Senin, 10 Juli 2023

Hujan Turun Rintik-Rintik Menemaniku Saat Kembali ke Kota ฅ(^・ω・^ฅ)



Assalamualaikum wr wb...
Hujan turun rintik-rintik pada pagi pukul 5, tatkala aku mulai bangun dan hendak menyiapkan segalanya. Aku sudah packing sejak semalam tapi rasanya ada sesuatu yang belum kumasukkan ke dalam tas. Aku lalu mengecek charger HP, charger batere kamera, dan beberapa perintilan kecil lainnya yang biasa kugunakan untuk merawat diri. Pelembab bibir, hehehe... 




Walau akhirnya beberapa pcs tetap ketinggalan di atas meja hingga aku mendapat WA dari Ibu saat aku sudah berada di Karanganyar. Jadi akhirnya lipgloss tersebut aku mintakan tolong ibu untuk simpankan karena Oktober insyaAlloh aku bakal balik lagi untuk acara nguwisi Alm Kakung Dlg. 

Jilbab juga sudah kusetrika sedari subuh dan nanti akan kumasuk-masukkan saja ke dalam tas. Tak kusangka, pagi sudah disambut dengan hujan rintik-rintik begini yang membuat badan ingin selimutan terus hehehe






Hujan turun baru sekalinya di musim kemarau. Itu informasi dari Bapak yang lewat saat membawa pakan kucing dalam genggaman. Sejak awal Juli hingga pertengahan Agustus cuaca cerah terus. Bahkan terbilang cukup terik. Cuma baru kali ini saja turun hujan. Meski tak sampai deras, tapi basahnya bisa membuat hati nyaman. Apa hujan seolah tahu ya, langit akan  meneduhkan perjalanan Beby Mbul dan Tamas yang akan balik ke kota hari ini? Ah, hujan selalu membawa berkah ฅ(^・ω・^ฅ)






Waktu merangkak naik sampai pukul 05.30 WIB, dan langit masih saja kalem dengan gumpal-gumpal awannya yang berwarna kelabu. Titik-titik hujan terus meluncur dari langit membuat basah suasana. Tanaman sayur dan bebungaan, termasuk bougenville pink fuschia yang kubeli kemarin siang nampak basah dan segar memancarkan auranya yang semakin cantik berjajar dengan bougenville pink milik ibu yang berwarna lebih gelap cenderung magenta dengan varietas tumpuk. Bougenville-ku sendiri akan kubawa pulang ke kota. Diangkut dengan mobil, bersisihan dengan kardus berisi keripik tempe dan juga lanting pemberian Ibu. Juga setengah kandi beras, tas-tas, pisang dan semangka. Tas sebagian sudah ada di jok belakang, sebagian lagi masih ada di kamar. Tempat buat menaruh jilbab yang sudah kusetrika rapi sampai licin tadi pagi. 

Untuk oleh-oleh yang dibagikan tetangga dan juga kantor, kami sudah siapkan telor asin, tempe, dan juga pete yang kami beli agak banyakan. 






























Tamas sendiri masih sare. Begitu pula 2 tembukur kecil. Kubiarkan begitu supaya nanti pada saat jam 10 pagi cabut, badan sudah dalam keadaan fresh. Terutama bagi Pak Kumendan karena tidak ada pengganti lain selain Beliau untuk membawa kendaraan, hihihi. Om Nanang yang biasa menggantikan nyetir absen ikut. Harusnya aku les nyetir juga kali ya, biar bisa gantian hahahha...Tapi alhamdulilah ketika semua sudah dipersiapkan dengan baik, maka insyaAlloh perjalanan akan lancar.

Aku lalu menuang air panas dari dalam termos dan kubiarkan menghangat sampai suam-suam kuku untuk selanjutnya kuteguk.  Biasanya aku memang rutin minum air putih hangat seperti ini setiap pagi supaya perut tidak kaget dan juga bonus tetap rata, hehe. Setelah itu, kudengar Bapak membuka daun pintu bagian dapur dan langsung disambut oleh bunyi meong yang cukup ramai. Kucing-kucing peranakan Bapak pada kompak meminta makan. Kucing berbulu lebat dari yang oranye-putih susu dan Klawu atau Abu-Abu-hitam-dan sedikit ada kelir oranyenya. Bapak lalu memberi mereka pakan sesuai dengan porsinya masing-masing. Yang dikasih pun langsung berhambur dan berebut, mengunyah balungan iwak pitik dengan lahap. Setelah kenyang, barulah mereka anteng dan ndekem kembali di atas sumur yang sudah ditutup teralis kayu. Gerimis membuat kucing-kucing ini cukup betah membentuk posisi ternyamannya masing-masing apalagi kalau bukan menghangatkan diri meski ditemani gemericik air yang turun dari genting, dan juga gesekan-gesekan daun yang terkena angin. 








































Mataku lalu menuju ke arah kebun sayur mungil yang bunganya mekar kuning dan sedang dihinggapi lebah. Aku tanya Bapak apa itu tanaman labu. "Bapak bilang itu waluh, Nduk. Disebar biji aja langsung jadi". Tanaman yang disebar sekenanya lalu kini tumbuh dan sempat berbuah 2 kali. Tanamannya menjulur cantik dengan beberapa bagian daunnya yang melungker, dihiasi bunga yang masih kuncup, ada pula yang sudah mekar. Di sampingnya tampak gagah pohon belimbing yang buahnya seperti yang kuceritakan kemarin, sudah sukses membuahkan hasil. Belimbing dengan bentuk yang besar dan juga warna yang kuning sekali. Aku menebaknya apakah itu jenis belimbing Demak? Karena aku pernah membaca di Majalah Trubus bahwa jenis belimbing yang berukuran besar dan warnanya kuning cerah salah satunya adalah belimbing Demak.




















Aku kemudian disuruh Bapak masuk karena hujan masih gerimis. Aku berjalan ke dapur dan teringat akan kue lompong yang belum kukeluarkan dari dalam dus. Aku mengukusnya ke dalam subluk supaya tetap hangat dan juga kenyal begitu digigit. Kue lompong yang kubeli di Kutoarjo yang di kedainya langsung kutemui Eyang yang punya berikut doggy long hair cihuahua warna brown kesayangannya yang ikut mengintil di belakang. Kue lompong digigit sedikit langsung keluar kacangnya...rasanya manis dan bikin tak berhenti untuk mengunyah. Kue ini sebenarnya cocok untuk buah tangan dan kubawa ke kota. Tapi lebih baik kutinggal saja buat nyamikan Bapak dan Ibu di rumah.







































Ketika semua sudah bangun, kugorengkan dulu telor bebek yang tersimpan rapi di dalam kulkas. Telor bebek goreng cukup cocok untuk menemani makan sego bucu, sego gurih bersantan yang direkatkan sejumput pelas atau parutan kelapa muda dan juga klandingan. Sekilas mirip arem-arep. Tapi ini versi tum-tum--an. Sego ini hanya ada di tempatku, bahkan dulu jadi salah satu jajanan SD yang dijual oleh Kakek temanku. Sego yang ditum daun pisang kemudian dikukus. Rasanya lezat, gurih, dan tentu saja nikmat.

Hujan rupanya masih belum berhenti juga. Padahal jam di dinding sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB. Kembangan di depan semakin basah, meneteskan satu persatu tetesan air hujan yang mengenainya, baik bougenville pink fuschia, bougenville pink gelap, kembang telang ungu dengan bentuknya yang lucu, anggrek putih dengan pinggiran ungu, juga tanaman hias dalam pot.









Karena sudah jamnya, akhirnya aku dan Tamas pun beranjak pamit kepada Bapak yang memang setiap hari tunggu di rumah usai pensiun dari mengajar STM di Kabupaten. Ibu hari itu masih ikut upacara bendera tanggal 17 Agustusan sejak jam 6 pagi tadi, jadi aku titip salam saja dan nanti aku sekalian pamitan lewat WA.

Alhamdulilah selama perjalanan udara terasa sejuk. Hujan sudah berhenti. Tapi mendung masih menghinggapi. Akan tetapi justru aroma setelah hujan adalah yang paling kusuka karena harumnya tanah lebih terpancar ke udara. Begitupula dengan dedaunan dari pohon yang basah. 

Cuaca sejuk berawan ini masih menemani dari Kebumen sampai penghujung Banyumas. Baru bertemu matahari di sekitaran Brebes dan Prupuk dekat wisata hutan jati dengan pepohonannya yang mulai meranggas karena musim kemarau. Bahkan di area Pejagan (yang pinggirnya kali dengan aliran air yang jernih) cuaca lumayan terik. Kami berpapasan dengan rombongan pawai 17-an atau karnaval. Banyak pemuda lokal yang mengarak barongan atau patung besar beraneka ragam, seperti diorama harimau putih, Burung Rajawali, Gajah, Raksasa Lanang (mungkin Rahwana), Hanoman, Sapi, Prabu Siliwangi, dan lainnya. Bahkan seorang Mas-Mas dengan kostum Hanoman langsung action minta difoto begitu aku turunkan kaca jendela dari dalam mobil. Ia berkata dengan antusiasnya sambil mandeg sejenak untuk berpose. "Makasih dah difotoin Kak!" ujarnya senang. Habis itu rombongan pawai jalan lagi. Super meriah dan sempat membuat kemacetan di beberapa titik. Tapi tak mengapa, karena euforia 17-an jadi lebih terasa. Akhirnya kami bisa jalan mulus lagi setelah karnaval usai pada jam magrib. Dan kami sempat beli siomay di pinggir jalan saat macet tadi. Tapi berhubung siomay belum begitu membuat perut kenyang, maka akhirnya kami memutuskan untuk mandeg dulu di Kedai Sate milik Pak Jahid Putra sebelum masuk tol (nanti review lengkapnya akan aku tulis di post terpisah). 































Singkatnya, kami mencoba sate kambing balibulnya Kedai Sate Pak Jahid dan rasanya sangat empuk. Daging cempe balita memang sangat lezat dan aku sempat ngakak sejenak karena nama panggilanku diledek Tamas agak mirip dengan istilah balibul balitanya cempe hahhaha....Mbul Balibul. Tapi terlepas dari itu satenya benar-benar enak dan banyak. Porsiannya gede. Sebenarnya cocoknya untuk dimaem barengan. Intinya, nanti aku tulis review satenya di post kuliner.  













Sejam beristirahat, akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Kami perkirakan nanti sampai di rumah sekitar jam 24.00 atau bahkan jam 01.00 dini hari. Untuk menambah syahdu suasana, akhirnya sportify kami nyalakan. Lagu Tiket Band yang berjudul Biarkan Cinta Menyatukan Kita (tapi yang vokalis lama) pun akhirnya menemani sepanjang perjalanan sampai akhirnya kami memasuki Tol Cipali yang sangat panjang.

2 komentar:

  1. Perjalanan yang lumayan panjang ya Mbul sampai pukul 24.00. it's long journey. Tapi ada kepuasan tersendiri pastinya bersilaturahmi dan bertemu dengan orang terkasih di keluarga kita, jadinya pasti ga masalah perjalanan panjang pun pasti dilalui, ya. Jadi inget judul film Jalan Panjang jangan lupa pulang.. hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Pak Yonal hehehe...lumayan berkesan karena ngepasi 17 Agustus jadi di Brebes kepethuk ama pawai karnaval 17 Agustus, kami pas di situ posisi udah ngelih sekali. Bahkan rencana mau makan di Duren Abah soalnya ada es duren eh macetnya lama, akhirnya baru berkesempatan melipir ke Sate Pak Jahid aja hihihi

      Hapus

I'm Mbul. Thanks for visiting here and dropping by. Your comments are always appreciated. Happy blogging ฅ(^・ω・^ฅ)