Pada suatu hari, Aku, Pak Suami, serta anak-anak, ingin mengajak Kakung dan Uti untuk mencicipi ingkung jawa yang menjadi primadona sebuah warung makan di daerah Bantul, Yogyakarta. Memang di Bantul ini ada satu kecamatan khusus yang terkenal dengan sentra ingkungnya. Kecamatan tersebut bernama Kecamatan Pajangan, yang berada sekitar 12 km dari Kota Yogya. Kalau kita melintas ke daerah sini nih, maka yang ada adalah setiap beberapa kilometer sekali ada warung makan yang menawarkan menu utamanya berupa ingkung.
Oh ya, kalian sendiri mungkin ada yang belum mudeng tentang apa itu ingkung ya. Khususnya bagi pembaca yang dari luar Jawa. Ingkung sendiri menurut informasi yang kudapat dari Wahyana Giri MC (2010), Sajen & Ritual Orang Jawa, Yogyakarta : Narasi. hlm. 25-26 adalah salah satu ubo rampe penting dalam kenduri adat Jawa. Biasanya dia diletakkan di atas nasi uduk dan ditempatkan pada wadah terpisah dibandingkan lauk dan sayuran lain dalam besekannya.
Nah ingkung ini berasal dari ayam kampung jantan yang sudah tua dan dimasak utuh serta diberi bumbu opor, kelapa, juga daun salam. Dia ini kalau dalam istilah Jawanya melambangkan bayi yang belum dilahirkan sehingga masih suci, belum memiliki kesalahan apa-apa. Makna lainnya adalah sebagai sikap pasrah dan menyerah atas kekuasaan Tuhan YME.
Nah, dimasukkannya ingkung ke dalam ubo rampe kenduri dalam sebuah hajatan atau selamatan adalah dimaksudkan agar dapat mensucikan orang yang mempunyai hajat sekaligus tamu yang menghadirinya. Lalu, apa jadinya jika ingkung ini dijadikan menu utama sebuah warung makan? Padahal kan biasanya menu utamanya kalau ga ayam goreng kan ayam bakar ya? Nah ini lain daripada lain, karena basiknya ayam yang direbus. Pastinya jadi lebih istimewa juga dong ya karena menonjolkan sisi tradisionalnya...
Nah, salah satu Warung Makan yang berbasis Ingkung dan paling terkenal di kecamatan Pajangan (sekaligus konon katanya menjadi pelopornya) adalah Waroeng nDeso. Lokasi persisnya ada di Dusun Karangkober, Guwosari, Pajangan, Bantul, DIY. Ancer-ancernya itu kalau dari Jalan Bantul, dia luruuuuuuuuus terus ke arah selatan sampai melewati Ring Road. Abis itu ketemu tuh ama Masjid Agung Bantul, lalu bisa belok kanan sampai ketemu tikungan. Selanjutnya ambil kiri dan ikuti jalan. Ntar kan ada perempatan tuh. Nah, dari situ silakan ambil kanan, sesudah jembatan dia akan belok kiri sampai ketemu papan nama bertuliskan Warung nDeso, Spesialis Ingkung Jawa.
Fyi, Waroeng nDeso ini terkesan banget dengan suasana pedesaannya loh. Apalagi ditambah dengan sampingnya yang masih asli area persawahan dengan pemandangan burung kuntul yang sliwar-sliwer terbang kesana kemari atau turun ke sawah mencari ikan (mirip bangau atau kalau dibahasa jawakan jadi burung blekok). Jadi, asli masih terkesan banget alaminya.
Begitu tiba di tekape, kurang lebih jam menunjukkan pukul 13.30 WIB. Suasana siang itu lumayan ramai. Banyak pengunjung yang datang rombongan, entah itu keluarga besar atau kawan kerabat yang memilih makan di tempat, sehingga meja banyak yang fullbooked.
Tapi ada pula yang beli untuk dibawa pulang. Uniknya, ingkungnya ini banyak dibeli sebagai oleh-oleh. Dibungkusnya pun lumayan unik dan masih mempertahankan kesan tradisionalnya seperti menggunakan besek yang terbuat dari ayaman bambu. Ini aku perhatikan pada saat melihat orang-orang yang belinya dibawa pulang tapi minta dibungkuskan agak cantikan karena akan digunakan sebagai buah tangan. Harapannya sih yang dibawakan buah tangan bisa turut marem menikmati kelezatan ingkung yang sudah lumayan tersohor di daerah Bantul ini. Keren banget ya, oleh-oleh, tapi bentuknya ingkung, bener-bener mbedani, hihihi...
Oh ya, Waroeng Ndeso ini memang masih mengusung bangunan yang berkonsep tradisional ya. Dindingnya dari bambu, sedangkan lantainya masih beralaskan kayu yang sebagian dilapisi karpet. Ada juga tirai yang berasal dari bambu yang bisa digulung kapan saja, menjadikan udara bebas keluar masuk ke dalam ruangan sehingga tata udaranya bagus dan tidak terkesan pengab. Sementara itu, di bagian tengah ada kolam ikan yang menambah indahnya suasana. Suara gemericik pancuran yang ada di sekitar kolam tentu menjadi oase tersendiri terutama di siang hari saat cuaca sedang panas. Untuk bagian kasir serta dapur, letaknya ada di pojokan, terpisah dengan area makan. Musholanya sendiri ada di depan. Sedangkan toilet ada di bagian belakang.
Kami sendiri waktu itu memilih untuk makan di tempat dan segera menge-tag area lesehan paling pinggir supaya makannya lebih pewe dan bisa selonjoran. Tapi sebelum pesan makanan, Aku dan Uti sengaja curi waktu sebentar buat sholat dzuhur duluan, soalnya kan udah jam 2 siang, takutnya kalau di jalan masih lama malah keburu ashar. Sholatnya juga ganti-gantian ama yang lain.
Usai melaksanakan sholat dzuhur dan bergantian dengan yang lain, tibalah saatnya untuk memesan menu. Kebetulan Mbak Pelayannya juga sudah datang dengan membawa buku menu. Dan beliau cukup informatif ketika menjelaskan kepada kami yang aktif bertanya kira-kira menu apa saja yang sekiranya spesial atau patut kami coba. Akhirnya, setelah rembugan bersama, terutama karena menyesuaikan selera Kakung dan juga Uti yang udah sepuh, akhirnya kami pesan beberapa menu yang terbilang spesial. Menu tersebut diantaranya : 1 porsi ingkung jawa porsi medium, 2 porsi gudeg manggar, 2 porsi oseng godhong kates alias oseng daun pepaya, serta 1 porsi tumis kangkung. Tambahannya 1 porsi tempe goreng anget buat cemal-cemil dan tambahan lauk. Nasinya, 1 bakul nasi putih biasa dan 1 bakul nasi uduk. Minumannya, 1 soda gembira untuk Kakung (entah kenapa tiba-tiba Kakung pengen ngunjuk soda gembira), 1 teh panas manis untuk Pak Agus, 1 jeruk hangat untuk Uti, 1 es jeruk untuk Pak Suami, 1 es teh manis untuk aku, dan jus jambu untuk si kakak. Oh ya, ada tambahan satu lagi deng, yaitu wedang uwuh karena Pak Suami tiba-tiba penasaran pengen nyoba wedang uwuh. Padahal pas di Nasi Liwet Bu Wongso Lemu juga udah ngunjuk wedang uwuh juga.
Proses mengolah menunya terbilang cukup cepat ya. Kurang lebih sekitar 10-15 menit menunggu, satu persatu menu yang kami pesan mulai berdatangan. Tampilannya pun menarik-menarik pula. Terutama bagian sayurnya yang menggunakan alas leyeh dengan dilapisi potongan daun pisang yang dibentuk melingkar. Porsinya juga menurutku lumayan banyak. Seporsi bisa untuk 3-4 orang. Padahal harga perporsinya itu cukup murah loh. Pantaran belasan ribu aja (namun aku lupa ga mencatat strucknya). Malah semula aku pikir apa per sayurnya pesan 3 porsi-3 porsi aja ya, karena kan kami datang rombongan. Tapi meskipun per porsinya belasan ribu thok, tapi ternyata cukup banget loh buat 3-4 orang. Jadi, in the end of the day, kami yang berjumlah 6 orang ini, akhirnya deal pesan 5 porsi yang terdiri dari 2 porsi gudeg manggar, 2 porsi oseng-oseng godhong kates (daun pepaya muda), dan 1 porsi tumis kangkung.
Memang yang datang duluan adalah klub sayurnya sih. Sedangkan menu utamanya yaitu ingkung ayamnya belakangan. Pertama gudeg manggar. Pasti pada bingung kan ama gudeg yang satu ini karena bahan baku utamanya dari manggar. Kalau yang biasana kan dari nangka muda alias gori alias thewel. Nah, kalau yang di sini manggar. Itu loh bunga kelapa yang masih muda. Yang bentuknya kayak gagar mayang di hiasan kepala ondel-ondel. Tapi biarpun pakenya antimainstream, ternyata rasanya ga kalah oke dengan gudeg nangka. Gudeg manggar ini pun sama enaknya dengan gudeg nangka. Malah aku bilang sih manisnya ga over kemanisan yang menyebabkan gampang wareg. Manisnya itu tengah-tengah lah. Teksturnya juga lumayan amoh alias lembut. Pokoknya wuenak tenan loh Rek. Pas banget dimakan bareng nasi, baik itu yang biasa maupun yang uduk, juga ingkung serta tempe gorengnya.
Kedua, oseng-oseng godhong kates alias oseng-oseng daun pepaya. Rasanya ga pahit sama sekali. Kata orang tua jaman dulu sih untuk menghilangkan efek pahitnya ini pada saat proses memasaknya bisa menggunakan lempung. Teksturnya juga gampang dikunyah, tapi juga masih kranchy. Warnanya pun ga menghitam alias masih ijo cantik. Rasanya ? Ada pedes-pedes efek si rawit yang bagaikan ranjau di sana-sini.
Ketiga tumis kangkung. Kalau yang ini sih standar ya. Ya rasa tumis kangkung pada umumnya. Tapi enak juga kok. Kangkungnya lemes, dan warnanya masih fresh. Seporsinya lumayan banyak.
Yang datang berikutnya lagi adalah tentu saja yang paling ditunggu-tunggu yaitu ingkung pitik alias ingkung ayamnya. Tau ga gengs begitu tu ayam nyampe di atas meja, yang ada semua pada melongo dong saking bentuknya itu sak-'hoh-hah' banget. Haaahhh ? Apaan tuh sak'hoh-hah' ? Sak-'hoh-hah' itu adalah pengandaian dalam bahasa Jawa yang menggambarkan sesuatu yang kesannya itu besar sekali. Wakakakk... istilah itu sering aku dengar dari Ibu sih ketika beliau lagi cerita tentang sesuatu yang berukuran besar banget. Ya, mungkin teman-teman yang berasal dari Jawa udah pada tahu lah ya tentang istilah ini kayak apa, hahaha.... Tapi serius itu ingkung ukurannya memang gede banget loh. Padahal kami pesen yang medium. Bukan yang porsi paling gedenya yaitu jumbo. Medium aja uda segede itu. Apalagi yang jumbo ya, pasti bakal mengguncang dunia #halah haha, maap gw lebe.
Ingkung ayam ini menggunakan bahan dasar ayam jago (dengan kualifikasi ayam jowo super atau biasa disebut joper). Ayam yang siap panen biasanya sudah mencapai bobot tertentu karena memang akan dimasak dalam bentuk utuhan. Nah, cita rasanya sendiri terkesan lembut karena sudah melalui proses presto yang sebelumnya sudah dimarinasi dengan bumbu khas ingkung. Arehnya itu loh yang bikin greget, yaitu santan yang mengental dan berwarna putih, menjadikan rasa di tiap bagian ingkungnya begitu tasty namun ringan, tidak menimbulkan efek langsung kenyang. Aku sendiri, tentu saja paling garcep ngambil yang bagian kulitnya haha....
Sementara itu, tempe gorengnya datangnya paling belakangan. Tempenya ini seporsi terdiri dari 3-4 buah. Pakenya bukan tempe potongan ya, melainkan tempe yang dibungkus daun pisang dan modelnya udah satuan. Kalau di rumah sih biasanya disebutnya tempe sodin. Soalnya yang jualan namanya itu. Tapi kalau yang di sini sih aku ga tau suppliernya siapa, cuma ya kok rasanya menurutku enakan tempe ginian ketimbang yang potongan. Apa yah....pokoknya lebih kerasa sensasi ndesonya yang dalam artian enak banget gitu loh. Tempenya digoreng sampe cokelat keemasan dan pada bagian badan tempenya digaris-garis, itu yang membuat bumbunya lebih kesara remesep. Lalu karena seporsi kami ngerasa kursng banyak, makanya kami pesan seporsi lagi buat cemilan, hahaha.... Maknyus soale.
Untuk minumannya sendiri, semuanya terasa segar. Apalagi es jeruknya. Manisnya pas. Kalau soda gembira, kebetulan karena Kakung ga abis, dan aku juga Uti kebagian ngicip dikit, rasanya lumayan bikin mata melek. Ngingetin aku pas makan di SBC Solo deh, hihihi. Warnanya pink terang sungguh sangat memanjakan mata. Sedangkan jus jambunya, punya si Kakak juga ga abis karena untuk ukurannya dia kan gelasnya agak kebesaran ya, jadi aku ngicip dikit dan rasanya enak. Wedang uwuhnya, saking kebanyakan ampe ga kelihatan dong, akhirnya minta dibungkus buat dibawa pulang walau kata Pak Su aku suruh ngabisin dikit #tuh kan Mamah juga yang suruh ngabisin wakakka....
Terakhir, pas lewat kasir, aku kan ngeliat jamu-jamuan tuh. Ada beras kencur juga kunyit asam. Akhirnya aku beli 2, per botolnya cuma dikenai harga Rp 10 ribu. Lumayan buat isi-isi kulkas rumah karena kan minum jamu dingin rasanya seger banget.
Pokoknya puas banget lah makan di Waroeng Ndeso, Spesialis Ingkung Jawa, di Mbantoel ini. Sensasi ndesonya itu loh yang paling kami cari. Rasa masakannya pas, apalagi harganya. Yah, walaupun strucknya udah ilang, tapi seingatku sih untuk 6-7 orang dengan porsi menu yang banyak (jika dilihat dari wadahnya), cuma menghabiskan sekitar Rp 200 ribuan saja. Murah banget asliiiik... aduh next time pengen visit back ke sana lagi.
"Waroeng Ndeso, Spesial Ingkung Jawa, Mbantoel"
Karangber, Guwosari, Kecamatan Pajangan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, 55751
Jam buka : 10.00-20.00 WIB
44 komentar:
Bingung mau komentar apa mbak mbul, mungkin karena baru kenal Ingkung kali ya. Apa mungkin itu semacam kencur kali ya? π€
Moso di tegal ga ada ingkung mas, kendurennya?
Itu loh ayam kampung yang dimasak kyk bumbu opor kasih santen dikit...
Biasanya diletakkan dekat nasi uduk di kenduri hajatan atau selamatan adat jawa
Sebenarnya semalam aku komentar agak ngantuk, jadi mata lihat hape tapi setengah merem, otak juga kayak udah ngga mau mikir.π
Oh Ingkung yang itu, kalo itu kadang kalo ada slametan memang ada sih, namanya Ingkung ya, kalo di Tegal namanya apa ya, lupa saya tapi bukan Ingkung.
Biasanya kalo ada acara hajatan pasti ada ayam kampung yang dimasak bumbu opor tapi ngga dipotong-potong ya mbak mbul, terus ditaroh di tengah tampah, ibu saya juga kadang bikin kok kalo itu.π
Tapi saya sudah lama pindah ke Banten, mungkin sejak 2001 jadinya teman di kampung yang aku ingat ya paling waktu SD doang. Jadi jarang lihat Ingkung, kalo di daerah Banten juga ada kok ayam seperti itu tapi namanya juga lain.
tumben mas agus sampai bingung mau komentar apa :D
mantab mbak mbul reviewnya, komplit banget dari makanan sampai minumanya.. mungkin suasananya itu kali ya yang beda, lesehan dan ala pedesaan, yang pastinya jadi tambah nyaman buat makan, apalagi bareng keluarga :D
ternyata gw salah komen, harusnya komen di postingan, eh ini komen di balesan komenya mas agus :D, maklum ya baru bangun tidur :D
Aku dari kecil kalau mudik ke Yogya karena bapakku asli Yogya. Sayangnya, jaraaaang banget jalan2. Lha soale rumahe simbah udah di desa. Malah orang2 kota pada datang ke daerah mbahku. Jadi kalau jalan2 aku ga mudeng km sekian dan sekian. Di Yogya nama jalan pake kilo meter gitu kan.
Waah, ingkung. Enak banget itu. Apalagi jago. Mantap. Oia, aku suka banget wedang uwuh. Biasanya malah beli online. Malah ada versi celupnya juga. Tapi menurutku enak yang biasa yag ada gula batunya.
Ya Alloh jamuuuu. Entah kenapa ya jamu di Depok beda ama jamu di Semarang. Jadi aku jarang banget beli jamu di Depok.
Wagelaseeh, iky keren ...,milih judulnya lain dari pada yang lain dan lain dari biasanya .. Hoh Hah π !
Bikin tetiba keingetan suara-suara heboh penyanyi latar lagu dangdut gitu π
Aku suka jamu-jamunya.
Dahar ingkung ayam makin mantep diakhiri minum jamu.
Sengaja aku komentar bingung biar mas khanif ikutan bingung hingga komentarnya ikut bingung.
Begitulah, bingung bisa menyebabkan bingung dan akhirnya bingung, nah yang baca juga bingung kan.π
lumayan murah harganya dengan banyak menu yang di makan, apalagi lokasinya enak pemandangan samping persawahan. saya kalo makan kayak gitu takutnya harganya di tembak.
Padahal udah diterangkan di atas ingkung itu apa masih tetep aja gak ngerti apa itu ingkung tapi sepertinya ingkung itu terlihat enak jadi pengen nyoba (mimpi dulu)
What, masa habis makan ayam lalu minum jamu mas Himawan, emang buat apa jamunya? Apakah buat ngilangin kolesterol.π±
Saya baca judulnya kirain eyang kakung dijadiin nama ikung wkakakakaka
bentar Mbul, yang pertama...
Itu gimana caranya, dirimu setiap kali kulineran gitu, even sama keluarga besar, tapi dirimu berhasil mengabadikan foto makananya sebelum disentuh sama sekali?
Nggak sungkan nyuruh lainnya jangan makan dulu, mau di foto dulu? qiqiqiqiqiqi.
Saya dong, jangankan mau foto kalau lagi kulineran bareng keluarga besar, bahkan saat kami ber-4 saja banyakan nggak sempatnya difoto.
Selalu ribet anak-anak udah nggak sabar mau dimakan.
Belum lagi anak riwil dan semacamnya.
Alhasil, amat sangat jarang mengabadikan foto makanan.
Oh ya, jangankan makan di luar, makanan di rumah juga jarang bisa saya foto hahaha.
Dirimu keren banget, bahkan sambil masak step by step yang paling remehpun difoto :D
Saya mah, bahkan mau ambil buat boomerang insta story rempong maksimal hahaha
Oh iya lupa, mantan wartawan yak, qiqiqiqiqqiqi
oh ya, jujur saya sama sekali baru tahu nih kalau ingkung itu nama makanan, untung dirimu jelasin.
Kayaknya sih cuman di Jateng ya? soalnya seumur-umur di Jawa, baru kali ini tahu makanan model gitu.
biasanya yang utuh gitu kan ayam goreng atau ayam bakar.
Jadi bayangin seberapa besar pancinya ya, kan nggak mungkin dia masak 1 ekor doang :D
Kalau liat penampakannya mirip ayam lodho ya kayaknya, itu tuh yang pedas, saya pernah makan di Tulung Agung juga kalau nggak salah ayammya utuh gitu, cuman memang bumbunya pedes banget :D
Oh ya, kayaknya sayurnya yang menarik daun pepayanya tuh, kalau kangkung saya lebih suka di tumis bawang putih gitu :D
Cah kangkung ya namanya :D
Bahasanya memang agak sedikit bingung ya mas Herman tapi biar aku jelaskan sebisa saya saja ya.
Ingkung itu makanan dari kangkung dan terung, terus diracik pakai tepung, kalo makan diiringi musik angklung, yang warungnya ada burung, habis makan lalu dikasih popcorn jagung.
Kira kira begitulah.π
Menurut pendapat saya nih mbak Rey, sepertinya mbak mbul tidak menyuruh orang menunggu dulu sebelum makan baru di foto tapi pakai cara lain.
Lha iya, makan sama keluarga besar rasanya ngga enak kalo minta stop dulu ya Bu, mau aku foto, sungkan kan.
Nah, jadi perkiraan saya, mbak mbul itu fotonya pakai teknologi canggih, dia pakai lensa mata atau softlens (karena ngga pakai kacamata) yang bisa otomatis mengambil gambar cuma dengan mengedipkan mata saja. Bahkan kabarnya softlens terbaru yang dipesan dari Tony Stark itu bisa mengambil gambar cuma dengan pikiran saja, tidak perlu mengedipkan mata, sebabnya takutnya nanti mertua curiga matanya kelilipan karena kedip kedip terus, luar biasa bukan.
Begitulah kira kira cara mbak mbul ambil gambar.π
Auto ngiler liat menunya.
Sayang banget pas ke Jogja kemarin nggak tau tempat ini.
Sekarang jadi penasaran deh ama rasa ingkung dan gudeg manggarnya.
Dia berpuisi..hihihi
Setelah baca komentar mas Agus yang di atas bukan dibalasan yang ini jadi ingat ada teman yang tinggal di salah satu kabupaten di Jawa timur pernah posting tentang ingkung pas saya tanya ingkung itu kalau di Jakarta sama artinya berkat atau besek dari sedekahan atau selametan tapi yang postingan ini kan beli dari rumah makan, jadi bingung (π€)
Sejak baca blognya Mba Mbul ini saya jadi banyak perbendaharaan makanan daerah khususnya yang ada di Jawa sana. Maklum Mba, saya orang Sulawesi. Kadang liat temen blogger Jawa kalau udah bahas makanan daerah jadi suka penasaran sendiri dan kebayang-bayang di otak rasa enaknya kayak gimana. Sekarang Mba bahas Ingkung alhamdulillah jadi nambah pengetahuan lagi, hehe. Meski belum pernah ke Jogja, boleh nih makanan yang satu ini aku masukin di bucket listku. Apalagi foto-foto makananannya buanyak banget dari berbagai sudut ada. Saluuut, top markotop deh Mba Mbul!!!
Duuh mbak Mbul... Jadi ngiler akutu π slereeeep... Aku sedikit tau ayam ingkung ini, walopun jarang banget makannya, soale keluarga ku berasal dari Sumatra, jadi hnya sedikit pengetahuannya tentang peringkungan, tpi kebetulan almarhum ayahku wong Ambarawa jateng, yo sitik" paham, rasa ayam ingkung itu gurih" maknyus yo apalagi ayam kampung makin manteb deh, rasa gurihe mungkin karena dr santan opornya itu yo mbak... Tpi koq mamaku wong Sumatra pernah masak ayam inkung buat syukuran putune abis di godok trus dipanggang di areng, podo opo beda yo karo ingkunge ning njowo π±,maklum versine wong Sumatra wkkkkaaa
Mas agus : wakakak udah kuduga, santai aje mas agus, di sini mah bloggernya santai santai bin hobi nglawak semua jadi jarang ada yang baper hahahhahah
Klo kenduren tempatkundisuwir2 mas agus, nah yang tetua kampung biasane dapat bagian kepalane...
Trus ditaruhe di plastik tersendiri atasnya nasi uduk,atau wadah kardus model kembang yang kecil-kecil itu loh
Tapi klo yang di waroeng ndeso Mbantoel ini wutuhan, jadi gde banget wkwkkw
Enaknya dimakan ramai-ramai, sebab kalau berdua thok ya ngalamat kewaregen
Khanif 1 : haruse disuruh jongkok ya nif biar bingungnya ilang hahhahah
Khanif 2 : iya nif, sekalian buat dokumentasi pernah kulineran di sana, soale waktu itu nemu berita di tipi yang ngulas ingkung ini, jafilah pas liwat bantul, tertarik mampir...#bilang aja sekalian bikin konten mbul wakkakak
Khanif 3 : hahaha kepleset kolom komen soale ga kelihatan ya, kan aku ada sistim moderasinya dulu wkwk
Mas agus : bingung berjamaah akhirnya jongkoknya berjamaah dunk huehehehh
Kak rey : wakakkaak, bukan kak rey...hahahha
Mas him : wakakak, ngerti juga ya mas him istilah ini wekekek
Klo suara latar lagu dangdut bukane ha-e ha-e atau hokya hokya hahahhaha #eh loh kok gw pengamat koplo juga yes hahahahha
Iya jamunya enak, espesially beras kencur dan kunir asem, seger
Mas agus : nah tuh mas him diwawancarai mas agus
Mas herman : agak mirip opor tapi lebih dikit santennya, soalnya santennya uda nyatu ke ayamnya..rasanya cenderung gurih gitu deh
Sok mangga tidur dulu, sapa tau ngimpi ketemu ayam ingkung segede baskom, wekekeek
Mas agus : ndang diminum obatnya dulu mas agus hahhah #kaboor
Wealah mb heni takkiran aslinya jawa tapi merantau ke bandar lampung, ternyata sumatera asli yak hihi, tapi ada darah jawane juga ya mb hen dari bapak
Iya mb hen, karena yang dipake ayam kampung jadi ga seberlemak ayam pedaging atau buras
Hu um mb gurihnya berasal dari santannya itu yang klo disini disebute areh, yaitu santan yang dah mengentel agak menggumpal biasane warnanya putih, kayak yang ada di gudeg2 itu hihi, maknyus tenan pokoke mb hen...
Woah versi mama mb heni kelihatannya ga kalah maknyus, sebab kalau dimasak pake areng aku sih suka banget. Khas ada semangit bakaran arang yang bikin otentik mb hen..aduh jadi pengen masak pake bakaran areng deh akutuw
Kata mas Herman sih bukannya halu tapi ngayal mbak mbul.π€£
Eh tapi siapa tahu nanti ada beneran ya. zaman dahulu juga orang kirim berita itu lewat surat pos, kalo mau cepat pakai telegram tapi mahal. Sekarang cukup chatting, murah dan praktis.
Jadi aku rasa mimpi itu bisa jadi nyata, kalo ternyata tidak jadi juga teknologi softlens pakai pikiran itu jangan salahkan mimpinya, tapi salahkan kamu yang terlalu cepat bangun dari mimpi karena anak bangunin minta makan.π
What, ngga salah mbak Heni. Putune abis di godok terus dipanggang di areng kok malah syukuran.π±
*Kaboorrrr
Mas Herman, itu mbak mbul komen apa sih, kok blalur tulisannya ngga jelas.π
saya gak doyan itik tapi jadi ngiler liat olesan sambalnya... btw baca komen mb Rey di atas, saya jadi kepikiran juga sesi fotonya. Apa suami and anak2 duduk di meja lain dulu gitu trs pesanan diarahkan ke meja lainnya :)
Awas mas agus tar digibenk mb heni wkkkk #kaboooorr
wah tampilannya kayak di sini, itiak mudo lado ijo. Kirain itik hehe
Aman, sepertinya dia gak tahu.π
Owh.π±
Berarti itu sepertinya minum jamu tolak misqueen ya mas him, soalnya orang ganteng kalo ngga ada duit gantengnya juga luntur.π
Kayaknya saya belum pernah makan menu yang dimaksud deh. Kalaupun pernah juga udah lupa rasanya. Terakhir ke kampung itu sepuluh tahun lalu. Jadi kangen makan dengan alas daun pisang.
Itu Masjid Raya Bantul cukup dekat sama kampung ayah saya. Mungkin kapan-kapan kalau pulang kampung lagi bisa coba mampir.
Haha, bentar lg dia datang loh hahaa
Mas him : ya Alloh ya robbi...knp klo baca bales2an ente dg mas agus aku ngakak bgini yah wkkkk
Mas agus : ini lg kocak banget kasi mama jamunya ya Alloh
Aku cateeeeeet iniiii :D. Lgs ngiler liat menu2 nya. Sbnrnya ayam Ingkung gini di kampung ku Sibolga ada. Biasanya ayam dimasak dengan Areh gitu. Tapiii di sana aku ga prnh nemuin resto ada yg menjual ayam begini, Krn biasanya ayam ini hanya dimasak utk acara Upah-upah. Itu semacam acara syukuran utk apapun juga. Baru lulus kuliah, baru dpt kerja, mau umroh ato haji, apapunlah yg mau disyukuri. Keluar deh ayam ini utuh Ama lauknya biasanya ketan kuning.
Aku ga doyan ketannya tapi. Jadi cm makanin ayamnya.
Padahal kyknya menu begini ttp LBH enak pake nasi ya nit :D. Santen kentalnya itu memang yg paling nikmat sih.
Posting Komentar
I'm Mbul. Thanks for visiting here and dropping by. Your comments are always appreciated. Happy blogging ΰΈ (^・Ο・^ΰΈ )