Sabtu, 15 Juli 2023

Indomie Rebus Kala Hujan...



Assalamualaikum wr wb...
Hujan di bingkai jendela masih menitik. Aku meringkuk seperti kucing pada pagi pukul 06.00 WIB, dengan sisa suara masih serak dan nyawa belum terkumpul sepenuhnya. Kutegakkan badanku, duduk sejenak beberapa menit, lalu bangkit dari kasur yang empuk dan selimut yang hangat mendekap sampai atas dada. Semalam tidurnya pulas. Bahkan nonton film tak sampai rampung, tau-tau merem. Film yang selalu menjadi pengantar tidur. Film petualangan yang belum nyampai tengah-tengahnya selalu bikin KO duluan. Film yang selalu aku sebut sebagai salah satu genre kesukaanku. Film dengan tema hewan-hewan besar dan juga buas tentu saja, hehehe.





Hari ini aku sedang 'berhalangan' jadi kesiangan dikit tidak masalah. Akupun kembali menengok ke arah jendela. Hujan masih turun dengan derasnya. Rupanya akhir-akhir ini cuaca gemar bermain cilukba. Sebentar panas, sebentar hujan. Jumat cerah, Sabtunya basah. Tapi terus terang hawa jadi adem sih. Dan aku tak kemana-mana. Di rumah, aku selalu memiliki cara agar bagaimana rumah selalu menjadi tempat terbaik. Karena aslinya aku adalah 'anak rumahan', maka aku tak keberatan jika harus menghabiskan hari-hariku di dalam rumah. Mengerjakan segala sesuatunya, baik yang utama maupun yang remeh-temeh tapi tetap menyenangkan. Aku berusaha mengerjakan apapun dengan caraku, utamanya dengan perasaan nyaman dulu, jadi bisa berasa enjoy






Hari Sabtu, seperti biasa aku bertiga sampai siang dengan 2 tembukur kecil di dalam rumah. Ayahanda berangkat ngantor sampai jam 14.00 WIB. Hari dimana jam kerja jauh lebih pendek dibandingkan dengan 5 hari sebelumnya. Khusus hari ini acaranya makan-makan saja. Punggahan sebelum puasa. Tradisi yang sudah ada sejak dulu di lingkungan kerja suami dan baru kutahu namanya punggahan. Di desapun ternyata ada yang seperti itu. Cuma aku baru tahu istilahnya sekarang. Semasa kuliah, aku tahunya cucurakan. Kumpul bareng teman-teman, makan-makan sebelum mudik. Gelar liwetan, nanti makannya di atas selembar daun pisang. Lauk pauknya beraneka ragam. Ada urap, ikan peda, jambal roti, tawes, asin sepat, tahu, tempe, pete, timun, terung gelatik, leunca, pok pohan, sambel, dll. Nanti penggembiranya adalah kerupuk. Ditata memanjang sesuai jatah duduk, dimakannya dengan cara dipuluk atau menggunakan tangan. Seru sih. Nah, tapi kalau di kantor tentu saja bukan seperti itu. Melainkan pesan dari catering. Nanti dimakan ala-ala prasmanan. Makanya saat pulang kantor, aku dibawakan oleh-oleh masakan matang oleh Suamiku tanpa perlu harus aku masak lagi. Ah, senangnya, tak perlu repot untuk memasak, di tengah suaraku yang masih serak-serak basah kayak gini, masakan matang terasa sangat menolong hihi. Tapi itu waktu sorenya. Siang aku masih keruntelan bertiga dengan Kakak dan Adik.






























Hujan hari itu emang bener-bener awet. Stand by sedari pagi, dan bahkan siang makin menderas saja. Beberapa kali kubuka pintu dan memastikan sedikit area terasnya yang dekat dengan anak tangga menuju ke taman atas becek. Kena tempias hujan. Jadi agak sedikit basah hingga jalan harus hati-hati karena licin. Aku ke depan sebentar karena akan menjemput 2 pack Chicken Montok untuk Kakak dan Adik setelah dipesankan oleh Tamas lewat WA. Nanti yang akan mengantarkan Mas Ojek Onlain. Jadi kalau Mas Ojeknya datang, aku akan dipephone Ramane agar suruh datang menjemput. Aku ke depan sambil memegarkan payungku yang berwarna jingga, berjalan diantara kecipak hujan yang menggenangi jalanan, melewati kembang bougenville fuschia kuyup yang berayun-ayun dibelai sang angin, juga daun-daun anggur yang sulur-sulurnya merambat menitikkan airnya satu-satu diantara gerojokan dari celah tembok atas dekat tanaman kates dan juga ganyong. Suasana syahdu seperti ini selalu membuatku takjub dengan keberadaan hujan. Hujan selalu menentramkan jiwa. Suara gerojokannya kadang nyaru dengan mesin pompa air yang dipasang di atas kolam ikan. Kalau sedang hujan maka bunyinya akan lebih deras lagi. Seperti berada di sekitar Air Terjun Niagara, hehehe...






































Tak lama kemudian Mas Ojek yang kutunggu datang. Sambil mengenakan mantol, dirinya langsung menghentikan deru kendaraan roda duanya dan menyapaku dengan ramah. Memastikan betul ini pesanan suamiku lalu mengasihkannya padaku. Setelah kuucapkan terima kasih, ia pun pamit. Alhamdulilah  di tanganku kini sudah tergenggam sekantung dus berisi 2 paha atas hangat + nasi kepal + 2 cup teh manis yang siap disantap oleh Kakak dan Adik. Aku sendiri karena belum begitu enak menelan karena panas dalam, maka nanti gampang lah makannya agak sorean.

Alhamdulilah sore, kudapatkan sebungkus udang asam manis, capcai sayuran, ayam serundeng, sambel goreng kentang, tempe bacem, es kuwut timun dan juga snack. Snacknya ada risol mayo, arem-arem, molen dan bubur sum sum. Ada juga cilok dengan sambal kacangnya. 
"Memang ada cilok Tamas?" 
"Ada. Enak ga, Dek?"
He em.. Mbul mengangguk. 
"Maem bareng yuk."
Cilok berukuran bulat-bulat kecil dengan sudah dibumbui sambal kacang ini terasa gurih, dan aku merasa lutju aja. Sebab jaman kecilnya, Suamiku pernah praktik memasak cilok di pelajaran Tata Boga, sehingga kalau misalkan disuruh bikinpun dia bisa, sedangkan aku kebagian praktik bikin telur gabus hahaha... Kami memang beda usia cukup jauh, tapi sama-sama dapat pelajaran Tata Boga, di sekolah yang berbeda, sebab SMP kami memang berbeda. Cuma SMA saja yang sama tapi tak ketemu karena beda angkatan jauh. Meski demikian aku yang masih agak kekanak-kanakan ini merasa nyaman bisa bersanding dengannya yang jauh lebih dewasa di atasku ฅ(^・ω・^ฅ). Akhirnya sore itu kami pun maem cilok bersama-sama, bahkan bisa dikatakan sepiring berdua hehe.























Waktu terus merangkak naik hingga petang menjelang. Sisa-sisa gerimis tinggal sedikit. Baru naik magrib hujan pun reda. Ah, tapi suasananya masih terasa adem. Langit seperti telah menjalankan tugasnya dengan baik. Membersihkan bumi, membasahkannya dengan seketika. Aku jadi ingat siklus hujan saat mempelajari pelajaran Geografi dulu. Di buku catatan bahkan sekalian kugambarkan bagaimana urut-urutannya dalam siklus hidrologi. Satu proses panjang dimana ini sering ditanyakan dalam soal ulangan. Dan aku menghapalkannya di luar kepala berikut urut-urutan prosesnya yang disebut sebagai proses presipitasi. 

Saat hujan, seringkali timbul keinginan untuk menyeduh mie saja. Pakainya indomie rebus rasa soto. Nanti telurnya dibikin nyempluk agar kuahnya buket atau kental. Tapi sebelumnya musti jalan ke warung dulu untuk beli telur sebesar 1 kg. Persediaan telur sudah habis karena sering kupake untuk membuat sup telur. Pulang-pulang tak hanya telur yang dibawa, melainkan juga sebungkus permen rasa buah dengan based rasa susu....

















Tak lama kemudian, sibuklah kami bebikinan mie di dapur walaupun sampai lupa menambahkan cesinnya. Tak apalah. Mie dengan telur saja sudah cukup rasanya. Yang penting telurnya tetep nyempluk. Putihnya masih membungkus rapat bagian kuningnya...dan ketika dibelah nyaaaaaaam.....rasanya hangat. Nyeruput kuah mie yang kental dengan sisa hari sehabis hujan...itulah nikmat yang tak bisa dijabarkan dengan kata-kata.

















~Mbul Kecil~

5 komentar:

  1. Me alegra saber que estás más recuperada, amiga Mbul. Siempre alimentándote con la buena comida que nos ofreces, rodeada de flores y naturaleza, y sobretodo junto a uno o más gatos estarás protegida.
    Abrazo hasta vos!!

    BalasHapus
  2. Suka telur kuning cair untuk mi segera.
    Banyak betul gambar- makanan.

    BalasHapus

I'm Mbul. Thanks for visiting here and dropping by. Your comments are always appreciated. Happy blogging ฅ(^・ω・^ฅ)