Rabu, 17 Maret 2021

Cerbung Majalah Bobo Jadoel 90-an : Si Kembar dan Mahluk Mineractus




Oleh : G Nita

Kali ini aku akan bernostalgia dengan Cerbung Majalah Bobo yang berjudul "Si Kembar dan Mahluk Mineractus". Sebuah cerbung di Majalah Bobo jadul yang identik dengan tokoh kembar perempuan~laki-laki bernama Regina dan Rexi, juga mahluk mineractus bernama Safir dan Rubi. Sedangkan musuhnya bernama Tuta Hoga dan Polydore. Ditulis dengan apik oleh Vanda Parengkuan dengan ilustrasi Yoyok yang begitu melekat di hati. 

Soalnya gambarnya itu beneran membangkitkan imajinasiku banget tentang si mahluk mineractusnya ini, juga kehidupan di alam bawah tanahnya seperti apa. Gambarnya simple tapi ngena banget. Makanya salah satu cerbung Majalah Bobo yang aku hapal walaupun lupa endingnya ya cerbung ini.

Cerbung Majalah Bobo Jadoel 90-an : Si Kembar dan Mahluk Mineractus


Oh ya, cerbung "Si Kembar dan Mahluk Mineracus" ini adanya di : 

Majalah Bobo No. 11, tanggal 19 Juni 1997 
Majalah Bobo No. 21, tanggal 28 Agustus 1997
Majalah Bobo No. 23, tanggal 11 September 1997
Majalah Bobo No. 24, tanggal 18, September 1997

Aku sendiri belum punya lengkap ya. Ada beberapa nomor yang masih bolong-bolong di tengah. Tapi karena ada seorang teman pembaca yang request agar aku mengulasnya (dan kebetulan aku juga suka ama ceritanya), maka aku tuliskan saja garis besarnya. Berharap supaya yang sedang mengingat-ingat cerita ini bisa bernostalgia lagi begitu nemu tulisanku.

Okey langsung saja ya. 

Ini dia ceritanya.

Sinopsis Cerbung Majalah Bobo : Si Kembar dan Mahluk Mineractus

Sepasang anak kembar berbeda jenis kelamin bernama Regina dan Rexi ikut ayahnya Dokter Heri untuk berlibur ke Pulau Limeto, salah satu pulau terpencil yang sangat indah dan penuh dengan perbukitan juga hutan perawan. Diantarkan dengan menggunakan pesawat pribadi yang dikemudikan oleh seorang pilot dan co-pilot, rencananya mereka akan tinggal di rumah Dokter Tindas, teman Dokter Heri yang memilih mengabdikan dirinya di tempat ia dilahirkan dulu. 

Pulau Limeto sendiri suasananya sangat sunyi dan penuh dengan pohon-pohon besar yang menghiasi. Bahkan Regina saja sampai ingin membuat puisi setelah melihat pohon-pohon di sekelilingnya itu seperti menari. Ia tidak mempedulikan kembaraannya Rexi yang sibuk mengomel karena dirinya malah sibuk berjalan ke sana kemari sambil bersentimentil-sentimentil ria melantunkan kata-kata indah. Kalung pemberian ayahnya yang berkilatan mengikuti gerak langkahnya yang centil diantara jalan yang berbukit-bukit itu. 

Sampai kemudian, saat angin berhembus datang, sayup-sayup terdengar seperti suara orang tertawa yang seram sekali. "Eheeee...eheeee..eheee !" begitulah bunyinya. Bulu kuduk Regina pun meremang. Ia menghentikan langkahnya hingga rambutnya yang panjang sepinggang berhenti berkibar setelah angin (yang disertai suara tawa  itu) ikut berhenti. Ia pun segera menuju ke arah ayahnya maupun Rexi yang memastikan bahwa suara tersebut hanya suara angin saja. Mereka pun bergegas mengemasi barang karena tak lama kemudian mobil jeep hitam jemputan Dokter Tindas datang. Mereka kemudian berpindah dari pesawat pribadi menuju jeep hitam kepunyaan Dokter Tindas tersebut untuk selanjutnya dibawa ke rumahnya. 

Perjalanan ke rumah Dokter Tindas memakan waktu hingga 2 jam dan sempat dibarengi dengan hujan lebat. Namun demikian tak menyurutkan semangat anak-anak itu untuk menikmati liburan kali ini. Kapan lagi bisa menghabiskan hari di pulau yang sangat cantik ini. Jadi, setibanya di rumah Dokter Tindas, mereka segera bisa mengistirahatkan badan setelah capek seharian dalam perjalanan. Terlebih suasana rumahnya juga sangat nyaman dan asri. Di sana, ada seorang pelayan laki-laki bernama Utu yang tugasnya adalah bantu-bantu. Termasuk juga menyiapkan makanan dan lain-lain. 

Malamnya, saat sedang tidur, Regina malah bermimpi buruk. Ia didatangi oleh seorang kakek tua berambut panjang acak-acakan, bergigi berantakan, serta bermata merah. Kakek tua tersebut memotong rambut indah Regina sambil tertawa "Eheeee...eheeee..eheee !" Bunyi tawa yang sangat mirip dengan tawa yang ia pikir hembusan angin saat pertama kali tiba di Pulau Limeto. Seluruh tubuh Regina pun bercucuran keringat dingin. Ia ketakutan sehingga mengigau. Mendengar hal itu, Rexi pun masuk ke kamar Regina dan membangunkannya. Ia kemudian diberitahu isi mimpi Regina yang mengisyaratkan adanya suatu kejahatan di Pulau Limeto. 

Keduanya kemudian sepakat untuk menanyakannya pada 'Buku Perak'. Buku perak ini didapat dari perpaduan antara sepasang gelang perak yang ditautkan dan sebelumnya telah dibeli oleh Dokter Heri di sebuah toko antik. Tak tahunya gelang perak tersebut mempunyai kekuatan yang selanjutnya dirahasiakan oleh kedua anaknya. 

Long story short, dengan saling menempelkan gelang perak yang melingkar di pergelangan tangan masing-masing, tiba-tiba muncullah buku perak yang dimaksud. Mereka kemudian bertanya apakah ada kejahatan di Pulau Limeto. Buku Perak pun menjawab 'B' yang artinya adalah Betul. Lalu kejahatan apa yang dimaksud? Kembali Buku Perak menjawab tapi kali ini dalam bentuk teka-teki.

Teka-tekinya berbunyi seperti ini :

Di tempat pohon-pohon berpesta
di bawah bayangan flamboyan raksasa
tiada dedaunan di atasnya...
si besar tak tahan terjaga
ada kehidupan di dalamnya
ada kematian di dalamnya.

Regina bermimpi rambut panjangnya dipoting sesosok kakek tua yang tawanya seperti didengar saat pertama kali tiba di Pulau Limeto


Lalu setelahnya Buku Perak menghilang dan meninggalkan rasa penasaran di benak kedua anak kembar itu. 

Keesokan harinya, saat sedang kumpul bersama sambil makan pisang goreng bikinan Utu, Rexi pun mencoba bertanya kepada Dokter Tindas adakah tempat di sekitar sini yang memiliki pohon lebat? Dokter Tindas pun menjawab ada. Tapi letaknya ada di sebuah hutan di pucak bukit. Konon katanya hutan tersebut sangat angker. Dulu sewaktu kecil, kakeknya berkata bahwa di sana ada mahluk aneh yang berasal dari bahan mineral dengan tubuh warna-warni dan tembus pandang seperti jeli atau agar-agar. Mereka muncul dari dalam tanah di antara pohon-pohon itu. Sejak lahir mahluk-mahluk ini telah dibekali dengan kalung yang dapat menjaga keseimbangan tubuhnya. Pokoknya kalung tersebut jangan sampai lepas jika tidak ingin tubuh mereka melemah lalu kemudian mati. Tapi Dokter Tindas tidak tahu sih kalau hal tersebut benar atau tidaknya. 

Ketika Dokter Heri memutuskan untuk ikut ke tempat praktik Dokter Tindas, Rexipun minta tolong Utu untuk mengantarkannya ke hutan itu. Awalnya, Regina tak diajaknya karena takut bakal merepotkan. Tapi kemudian ia ajak juga sebab kembarannya itu memaksa ikut. Bertiga kemudian sepakat pergi ke hutan, tanpa sepengetahuan Dokter Heri maupun Dokter Tindas.

Setibanya di hutan, Rexi bertanya lagi pada Utu apakah di sana ada pohon flamboyan raksasa. Utu pun menjawab ada dan segera menunjukkan keberadaan pohon itu. Pohon yang ternyata berdaun merah dan batangnya jauh lebih besar dibandingkan dengan pohon-pohon di sekitarnya. Anehnya, setelah tiba di situ tiba-tiba Utu merasa mengantuk dan lantas jatuh tertidur. Regina pun menyelimuti Utu dengan menggunakan jaket milik laki-laki itu. Ia dan Rexi akhirnya berkesimpulan bahwa jangan-jangan Utu mengantuk karena sesuai dengan salah satu teka-teki dari Buku Perak. Itu loh yang bunyinya 'si besar tak tahan terjaga' yang artinya barang siapa yang melintasi area pohon flamboyan raksasa itu dan berusia dewasa, maka ia bakal mengantuk dan kemudian tertidur. Berbeda dengan Rexi dan Regina yang masih pantaran usia SD kelas 5 dan masih terjaga dengan lincahnya. Keduanya pun kemudian menyocokkan teka-teki buku perak lainnya yang berbunyi 'tiada dedaunan di atasnya...' Lalu saat kaki mereka berpijak pada area yang membentuk segi lima serta di atas tanahnya bersih tanpa dedauan sedikitpun yang mengotorinya, tiba-tiba terdengar suara seperti permukaan tanahnya terbuka. "Sruuukkk...sruuukkk...sruuuk!!" Mereka kemudian jatuh terperosok ke dalam lubang yang jauh berada di bawah tanah. 


Akhirnya Regina & Rexi menemukan pohon flamboyan raksasa yang disebutkan dalam teka-teki buku perak

Rambut panjang Regina dipotong Tuta Hoga untuk menetaskan telur Polydore


Singkat cerita, Regina dan Rexi kemudian masuk ke dunia bawah tanah dimana mereka terseok-seok tak tentu arah. Rexi terutama karena ia tidak memiliki kalung seperti Regina. Mereka kemudian bertemu dengan mahluk seperti jeli yang tembus pandang warna-warni seperti yang diceritakan oleh Dokter Tindas kemarin. Mahluk-mahluk ini lah yang disebut sebagai mahluk mineractus. Kebetulan yang mereka temui itu jumlahnya ada 2. Yang satu berwarna merah yaitu Safir, dan yang satunya lagi berwarna biru yaitu Rubi. 

Setelah berkenalan lebih jauh dan memastikan Safir dan Rubi tidak jahat, Rexipun diberikan kalung supaya dapat berjalan dengan seimbang, tidak terjatuh-jatuh lagi. Pantaslah Regina tidak terjatuh-jatuh seperti dirinya karena ternyata ia sudah punya kalung. Berarti memang benar dong kekuatan kalung itu. Walaupun sebelumnya ia tak mengira bahwa kalung Regina bisa seberpengaruh itu. 

Safir dan Rubi kemudian bercerita tentang sosok jahat yang dimaksud dan ternyata terletak pada seorang kakek tua bertampang buruk rupa bernama Tuta Hoga. Tuta Hoga ini dulunya adalah anak seorang dukun. Saat ayahnya sedang sekarat, Tuta Hoga kecil diwariskan sebuah oleh ayahnya yang dipercaya bisa mengantarkannya pada kekayaan. Caranya adalah ia harus menetaskan sebutir telur mahluk bernama Polydore dengan menggunakan potongan rambut anak perempuan yang memiliki saudara kembar. Polydore ini ditengarai sebagai mahluk yang dapat memakan habis mahluk-mahluk mineractus yang bertugas menjaga padang permata. Nantinya, jika mahluk mineractusnya sudah habis, maka bisa dipastikan Tuta Hoga bisa menguasainya. Nah, kalung tersebut akan berkedip dengan sendirinya lalu bandulnya berubah warna dari putih menjadi ungu jika keberadaan anak perempuan berambut panjang yang memiliki kembaran itu ditemukan. Maka tak heran jika Tuta Huga langsung tahu keberadaan Regina saat pertama kali pesawat yang ditumpangi Regina mendarat di Pulau Limeto. Oleh karenanya ia langsung memberikan sinyal dengan mengeluarkan tawa aneh yang nyaru dengan datangnya hembusan angin. 

Sayangnya, Tuta Hoga kecil tidak selesai mendengarkan penuturan ayahnya itu. Bahkan saat ayahnya meninggalpun ia tidak hadir. Dirinya malah melarikan diri ke padang permata dan saban hari mengamati tempat itu sampai lupa bagaimana caranya mengurus diri. Umurnya makin menua, rambutnya memanjang dan acak-acakan, giginya jelek, dan matanya merah. Ia sangat berharap moment telor Polydore dapat menetas itu segera tiba. Tentunya setelah dierami oleh potongan rambut panjang seorang anak perempuan yang memiliki kembaran.

Sialnya, saat sedang berjalan diantara lorong-lorong bawah tanah yang samping-sampungnya menjulur akar-akar pohon, juga sesekali melintas hewan tanah, rombongan mereka tak sadar diikuti Tuta Hoga. Saat Rexi, Safir, dan Rubi lengah, Regina berhasil diculik pria tua itu dan disekap di kediamannya yang cukup tersembunyi. Di sana, tangan dan kaki Regina diikat dengan menggunakan akar pohon, rambutnya lalu dipotong dengan paksa sehingga membuat Regina menangis tersedu-sedu. Bagaimana tidak, rambutnya yang hitam, indah, lagi panjang sepinggang yang selama ini selalu dirawatnya dengan tonik dan juga shampoo dengan paksa dipapras habis oleh Tuta Hoga untuk mengerami telur Polydore. Telur tersebut kemudian menetas dan Polydore kecil pun mulai bertumbuh dari hari ke hari. Bahkan gawatnya lagi adalah ia akan berubah menjadi raksasa hanya dalam kurun 2 hari. Untuk itulah Rexi, Safir dan Rubi berpacu dengan waktu untuk bisa segera menemukan Regina dan mencari cara agar bisa membunuh Polydore. 

Nah, lanjutannya apa...sejujurnya aku ga dapat episode akhirnya. Walaupun sewaktu SD dulu seingatku aku udah pernah baca bagian akhirnya, itupun baca dari majalah teman sekelas yang langganan. Cuma memang lupa endingnya kayak gimana #hiks...Tapi meskipun begitu, seenggaknya aku masih bisa bernostalgia dengan ceritanya walaupun ada bolong separuh. 

Nah, demikianlah, semoga bisa membantu menjawab request dari teman pembaca yang ingin aku menceritakan garis besar Cerbung Majalah Bobo : Si Kembar dan Mahluk Mineractus. Semoga membantu ya :)


Sudah dulu ya...

Saatnya aku mau leyeh-leyeh dulu.

Sampai jumpa lagi di postingan selanjutnya :)