hujan. Bibirnya biru, wajahnya pucat. Tapi tak disangka bungkusan yang dibawanya adalah obat penurun panas buat sang adik. Mama pun gembira karena mendapatkan apa yang dicari. Tapi tak sempat memberikan selembar uang sebagai tanda terima kasih, eh anak itu sudah keburu pergi dari hadapannya dan bus pun kembali berjalan.
Tak disangka, Irfan pun tersadar dari lamunannya ketika Gani temannya tiba-tiba memanggilnya dan ingin memperkenalkannya pada seseorang. Dan orang tersebut adalah...eng ing eng...si anak yang dulu memberikan obat penurun panas kepada Mama. Rupanya ia baru pindah dari Lampung sepeninggal ibunya, dan akan disekolahkan orang tua Gani yang berarti akan sekelas dengan Irfan. Ah, sebuah kebetulan yang ga disangka-sangka ya.
25. Anak-anak Laut, Lena D, Majalah Bobo No. 11 Juli 1996
Bercerita tentang kakak beradik bernama Adam dan Dicky yang berhadapangan dengan kerasanya kehidupan sebagai 'anak-anak laut'. Keduanya saban hari mencoba peruntungan di dekat darmaga dengan cara melompat ke dasar laut setelah seseorang melemparkan koin ke laut agar diambilkan kembali dengan imbalan uang, Pekerjaan ini walaupun menantang bahaya dan sempat dikhawatirkan oleh Ibu, tapi tetap saja dijalani oleh Adam dan Dicky dengan gembira. Apalagi karena banyak keinginan yang bisa dicapai setelah bersusah payah menyisihkan uang hasil menyelamnya itu. Misalnya ia bisa membeli sepatu baru walaupun ada acara berantem duluan karena ada kesalahpahaman yang terjadi antara Dicky dan Adam. Tapi ya begitulah... namanya juga kakak dan adik ya. Berantem dikit mah biasa hahaha...
26. Menjadi Bi Iyah, Lena D, No. 10/XX1V
Bercerita tentang Mimi yang ngambek ketika ART-nya, Bi Iyah berikut anaknya Ani hendak mengambil cuti untuk berlibur selama seminggu di kampung halaman. Pasalnya Mimi selama ini selalu ditemani main oleh Ani. Jadi Mimi merasa seminggu ini ia bakal kesepian. Tapi sebagai upaya untuk menghiburnya, Mama pun minta ditemani masak agar Mimi ada kegiatan bermanfaat. Apalagi siang itu agendanya adalah masak sop kesukaan Mimi. Mimi pun jadi tahu bagaimana cara mengupas wortel dan kentang walaupun awalnya lumayan kesulitan. Tapi setelah jadi semangkuk sop hangat yang lezat, Mimi jadi ketagihan membantu ibunya di dapur, persis seperti apa yang biasa Bi Iyah kerjakan selama ini.
27. Ketika Mobil Mogok, Widya Suwarna, No. 10/XX1V
Bercerita tentang kekesalan Nina yang tadinya mau happy-happy aja liburan bareng temannya, eh ujung-ujungnya malah disuruh momong kedua adiknya yang masih kecil yaitu Oki dan Dian. Walaupun masih tampak sebal, untung saja Angie temannya kelihatan luwes dan pandai menjaga anak kecil, jadi sepanjang perjalanan tugasnya malah seakan tergantikan oleh Angie. Ya, karena Oki dan Dian sudah nemplok duluan sama sifat keibuan Angie.
Namun, belum juga sampai di tempat tujuan, tiba-tiba mobil mogok. Sembari menunggu mesin dan tangki oli diperiksa, Nina dkk pun memilih melipir di bawah sebatang pohon rindang yang ada di pinggir jalan. Ia jadi banyak belajar bagaimana cara Angie momong adiknya. Pasalnya biarpun kepepet berada dalam situasi yang menyebalkan, Angie bisa tetap menghandle keduanya agar tetap gembira, entah itu dengan mengajarkan berbagai macam hal. Misalnya bercerita, mengajarkan tebak-tebakan nama pohon yang mereka lihat, mengamati sekitar termasuk semut dan juga liangnya, dsb. Dari situ Nina jadi tersadar, harusnya ia sebagai kakak kandung bisa seluwes Angie yang bahkan adalah anak tunggal.
28. Pelanggan Minyak Goreng, Ti, Majalah Bobo No. 19, 17 Agustus 1997
Bercerita tentang penjual minyak keliling bernama Pak Mas'un yang setiap hari berkeliling sambil meneriakkan dagangannya. Pelanggannya banyak. Pasalnya minyak yang dijualnya sangat murah di bawah harga rata-rata. Makanya pelanggannya pada setia. Apalagi Pak Mas'un juga selalu melayani mereka dengan senang hati walaupun beberapa diantara pelanggannya ada yang terkenal cerewet, suka ngebon dan lain-lain.
Suatu kali Pak Mas'un sakit. Ia libur berjualan karena harus istirahat. Pak Jupri, penjual minyak saingannya biasa menjual minyak dengan harga lebih tinggi dari Pak Mas'un tahu kalau Pak Mas'un sakit. Iapun berniat membeli semua minyak Pak Mas'un biar minyaknya ga keburu tengik. Karena tak mau rugi besar dan ia pun butuh uang untuk berobat, maka ia pun terpaksa menjual minyaknya ke Pak Jupri.
Tak berapa lama, kabar Pak Mas'un sakit terdengar di kalangan pelanggannya. Maka berbondong-bondonglah mereka ke rumah Pak Mas'un untuk menengok. Ada yang membawakan buah, ada yang memberinya amplop berisi beberapa lembar uang, juga yang tukang ngebon pun sengaja datang sambil membawakan sup panas. Ah, betapa gembiranya hati Pak Mas'un. Karena kebaikan hatinya pada pelanggan membuatnya berlimpah rejeki.
29. Berikanlah, Marta !, Widya Suwarna, Majalah Bobo No. 12, 26 Juni 1997
Bercerita tentang Marta yang dinasihati Mamanya supaya tidak hitung-hitungan ketika menolong orang. Ia mendapat pelajaran berharga ini tatkala menolong Wati, anak seumurannya yang menjadi korban kebakaran dan selama seminggu akan menginap di rumahnya, sebelum bisa menempati kos-kosan yang akan disiapkan saudaranya minggu depan.
Mulanya, Marta tidak ngeh siapa Wati. Ia malah sebelumnya curiga karena sepulang sekolah, ia berpapasan dengan anak perempuan yang seperti mengayuh sepeda mininya. Ia tahu betul sepeda mininnya seperti apa karena di dekat keranjangnya ada stiker donal bebeknya. Nah, karena penasaran, maka setiba di rumah ia langsung mengecek sepedanya apa ada di gudang atau tidak. Eh pas dicek ternyata tidak ada. Marta panik. Dikiranya sepedanya beneran dicuri anak tadi. Untung segera Mama menjelaskan. Karena Beliau meminta tolong Wati (anak yang dilihatnya tadi) buat beli semangka di supermarket dengan menggunakan sepeda Marta. Terus Mama jadi menjelaskan deh siapa itu Wati yang sekarang sedang kesusahan karena rumahnya habis kebakaran. Ga ada yang tersisa sedikitpun kecuali baju seragam dan tas sekolahnya. Makanya baju saja Wati ga punya. Dari situ Marta disuruh Mama buat memberikan Wati berapa setel supaya Wati ada baju buat ganti. Meskipun berat tapi Marta menyanggupi. Eh, ga taunya beberapa hari kemudian ia malah merasa Tuhan itu adil karena Kak Silvia ponakan Mama yang baru saja diterima bekerja di sebuah maskapai penerbangan asing mampir ke rumah. Oleh-oleh yang dibawanya banyak. Salah satunya adalah blouse cantik Mama, dan beberapa stel baju buat Marta. Tuh kan, kalau kita ga hitung-hitungan ngasih orang, pasti Tuhan kasih gantinya jauh lebih banyak tanpa bisa kita sangka-sangka ya.
30. Pindah Rumah, Intan, Majalah Bobo No. 48, 6 Maret 1997
Bercerita tentang Keluarga Reta yang harus pindah rumah setelah sang Ayah dipindahtugaskan dari Jakarta ke Bandung. Seluruh keluarga happy kecuali Reta karena ia harus berpisah dengan Puti sahabatnya. Makanya wajahnya ditekuk teris padahal rumah yang akan mereka tempati lumayan bagus dan banyak bunganya.
Karena tidak seantusias Mas Bayu yang ternyata sangat menyukai rumahnya, apalagi setelah melihat adanya lapangan sepak bola di dekat situ, akhirnya Reta memilih berkeliling sementara sampai ia dipanggil oleh seseorang yang tinggal tak jauh dari rumahnya. Namanya Melati. Anaknya seumuran dengannya dan sekolah di tempat Reta kelak. Keduanya sama-sama punya latar belakang yang sama karena Melatipun baru saja berpisah dengan sahabatnya Mia yang juga pindah beberapa hari lalu. Dari situ akhirnya Reta dan Melati bisa cepat akrab dan akhirnya menjalin persahabatan baru. Reta pun tidak murung lagi. Ayah dan ibu ikut gembira deh.
31. Peri Gigi, Benny Ramdani, Majalah Bobo No. 51, 28 Maret 1991
Bercerita tentang Tika yang sudah diajari ayah ibunya supaya tidak takut ketika pergi ke dokter gigi, atau bahkan harus cabut gigi. Sebabnya mereka bilang bahwa nanti gigi yang sudah dicabut itu akan digantikan oleh peri gigi dengan uang. Memang kedengarannya agak absurd tapi lumayan juga bikin Tika ga nangis jika sudah berurusan dengan dokter gigi. Manjur juga cara ayah dalam menceritakan keberadaan si peri gigi ini loh hahaha...
32. Mirah, Majalah Bobo No. 51, 1 April 1993
Bercerita tentang Mirah, ART-nya Bu Ananto yang sering sekali dijumpai sedang membaca ketika pekerjaannya telah rampung. Rupanya ia sering membaca buku pelajaran. Ketika ditanyai Bu Ananto sih, katanya biar Mirah ga ketinggalan pelajaran andai suatu saat nanti bisa sekolah lagi. Bu Ananto pun takjub. Ia kemudian berniat menyekolahkan ART-nya itu dan membelikan semua perlengkapan sekolahnya berikut biaya pendaftaran serta bulanannya. Bahkan Mirah disekolahkan di sekolah yang cukup bagus di kota itu. Paling yang mengganjal di hati Mirah adalah pesan Bu Ananto yang bunyinya begini : nanti kalau ada temannya yang tanya bilang saja ia adalah anak Bu Ananto. Pas Mirah tanya kenapa, katanya biar tidak ada yang mengejeknya. Wah, habis itu Mirah malah jadi rendah diri dong. Ia jadi berpikir apa sebegitu rendahnya pekerjaannya sebagai ART. Karenanya, ia jadi tampak murung saja setiap ada di kelas karena takut berkumpul dengan teman-temannya lalu ditanyai macam-macam. Melihatnya begitu, Bu guru pun memanggilnya dan bertanya kenapa Mirah selalu tampak minder. Nah, dari situlah akhirnya ia berterus terang dan disarankan tidak mengapa jujur saja paling tidak dengan sahabat dekatnya.
33. Kuningan, Lena D, Majalah Bobo No. 50, 20 Maret 1997
Bercerita tentang kegalauan Sri yang akan menghadapi hari libur Kuningan, apakah ia akan menghabiskan waktu dengan membantu ibu dalam menyiapkan pesanan renggina, banten, dan mejahitan untuk keperluan upacara adat atau menerima ajakan temannya berlibur di desa selama 2 hari. Sri memang anak yang berbakti. Jafi ia merasa tak enak hati kalau tidak membantu ibu, padahal pesanan sedang banyak. Kasihan kalau ibu kerepotan lantaran bekerja sendirian. Sedangkan di dalam hatinya paling dalam, ia juga ingin sekali berlibur bersama teman-temannya. Akhirnya, ia memaksimalkan hari sebelum hari libur itu untuk membantu menggoreng renggina yang terbuat dari ketan dengan harapan paling tidak satu hari bisa ikut berlibur di desa tempat temannya. Oh ya, karena membaca cerpen ini aku jadi tahu loh beberapa macam nama penganan khas Bali, dan aku jadi pengen tahu cara bikinnya juga hihihi...
34. Ternyata, Aat Danamihardja, Majalah Bobo No. 26, 5 Oktober 1995
Bercerita tentang Mimin seorang anak yang kedapatan sedang memikul keranjang berisi roti untuk diantarkan ke kios langganan. Di sepanjang perjalanan, pikirannya berkelana kemana-mana. Mulai dari nasibnya yang harus menyambangi jalanan licin ini setiap hari karena saat ini ia harus bejerja pada Wak Jarkasih sang juragan roti isi selai. Padahal Wak Jarkasih orangnya terkenal galak, judes, jutek atau apapun itu istilahnya, sehingga membuat banyak orang segan padanya. Pokoknya banyak banget deh pegawainya yang sudah kena semprot, entah karena lupa membubuhkan pengembang pada adonan kue, ketahuan nyomotin selai, dll. Nah, ia sendiri sih berdoa supaya jangan sampai sekali-sekalinya kena marah. Soalnya Wak Jarkasih kalau sudah marah serem. Ia kan juga butuh banget pekerjaan ini karena harus membiayai sekolahnya dan juga adiknya yang tahun ini sudah masuk SD. Pokoknya kudu hati-hati banget deh jangan sampai kena apes. Eh baru saja ia memikirkan hal itu, tiba-tiba seorang anak dengan sepedanya menabraknya hingga terjungkal. Keranjang roti di tangannya juga ikutan ambyar. Isinya berhamburan jatuh ke lumpur dan kotor semua. Tapi pas mau memarahi si anak yang menabraknya tadi, tiba-tiba diurungkannya niatnya itu karena tahu si anak sedang buru-buru mengayuh sepeda karena mau menebus obat buat ibunya yang sedang sakit keras. Miminpun sejenak trenyuh. Ia jadi teringat dengan mendiang ibunya dan tak ingin anak itu bernasib sama dengan dirinya yang kini telah piatu. Ia pasrah saja deh kalaupun hari ini harus kena omel Wak Jarkasih. Tapi beneran ga ya, Wak Jarkasih akan marah. Sebab ia sudah ada di belakangnya loh...waduh...
Nah, demikianlah cerpen-cerpen Majalah Bobo Jadoel tahun 90-an yang paling aku suka karena biarpun bacaannya ringan tapi pesan moralnya bagus-bagus. Sudah begitu ilustrasinya membekas banget lagi di hatiku, hehehe..