Assalamualaikum wr wb...
Apa kabar? Semoga dalam keadaan baik ya. Alhamdulilah sampai juga di penghujung postingan Berlibur di Desa (Part 2), dimana ini adalah tulisan terakhir 2 hari menjelang liburannya usai, karena pada Rabu siangnya kami udah harus balik ke kota. Nah, di sisa 2 hari itulah, kami harus nginap di rumah masa kecil Tamas, sebelum akhirnya ke rumah masa kecilku. Meski sebelum beneran cabs ke kota, kami mampir lagi ke rumah Bapak Ibuku untuk pamitan).
Okey, mulai dari rumah masa kecil Tamas dulu ya. Ceritanya abis dari Magelang, lalu makan siang di Warung Makan Sate dan Gule Kambing Pak Misbah, Mranti, Purworejo, akhirnya kami sampai di rumah jam-jam 16.00 WIB. Duh ya....tujuan pertama abis copot-copot baju dan pake kaos santai, lalu nurunin barang-barang dan sebagainya, Mbul pun langsung ke taman anggreknya Ibuk. Hehehhe...Biasa ke sana ngadem. Lumayan sambil liatin ikan bethik dan juga kathing yang sliwar-sliwer di akuarium kecil milik Bapak. Tapi rupanya anggreknya masih sedikit yang kembang. Jadi belum kelihatan warna-warni. Anggrek depan sih yang udah kelihatan mekroknya. Kalau yang di samping cuma anggrek kecil-kecil yang udah kelihatan blooming. Tapi over all, tetep seger karena tanaman hias lainnya selalu hijau dan terawat.
Kucing-kucingnya Bapak juga masih pada stay di belakang. Soalnya tempatnya anget jadi enak buat golar-goler di situ. Ada Boy, Cimot, Klawu Belang-Belang, Sapi, Iyeng, Uning, dan lainnya. Banyak ya...Kalau lagi diempanin rame banget. Maemnya banyak dan rutin dicek kesehatan karena Mamiku adalah seorang mantri hewan hahahha....
Pernah ya, hari-hari sebelumnya, ada pasien ibu malam-malam ketok pintu. Tamunya adalah seorang Bapak-bapak. Ia membawa burung merpati, katanya merpatinya sakit jadinya harus konsultasi dulu baiknya digimanain. Terus abis treatment, e dia cerita kalau udah hapal sama ibuku. Lha ibu jelas bingung, kan tamu tersebut baru datang sekali.
Aku di halaman samping rumah masa kecilku...sudut favorit |
Akuariumnya bapak berisi iwak kathing, lunjar, dan juga bethik ðŸ¤ðŸ¤ |
"Lha kulo kan bojone Ibune si Kucing (sambil nyebutin nama kucingnya yang keren)." Oh...ibuku langsung paham, sebab yang biasa ke sini itu Ibunya si Kucing Keren. Kucingnya adalah kucing jawa yang dipelihara dengan baik oleh pasangan suami istri tersebut. Jadi mereka sebut diri mereka sendiri Bapak Ibunya si Kucing Keren (kucing yang jenis kelaminnya jantan ya).
Iya, jadi kucingnya itu namanya keren.... Makanya si Bapak yang bawa merpati ini 'ngeh 'ama rumah Bu Mantri Hewan karena ya Ibunya si Kucing Keren udah sering bawa si Kucing Keren ke sini, ngecekin kesehatannya kalau pas lagi diare atau sakit. Owalah....ya ya ya...aku dan si Mas yang mendengar percakapan absurd itu dari dalam rumah langsung ketawa. Lantaran terpukau mendengar nama kucingnya yang keren sekali, hihihi.
Nah, tapi itu cerita tentang suatu malam awal menginap sebelum kami pergi ke Temanggung. Sedangkan di Selasa, 24 Januari 2023...lebih tepatnya sore-sore jelang magrib, tetiba aku dipanggil Ndoro Kakung ke depan. "Apa apa cih?" Mbul pun jalan ebat-ebot dengan aroma tubuh masih bau sabun shinzui sakura dan shampoo. Habis di rumah masa kecilku itu anyes banget banyune. Jadinya aku rajin pakpung deh >_________<"
Nah, setelah dipanggil itu, ya ga ngapa-ngapain sih. Cuma ngadem aja. Duduk-duduk, sambil ngobrol santai, diriku pun diajak duduk samping beliau, sambil memeluk lutut. Soalnya adem. Angin sore berhembus seiring dengan bunyi indah di antara pohon-pohon kelapa, randu, dan juga albasiah di pekarangan depan yang udah pernah kuceritakan kemarin.
"Kowak.....kowaaaak...kowaaak!" Begitulah bunyinya....
"PLETAK........PLETAK.....PLETAAAKKKK!!!"
"Ada apa cih?" kuulangi pertanyaanku yang lantas dibarengi dengan jari telunjuk Ndoro kakung yang mengarah ke langit.
"Tuh liat, ga perlu ke sawah, pekarangan rumahe Dedek udah penuh kawanan blekok!"
"Ah, mosok sih...mana?"
"Noh, di atas. Neng nduwur klari kui loh Dek, diantara dahan pohon randu en albasiah. Kui kan manok kabeh..."
"Mana? Kagak keliatan Tamasssss."
Ah, dasar Tiyem, matanya belo matjam bulung celepuk, tapi nda eroh pundi sing dimaksud hihihi.....
"Neng nduwur iku lho Dek!"
Owalaaaaa...! Beby Mbul baru nyadar. Kemana aja aku selama ini. Sedari bocah sampai segede iniw og baru nyadar banyak burung blekok dan kuntul sawah bertengger di pekarangan depan rumahku...rumah masa kecilku. Di atas pohon-pohon tinggi. Pohon kelapa yang berapa ribu kaki dari atas permukaan tanah, di pohon albasiah, juga randu. Lha....pantas aja sedari kecil aku sering dengar sayup-sayup ada bunyi burung tapi egak sadar bunyinya ada di sebelah mana. Itu terjadi tiap sore, tapi baru engehnya sekarang hahahahhahahahah....
Serius pemandangannya kayak slow motion effectnya populasi burung yang ada di Nat Geo. Kalau diliat pake mata telanjang mang harus nyureng-nyureng. Cuma kawanan burung blekoknya itu nyata. Ada kuntul sawahnya juga. Atau burung dengan suku Ardeidae dan memiliki bahasa inggris Little Egret. Warna sayapnya putih, ada sedikit jambulnya. Dan itu jumlahnya banyaaaaaaaaaaak banget. Kayak abis migrasi. Rupanya sore hari digunakan mereka untuk pulang dan beristirahat dengan cara bertengger di antara pohon-pohon tinggi itu.
"Mbul pakai biru beiby hijab and biru ocean hijab"
"Lho lha iya ya...kok Embul baru nyadar ya."
"Siro ki nyadare opo toh Mbem? Wes nda perlu difoto. Cukup dinikmati aja, terus diingat-ingat pake memori."
Maklum, persawahan di desa Mbul masih luas. Sebagian besar mata pencaharian penduduk desa emang bertani dan bercocok tanam. Baik padi maupun palawija. Makanya ga heran populasi burung sawahnya juga ada. Bahkan ga kusangka-sangka banyak juga jumlahnya. Contohnya, yang kulihat di pekarangan depan barusan, mungkin ada puluhan bahkan ratusan. Subhanalloh....
"O begitu ya? Nda perlu Mbul foto niw? Mbul uda siap-siap ambil kamera padahal?" Mbul pun siap menaikkan pantat menuju ke dalam.
"Ura usah. Didelok ae...abis kui dinikmati. Wkwkwkkw..."
"Padahal burunge cantik ya hihihi...kalau di kota mana ada pemandangan seperti ini."
"Nanti aku bikinke kandang Pterodactyle apa gimana Dek...." #canda...
"Hihihi...taman atas itu yak?"
"Yoi..."
Yup, karena sekarang kami masih on process mau bikin tempat refreshing satu lagi di rumah kami yang di kota, ya sekedar buat menyalurkan hobi berkebun, menanam sayur dan juga kembangan. Tamannya agak mungil karena pake space atap teras yang tak seberapa. Yang penting bisa buat sekedar melepas lelah di luar aktivitas harian kayak biasanya sekaligus buat berolah raga. Nanti Beby Mbul akan rajin olah raga di situw, biar badan tetap sehat, kencang dan juga bonus montogh dan tektiw, ihiw. Makanya, kami tinggal sementara Pak Tukang seminggu, mudah-mudahan balik-balik udah menuju rapi. Tinggal finishing aja. Amin....
Okey, kembali ke topik kita kali ini yang sedang ngomongin tentang populasi bangsa aves di pekarangan depan dan tak kusadari sebelumnya. Tapi serius, berkat hal itu, hatiku jadi lumayan hangat, karena berarti kan unggas-unggas yang notabene udah langka ini masih ada di desaku.
"Tapi egak gitu keliatan kalau ga sambil nyureng-nyureng aku..."
"Ora keton aneng..."
"Keton ding...burunge arep do bubug..."
"Pinter!"
"Kayak di Nat Geo yak...Hahhaha..."
"Ora perlu reng sawah meneh tow buat ndelok blekok, wkwkwkk?"
"He em! Neng arep omahe Embul juga kathah...hahhaha."
"Anak Pinter!"
#Beby Mbul pun dipuk-puk. Dielus rambutnya maksudnya hihi..
Abis itu tahu-tahu dari arah Mushola, terdengar lantunan puji-pujian karena sebentar lagi suara adzan akan dikumandangkan. Mbul pun disuruh masyuuuuk, karena magrib-magrib ga ilok kalau masih jagongan di teras rumah.
Sebenernya kalau di rumah masa kecilku, semua hal itu bisa jadi menarik. Banyak hal-hal indah saat masih kecil yang begitu kulihat sekarang langsung terbayang dalam ingatan. Seperti saat lewat di buffet ruang tamu. Dimana kemarin aku mendapati foto diriku saat masih beiby dan baru belajar tengkurab. Dengan baju garis biru merah di bagian pinggirnya dan gelang melingkar manis di pergelangan tanganku yang montok juga pipi tembem penuh bedak bayi, pose diantara diorama buah-buahan hahhahaha...itu adalah foto terdebest yang aku punya. Untungnya karena dilaminating maka ga sampai jamuran. Kalau foto bayiku yang satu lagi udah jamuran.
Nah, di samping nemu fotoku waktu masih beiby, aku juga terpaku dengan beberapa pajangan yang ada di dalam buffet itu. Gelas-gelas kado nikahan Bapak Ibu bertahun-tahun silam, piring set, cangkir, dan tempat sayur yang ada patternnya..... itu tetep rapi, ada pada tempatnya. Gelas ukuran tinggi sampai sedang yang dikeluarkan pada saat Lebaran saja sebagai amunisi ketika ada banyak tamu karena digunakan untuk menampung unjukan sirop orson dan juga marjan. Atau kalau lagi ada es cincau juga semuanya dikeluarkan. Ah, masa-masa Lebaran jaman kecilku langsung sekelebatan muncul dalam memori.
Lalu cangkir dan piring set yang jadi kado nikahan Bapak Ibuku juga masih terpajang rapi tak pernah debuan. Karena ya rajin dilap...wkwkwkk...Cangkir yang saat kecil aku suka melihat ilustrasi yang ada di badan cangkirnya. Begitupula di badan piringnya yang kayak menggambarkan era-era revolusi industri cerita klasik Eropa. Ini sama vibenya dengan saat diriku melihat ilustrasi di kaleng Nissin, pacitan Lebaran.
Ada pula kristik yang dibikin ibu saat umur belasan dan sampai kini masih utuh apik dipajang di pigura ruang tamu, gambarnya itu kembang mawar. Itu juga sangat memorable karena mengingatkanku akan kepengenan bisa belajar mengkristik meski kristikku jaman esempe agak kekanak-kanakan ya karena kristikku malah gambar anak kucing cemeng warna putih yang lagi duduk di atas sepatu high heel merah. Ga seelegan kristiknya ibuku yang nuansanya kembang mawar dan lebih rumit hahahha... Kalau punyaku gampang. Backgroundnya aja polos ijo royo-royo.
Lalu di samping kristik itu juga akan ada ukiran kayu, hasil oleh-olehnya Bapak saat retret ke Bali dari sekolah Beliau mengajar. Itu juga waktu kecil ada memori tersendiri karena beberapa kali aku sempat ketakutan karena ada uler kilan yang nongol di balik lubangnya, ga pake aba-aba, langsung satu-dua-tiga tugiiit tugiiit tugiit, sekilan dua kilan, Mbul pun langsung merinding, njumbul dan mlayuw entah kemana, wkwkwkkw. Itu semua karena aku tatut binatang uget-uget. Yah, hal-hal kecil yang membuatku gembira saat mengingatnya kembali. Memang setiap orang punya kisahnya masing-masing. Dan itulah yang membuat perjalanan hidup ini semakin bermakna.
This is me, when i was a baby...Mbul waktu beiby hehehhe |
Malam itu kemudian ditutup dengan Mbul masak bareng ibu yaitu mie goreng jawa tambah sosis ayam. Mienya enak karena agak nyemek dan banyak sayurannya. Juga karena porsiannya agak banyak, maka bisa dihangatkan sampai untuk sarapan pagi. Paling nanti lauknya ditambah tempe anget.
Keesokan harinya, usai sarapan (masih dengan) mie goreng jawa spesial dengan sosis ayam, kamipun foto-foto sebentar untuk take a moment. And then setelahnya pamit menuju rumah kilen. Yah, sambil tetep dipeseni, besok suruh mampir sini lagi karena ibu mau masak enak. Ayam goreng lengkuas bumbu kecombrang, balado terung pete, dan kue lompong khas Purworejo. Kue yang setiap pulang kampung selalu membuatku kangen......dalemnya ada tumbukan kacang manisnya. Hmmm...kue langka termasuknya. Dia dibungkus klaras atau daun kelapa ya. Rasanya enak deh. So memorable.
kue lompong khas Purworejo |
Kue lompong khas Purworejo dalemnya kacang manis |
Lalu kami sempat mampir pasar Kutoarjo karena si Mas masih pengen beliin Mbul durian, padahal Mas sendiri yang masih ngidam durian hahahhaha, baru sesampai Dlg, Ibu minta diantarkan ke malam midodareninya anaknya Paklek. Nah pada jam itu, Mbul jaga rumah saja karena agendaku adalah mencuci. Soalnya antisipasi biar besok saat pulang ke kota ga ada baju bacah. Ya, walaupun mendung tipis-tipis, alhamdulilah ga sampai ujan. Anginnya aja yang kenceng. Tapi adem. Di sumur nyucinya masih pake tangan...nimba sambil mainan sabun. Lumayanlah sesiangan bisa dijemur dan baju insyaAlloh kering.
Dzuhur, baru mamih kondur tempat paklek sambil bawa kenduri besekan plus bonus rambutan. Karena di sana pohonnya sedang berbuah lebat. Ada pula bawa snack jenang, hongkwe, dan juga lemper abon. Alhamdulilah, siang bisa makan enak...Karena sejatinya makan paling enak itu pada saat lapar, mau lauknya apapun akan terasa enak, hihihi.
Sorenya baru mampir ke tempat Bapak Ibuk lagi buat pamitan baru abis itu kembali ke kota sambil beli oleh-oleh lanthing dan emping di Toko Bu Alfiyah Soegiyo untuk dibagi-bagi ke tetangga, arek kantor, dan juga Pak Tukang.
Okey, sekian dulu dariku...
See you and dadaaa....