Kamis, 04 Agustus 2022

Sebuah Pagi yang Dingin, Pisang Rebus, dan Roti Nenas...




Rembulan menggelincir pergi saat ayam jantan berkokok nyaring pada pagi pukul 05.30 WIB. Dengan naik ke atas kurungan rotan, ia melantangkan "Kukuruyuk" panjang sebanyak 3 kali tanpa henti. Dadanya membusung, memperlihatkan bulunya yang blirik hijau, jingga, dan juga hitam. Sementara, di bawahnya, ayam betina siap mengepak-ngepakkan sayap, menotoli beras yang ditabur dari dalam kaleng. Berbunyi "kok kok kok...petok...petok" ramai sekali menandakan pagi sudah menjelang. Kandang sudah dibuka sejak pagi, jadi ayam kampung piaraan ibu bisa bebas berkeliaran di sekitar halaman sampai tiba saatnya sore nanti. 




Tadi malam hujan turun rintik-rintik. Tapi tak lama kemudian berhenti. Bulan putih yang ngumpet sedikit, perlahan muncul kembali di sisi langit sebelah kiri, seperti hendak dijolok dari langit. Walau kini tugasnya digantikan oleh matahari yang bertengger dengan gagahnya, menyemburatkan sinarnya yang kekuning-kuningan, menyeruak diantara dahan-dahan dan ranting pohon. Keduanya tampak seperti shift-shifan saja, hanya dibedakan oleh waktu antara siang dan malam. 

Pagi di sebuah desa memang identik dengan basah. Embun turun satu-satu dari balik dedaunan yang dihinggapi kepik merah yang menjelma semak dan pohon-pohon tinggi. Beberapa ekor capung terbang rendah, menyelinap diantara rumput-rumput yang sudah setinggi mata kaki.





Sekeliling rumah memang dikelilingi kebun, ladang sayur, dan rumpun bambu. Ada berbagai macam pohon seperti pohon jambu air, mangga, pisang dan juga nenas. Jambunya yang varietas kaget. Rasanya manis sekali dan bentuknya agak besar. Sebelahnya baru pohon mangga dan pisang, sedangkan nenas ada di samping kolam ikan yang agak menjorok ke rumpun bambu. Rumpun bambu di sini, biarpun rimbun dan gelap tapi udaranya bersih sekali. Biasanya Mbul akan lari pagi ke situ, saat semuanya sedang bubuk. Naik ke lapangan yang biasa digunakan oleh anak SD atau MI setempat untuk berolahraga. Udaranya masih bersih. Adem....walau banyak tanaman putri malu yang warnanya merah jambu dan ketika diinjak daunnya akan kuncup sendiri. Juga ada talas yang disebutnya lumbu. Lumbu biasa digunakan untuk membuat buntil. Tapi aku jarang makan buntil sih karena rasanya pedas. 








Di sini memang indahnya pagi. Kalau siang sudah panas. Apalagi saat matahari di atas kepala. Lumayan membuat berkeringat. Lebih ademan di terbis, tempat yang biasa buat nongkrong Ramane ngiyup. Beliau sering mengajakku ke sini untuk memetik markisa. Kadang-kadang kami nemu yang sudah matang. Walau ini markisa yang tumbuh sendiri tanpa ditanam. Jadi Mbul seringnya ke sini pagi. Lanjut naik ke tanjakan dan turun ke lapangan sampai pinggir sungai. Kadang liat sekawanan angsa baris lalu menceburkan diri. Berenang beriringan. Cantik sekali. Pulang ke rumah, ibu sudah kembali dari pasar dan minta ditemani di pawon untuk membuat sarapan.




Seperti pagi itu, Mbul sudah bangun sedari subuh. Keluar kamar sambil menyelimuti Kakak A supaya tidak kedinginan. Tidak lupa mengecup pipinya. Juga Mas Montogh atau si adik yang karena kecapean akhirnya malah ditonton televisi yang masih menyala, ketiduran di ruang TV di atas kasur inoac-nya ibu yang digelar di atas lantai. Bibir mungilnya terbuka sedikit dan membuatku iseng untuk menjawil. Lucu betul jika masih pada merem begini. Manis-manis. Sama seperti Mbul (((???))). Sementara Ramane belum wungu karena semalaman suntuk lek-lekan mengobrol dengan Paman tetangga yang mengantarkan kami di ruang samping.

Mbul kemudian menuju ke kamar mandi untuk membasuh muka agar nyawa segera kumpul. Kubuka penutup karet yang menyumpal lubang padasan dan seketika itu juga air langsung meluncur. Airnya sedingin es. Bentuknya melengkung. Di sini sumber air utama masih menggunakan sumur, jadi sebagian untuk keperluan mandi, sebagian untuk mencuci, sebagian lagi dimasukkan ke dalam padasan yang berbentuk bulat gembung dari tanah liat yang digunakan untuk berwudhu atau sekedar raup. Kalau untuk masak menggunakan air galon. Untuk mendapatkan airnya juga masih dengan cara tradisionil yaitu dengan cara ditimba. Jika sedang rendeng, maka perlu kerja keras untuk mencapai permukaan air yang jauh dari bibir sumur, sebaliknya jika musim penghujan, air akan tumpah ruah seperti dapat kiriman dari langit. Memang atapnya masih terbuka, jadi ketika mandi sebisa mungkin harus pagi betul karena kalau sudah siang, akan ada banyak yang memanjat pohon kelapa. Tapi sebenarnya kamar mandi tertutupnya juga ada. Depannya sumur pas. Namun karena bak yang di dalam jarang terisi air, maka lebih praktis sekalian papung di sumur. Kalau awal-awal itu aku banyak diajarin Tamas bagaimana cara menimba yang benar. Maksudnya yang sekali ayun langsung bisa menjemput banyu gitu. Yaitu musti diiringkan sedikit agar begitu mencapai permukaan sumur, airnya langsung terambil. 

















Saat aku sedang mencuci muka, Kakak A tiba-tiba datang menyusul. Ia berjingkat perlahan sambil mengucek-ucek matanya yang masih mengantuk dan memintaku untuk menggantikan celananya yang sudah penuh, karena ia mengompol. Memang setiap hari aku ada agenda mencuci, hihihi. Kugandeng tangannya ke arah padasan dan ia akan berteriak dingin, hehehe. Namun karena sebelumnya aku sudah minta ibu untuk rebuskan air di panci, maka aku ajak sekalian dia mandi. Nanti pintu yang terdapat di ujung lorong akan aku ganjel dengan kain. Ya, karena gerendelnya sudah tidak ada. Jadi tiap ada orang mandi,  pintunya harus ditandai dengan slempitan kain. 

Setelah selesai papung, Mbul pun menggantikan pakaian bersih untuk Kakak A sekalian menyiapkan susu hangat. Biasanya ia ingin minum susu dulu sebelum sarapan. Demikian pula Mas J. Keduanya nyusunya banter ya kalau pagi. Memang jam-jam segini sangat sibuk bagiku mengurus segala sesuatunya hahaha.













Habis itu aku akan menengok dapur, dan rupanya ibu sudah sibuk dengan dandang berisi pisang rebus sisa panen kemarin. Begitu pisang matang, sebagian ditaruh di piring. Pisangnya masih mengepul dan tunggu beberapa saat supaya agak dingin dan siap untuk dikunyah. Tentu rasanya manis. Pisang yang rubuh di samping rumah, langsung diimbuh matang sendiri. Paling enak direbus buat camilan pagi teman minum teh hangat. Karena kebiasaan di rumah (desa) memang pagi adalah ngeteh. Air di kompor juga masih menyala. Selain untuk isian termos, sebagian untuk adonan teh tubruk yang akan dibuat di cerek lain. Di rumah biasa menggunakan teh begini. Rasanya lebih pekat dan wangi. Juga legit jika ditambahkan dengan gula. Ah, aku suka sekali minum teh pagi-pagi. Bikin dengan takaran gula 1,5 sendok, aduk-aduk baru setelahnya ditindih dengan air termos yang baru dijerang dari kompor. Ibu juga akan mengeluarkan sebungkus roti manis ternyata isinya selai nanas. Jenis roti manis yang gampang digigit. Meski selainya hanya sejumputan saja. Hmmm...enak!

Menu masakan di desa tidak pernah neko-neko. Hanya memanfaatkan sayuran yang dibeli kemarin juga masih ada lauk telur asin dan daging pemberian Hari Raya Kurban yang dibikin santen pedes semangit. Kalau mau ijo-ijo, bisa meracik pecel sendiri karena bumbu kacangnya sudah ada. Sebenarnya ibu sering banget bruwun daun so. Di sini daun so-nya langsung petik dari pohon yang ada di pekarangan depan rumah simbah yang sudah suwung. Biasanya Ramane sering meledekku apakah aku berani sendirian pergi ke sana dan memetik daun so-nya mengingat suasana di pekarangan belakang rumah simbah memang agak singup. "Kono o Cah Ayu, bruwun godhong so ning karangane almarhum Simbah, wani urak siro Nduk?" Haha, aku tak tahu. Banyak sekali pohon tinggi yang kelihatan seperti alas. Apalagi kalau malam. Jika lampu tak dinyalakan maka suasana akan terlihat gelap sekali. Apalagi orang tua biasanya menghabiskan magrib sampai jam 8 malam di tempat Mbah Kyai untuk ngaji. 




Kadang-kadang kalau aku sedang duduk-duduk di teras dan tak sengaja melihat ke sekeliling ya sering terbayang yang aneh-aneh. Mungkin saking sunyinya suasana pedesaan, apalagi kalau malam cuma ada suara jangkrik atau kodok saat hujan. Bahkan  kadang-kadang iseng nyetel radio atau wayangan. Habis itu buka lemari dan nyeduh indomie dengan telor nyempluk dan sawi hijau agak banyak.... Hmmm...betapa Syahdunya...hehehehe...

#P.S : pagi-pagi dah dapat kejutan paket dari kakak blogger yang baik hati dan dah sering komenan di blog aku sejak lama, hehehe, makasih buat bukunya ya Mba Ria...😍😘 Semoga kebaikan selalu menyertai Mbak Ria ^___^



26 komentar:

  1. Wah mbul di desa lagi, sepertinya lagi ada acara hajatan nih.😄

    Kalo di desa memang suasananya asri, enak buat istirahat. Gimana dengan sinyal telepon mbul, apakah lancar saja.

    Sepertinya lancar ya, soalnya upload foto juga tidak ada kendala.😀

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe...cuba tebag...Mbul berapa lama ngendon di desa? 🤭

      mboten mas...nda ada hajatan kok kali ini, cuma ngehadirin acara sedulurnya Mbul aja
      ฅ(^・ω・^ฅ)(。・ω・。)

      Mbul jadi tim hore hore suruh hadir soalnya hehehew
      He em Mas, aduh...hawanya adem bener...tapi kalau malem dingin banget mas....kayak di kutub...😋, bawaannya pengen kemulan trus...

      sinyalnya kalau di deket jalan raya ya lancar..kalau masuk lagi ya nyut nyutan mas signalnya wkwkkwkwkw...soalnya banyak pepohonan tinggi hohoho

      (。•́ωก̀。).。oO

      Hapus
    2. Sepertinya ada 10 tahun lebih sih ngendon di desa, dari bayi ceprot sampai sekarang.🤣

      Oh berarti kalo mau upload foto mbul harus naik pohon dulu biar lancar atau kongkow-kongkow di dekat jalan raya sambil gelar tikar? 😅

      Hapus
    3. huwaaaaa masa mbul naik pohon 😂🤣, nanti aku kayak koala dunk
      ᕦʕ •ᴥ•ʔᕤ(^・ω・^❁)

      🐨

      🤣🤣🤣🤣🤣

      Hapus
  2. suasana pagi di desa emang paling seger, masih sejuk udaranya, apalagi di tambah cemilan khas pagi layal pisang rebus, dan gorengan :D,

    mbak mbul punya kasur inoac yah, di tempat gw kasur inoac lagi trending banget tu mbak, pengen beli juga nanti 🤣

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cepetan beli kasur inoac Nif, ntar keburu habis diborong lho.😁

      Hapus
    2. Khanif : Ho oh Nif, memang asri....kalau pagi adem bener, airnya serasa air es, udara masih fresh soalnya dikelilingi pekarangan ama kebun dan ladang...walau kalau malem peteng juga sih wkwkwkwk...paling adem itu kalau oagi dan siang di bawah rumpun bambu dan bawah pohon nif, itu di foto juga ada pohon klandingan hahhahahhaha...cakep ya kayak lukisan tangan ciptaan Yang Maha Kuasa...kayak gambar pemandangan dalam lukisan..

      masa iya Nif? Memang sih kasur inoac ini juga di tempatku ga di kota ga di desa uda banyak yang kenal, laris nih soalnya kasurnya ya empuk hahahhahah, ukurannya juga ada yang king ada yang queen hahahhahah

      ฅ(=චᆽච=ฅ)

      ku berasa turut mempromosikan kasur inoac ya hihihi

      Hapus
    3. Mas Agus, Iya kan Mas kasur inoac emang empuk 😁😊. Mbul soalnya di rumah punya wkwkkwkw...

      dulu paklik kerja di pabrik kasur soalnya, jadi kalau beli bisa nitip ke beliau dikasih diskon hihihi...sekalian tumbas ama seprainya dijamin dikasih yang bahannya halus dan enak nyaman buat bubuk ฅ(^・ω・^ฅ)

      Hapus
  3. Hermoso lugar en el que vives, Mbul, inspira naturaleza y mucha paz, ése túnel de vegetación, las cañas y árboles de bambú y tus habituales delicias culinarias... Te felicito, amiga!!

    Abrazo hasta allá.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Carlos untuk kata-kata baik dan selalu hangat di hati, temanku (´∧ω∧`*)

      keragaman kuliner homemade with heritage recipe from our hometown

      Vegetables are harvested once or twice a week depending on the season 😃☺

      Hapus
  4. Mantap. Kuliner sederhana yang penuh kearifan lokal tapi nikmat, apalagi dimakan bersama seperti tradisi di kampung yang senang berkumpul dan makan bersama

    BalasHapus
  5. Boa tarde minha querida amiga. Parabéns pelo seu trabalho maravilhoso. Sua cultura e culinária é única.

    BalasHapus
  6. Wah wah itu ada si ayam jago ikut kejepret juga ya Non...siap berkokok di pagi hari sambil minum kopi

    BalasHapus
    Balasan
    1. he em inggih mas, ayam jagonya ga sengaja kejepret..ibu kami pelihara biasanya buat dijadiin opor pas hari raya 😊

      Hapus
  7. duarr konten di desa memang bikin semriwing
    duh gedhange jan menggoda selera
    klampok alias jambu aire pisan
    minggu minggu iki ancen hawane adem
    rasane kemulable dan malas ngapa2in
    tapi mengingat kerjaan banyak hmmm

    BalasHapus
    Balasan
    1. owalah neng gonamu jambu ki bahasa liyane klampok tah mas ikrom...agie krungu aku hahhaha

      Hapus
  8. ini yg org kota jarang rasakan

    liat pemandangan luar rumah ijo" gini, terus makan makanan rumah. yg bahkan bisa metik langsung
    biasa nya ngeliat yg ijo" gini saat mudik pulang kampung. tpi terakhir bisa pulang kampung sudah beberapa tahun yg lalu. selalu nyenengin liat pemandangan seger" gini, beda bget d kota yg lgsg liat asap polusi wk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Ji, memang adem dan sejuk...apalagi ngadem di bawah rumpun bambu...kalau habis hujan apalagi...seger banget hawanya...tapi kalau subuh dingin pol

      Hapus
  9. Wah seger banget liat sayuran ijo.. Mbul, jalanan yang pohonnya merunduk itu kalo malem serem gak ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau udah peteng emang agak singup kak nai...waktu itu Mbak pulang dan minta pasangkan lampu biar ga patio gelap nuju sore dan malamnya 😜

      Hapus
  10. Tiap kali Nita posting buah dan sayur, aku tuh langsung semangat, napsu makan naik, trus kebayabg salad dan buah2an buat dimakan di rumah 😄😄. Aku pecinta sayur banget soalnyaaaa. Apalagi yg masih seger2 begitu. Ya ampuuuun itu jambu susah nyarinyaaaa nitaaaaa 😂😅😅.

    ENAAAK ya di desa , apa2 serba seger dan banyak dijumpai, Trutama sayuran dan buah sih . Murah pula. Kalo di JKT kan mau dpt yg seger, kebanyakan yg dijual di toko buah yg mahal 😅. Kalo toko buah di pasar, kualitasnya ga sama Ama yg toko, teutama pasar Deket rumahku 😔.

    BalasHapus
    Balasan
    1. eiyakah? Wah tau gitu tak kasih sekilo dua kilo mba fan hihi...sekarang udah abis jambunya...sebenernya di samping rumah ibu ada pohonnya, jambunya legi banget..jambu air varietas kaget yang ijo kemerahan..cuma jarang berbuah..harus sering dipupuk emang hihi

      Hapus